Selasa, 30 November 2010

Bolehkah Berbohong

bohong

الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحابته ومن اتبع سنته واهتدى بهديه إلى بوم القيامة، أما بعد

Ini adalah sedikit penjelasan untuk sebagian ikhwah yang mendiskusikan tentang berbohong apakah tidak boleh secara mutlak ataukah boleh untuk kasus tertentu?, sebenarnya yang utama adalah kita jangan sampai menolak salah satu dalil shohih yang tsabit dari Rosul صلى الله عليه وسلم karena ketidakfahaman kita untuk mendudukkan dalil-dalil tersebut.

Hadits-hadits shohih pengecualian bolehnya berbohong pada kasus-kasus tertentu

1. Hadits Ummu Kultsum:

عن أم كلثوم بنت عقبة أخبرته : أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا

Artinya:

Dari Ummu Kultsum binti Uqbah mengkhabarkan bahwa dia mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia (yang bertikai) kemudian dia melebih-lebihkan kebaikan atau berkata baik”. [Muttafaqun 'Alaih]

Di dalam riwayat Al Imam Muslim ada tambahan:

ولم أسمع يرخص في شيء مما يقول الناس كذب إلا في ثلاث الحرب والإصلاح بين الناس وحديث الرجل امرأته وحديث المرأة زوجها

Artinya:

“Dan aku (Ummu Kultsum) tidak mendengar bahwa beliau memberikan rukhsoh (keringanan) dari dusta yang dikatakan oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan istri pada suaminya”.

[Dinukil dari Riyadhush Sholihin, Bab. Al Ishlah bainan naas]

Hadits Ummu Kultsum ini diriwayatkan juga oleh At Tirmidzi (no.2063, Maktabah Asy Syamilah) dan beliau katakan, ‘Ini adalah Hadits Hasan Shohih’. Dan Abu Dawud (no.4920, Baitul Afkaar Ad Dauliyah)

2. Hadits Asma’ binti Yazid diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Sunannya yang redaksinya hampir sama dengan hadits Ummu Kultsum yaitu:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِى الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ ». وَقَالَ مَحْمُودٌ فِى حَدِيثِهِ « لاَ يَصْلُحُ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ لاَ نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَسْمَاءَ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ خُثَيْمٍ.

Artinya:

Dari Asma’ binti Yazid dia berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bohong itu tidak halal kecuali dalam tiga hal (yaitu) suami pada istrinya agar mendapat ridho istrinya, bohong dalam perang, dan bohong untuk mendamaikan diantara manusia”.

Mahmud berkata dalam haditsnya: “Tidak boleh berbohong kecuali dalam tiga hal”.

Abu ‘Isa (At Tirmidzi) berkata, ‘Ini hadits hasan, kami tidak mengetahuinya dari hadits Asma’ kecuali dari hadits Ibnu Khutsaim’. [Sunan At Tirmidzi (2064) 7/408, Maktabah Asy Syamilah]

Musykil:

Apakah hadits-hadits diatas bertentangan dengan ayat-ayat Qur’an dan hadits-hadits yang shohih yang lain yang memerintahkan untuk jujur dan melarang untuk berbohong?

Misalnya, Alloh تعالى berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Alloh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. [At Taubah:119]

Atau sabda Rosululloh صلى الله عليه وسلم :

عن عبدالله قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا

Artinya:

Dari Abdulloh dia berkata, Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Wajib atas kalian untuk jujur, sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing kalian menuju ke kebajikan, dan kebajikan akan membimbing menuju surga, dan tidaklah seorang laki-laki itu jujur dan berusaha untuk jujur maka dia akan dicatat di sisi Alloh sebagai siddiiq. Hati-hati kalian dari bohong karena sesungguhnya bohong itu membimbing menuju kefajiran dan kefajiran membimbing menuju ke neraka, dan tidaklah seseorang itu berbohong dan berusaha untuk berbohong maka akan dicatat di sisi Alloh sebagai pembohong”. [HR. Muslim 105-(2607), At Tirmidzi 2099, Ibnu Majah 3981, Malik 3627, Ahmad 3710, Ibnu Hibban 509, Al Baihaqi 21338, dan lain-lain, Maktabah Asy Syamilah]

Jawaban:

Kalau kita perhatikan antara ayat-ayat Qur’an dan hadits-hadits diatas sebenarya tidak ada pertentangan. Karena memang selamanya ayat-ayat al Qur’an dan hadits-hadits yang shohih tidak akan bertentangan, kalaupun kita sangka ada pertentangan maka para ulama telah menentukan beberapa metode dalam mendudukannya, yaitu:

1. Jika dimungkinkan maka dilakukan thoriqotul jam’i yaitu menyatukan/ mengkompromikan dalil-dalil yang shohih tersebut.

2. Mengetahui nasikh dan mansukh, yaitu dalil yang datang belakangan adalah nasikh(penghapus) untuk dalil yang datang sebelumnya (ini disebut mansukh). Metode ini harus dilakukan dengan kajian sejarah.

3. Dengan tarjih yaitu menetapkan mana yang rojih(yang kuat) dan mana yang marjuh(lemah).

4. Tawaquf yaitu diam tidak berkomentar.

Dalam kaitan dengan masalah ini maka kita dapat memilih metode yang pertama yaitu menyatukan dan mengkompromikan semua dalil, karena metode ini adalah metode yang didahulukan oleh para ulama agar tidak satupun dalil yang ditolak. Ingat menolak satu hadits yang telah tetap shohihnya diantara hadits-hadits Rosul صلى الله عليه وسلم adalah sama dengan menolak sunnah atau menolak syari’at yang dibawa oleh Rosul صلى الله عليه وسلم , dan ini adalah berbahaya. Kecuali apabila hadits tersebut dho’if atau maudhu’ maka kita tidak memakai hadits yang dho’if atau maudhu’ tersebut, atau telah jelas adanya nasikh dan mansukh.

Ayat diatas surat At Taubah:119 adalah perintah untuk jujur, ini juga berarti larangan untuk berbohong. Dan hadits Abdulloh bin Mas’ud juga menerangkan perintah jujur dan larangan berbohong. Ini adalah hukum asalnya. Yaitu saya tegaskan bahwa hukum asal berbohong adalah harom dan tidak boleh seorang muslim berbohong.

Sedangkan hadits Ummu Kultsum dan hadits Asma’ adalah pengecualian untuk kasus tertentu dan tidak boleh dimutlakkan dan diperlebar jangkauannya.

Baiklah, kita nukilkan penjelasan Al Imam An Nawawi رحمه الله ketika mensyarah hadits Ummu Kultsum:

Al Qodhi (Iyadh) berkata, ‘Tidak ada perbedaan dalam bolehnya berbohong dalam bentuk seperti ini, dan mereka berbeda pendapat tentang apa maksud berbohong yang mubah di dalamnya, apakah itu?

Segolongan ulama mengatakan: Itu sesuai dengan kemutlakannya dan mereka membolehkan perkataan yang tidak terdapat dalam keadaan-keadaan ini dengan alasan untuk kemaslahatan, dan mereka mengatakan, bohong yang tercela adalah yang terdapat di dalamnya kemadhorotan, mereka berhujjah dengan perkataan Ibrohimعليه السلام , “Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya” [Al Ambiyaa':63], (lalu perkataanya) “Sesungguhnya aku sakit” [Ash Shofaat:89] dan perkataannya “Sesungguhnya dia adalah saudariku”.

Juga perkataan orang yang menyeru Yusuf عليه السلام , “Hai kafilah, Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri”.[Yusuf:70]

Meraka mengatakan, tidak ada khilaf bahwa jika ada seorang dzolim akan membunuh seseorang yang bersembunyi di sisinya, maka (orang yang melindungi) wajib untuk berbohong dan mengatakan dia tidak mengetahui dimana orang tersebut.

Ulama yang lain berpendapat, diantara mereka Ath Thobari, ‘Pada asalnya tidak boleh berbohong dalam sesuatupun, adapun adanya pembolehan untuk berbohong maka maksudnya adalah tauriyah, menggunakan ungkapan-ungkapan (diplomatis), dan tidak terang-terangan berbohong, misalnya memuji istrinya, berbuat baik padanya, dan akan memberikan padanya pakaian yang demikan, jika Alloh mentaqdirkannya. Walhasil hendaklah menggunakan kalimat-kalimat yang muhtamalah (yang mempunyai beberapa maksud pent.), orang yang diajak bicara akan memahaminya dengan sesuatu yang menentramkan hatinya. Jika berusaha untuk mendamaikan diantara manusia maka menukil dari satu fihak kepada fihak yang lain dengan perkataan yang baik, demikian juga sebaliknya dari fihak yang ini kepada fihak yang lain. Begitu juga dalam perang dengan mengatakan, ‘Pemimpin besar kalian telah mati’, diniyatkan untuk pemimpin mereka yang pada zaman terdahulu. Para ulama yang berpendapat demikian menta’wilkan kisah Ibrohim, Yusuf, dan yang semisalnya adalah kalimat-kalimat diplomatis, wallohu a’lam. Adapun berbohongnya suami pada istrinya dan juga sebaliknya maka maksudnya adalah menampakkan kasihsayang, janji yang tidak mengharuskan terlaksana, dan yang seperti itu, adapun tipu muslihat untuk mencegah kewajiban suami atau istri, atau mengakui apa yang tidak dimiliki oleh suami atau istri maka ini adalah harom menurut kesepakatan kaum muslimin. Wallohu a’lam.

Kesimpulan:

  • Hukum asal berbohong adalah harom.
  • Pengecualian itu pada kasus tertentu dengan ungkapan yang tidak jelas-jelas berbohong, atau diungkapkan dengan tauriyah untuk suatu kemaslahatan.
Sumber :
http://abukhodijah.wordpress.com/2009/10/24/bolehkah-berbohong

Nasihat Cara Menghentikan Perbuatan Tercela


Nasihat Bijak Ibrahim bin Adham

Suatu hari, seorang sufi bernama Ibrahim bin Adham, didatangi seseorang yang sudah sekian lama hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, korupsi, mendholimi, selalu menipu, dan tak pernah bosan berzina. Orang ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham, “Wahai Tuan Guru, aku seorang pendosa yang rasanya tak mungkin bisa keluar dari kubangan maksiat. Tapi, tolong ajari aku seandainya ada cara menghentikan semua perbuatan tercela ini ?”

Ibrahim bin Adham menjawab, “Kalau kamu bisa selalu berpegang pada lima hal ini, niscaya kamu akan terjauhkan dari segala perbuatan dosa dan maksiat.

Pertama, Jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka usahakanlah agar Allah jangan melihat perbuatan itu.”

Orang itu terperangah, “Bagaimana mungkin, Tuan Guru, bukanlah Allah selalu melihat apa saja yang diperbuat oleh siapapun? Allah pasti tahu walaupun perbuatan itu dilakukan dalam kesendirian, di kamar yang gelap, bahkan di lubang semut pun.”

“Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa dan maksiatmu itu adalah tetanggamu, kawan dekatmu, atau orang yang kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatan-mu? Lalu, mengapa terhadap Allah kamu tidak malu, sementara Dia melihat apa yang kamu perbuat?”. Orang itu lalu tertunduk dan berkata, “Katakanlah yang kedua, Tuan Guru !”

Kedua, Jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka jangan pernah lagi kamu makan rezeki Allah.” Pendosa itu kembali terperangah, “Bagaimana mungkin, Tuan Guru, bukan-kah semua rezeki yang ada di sekeliling manusia adalah dari Allah semata ? Bahkan, air liur yang ada di mulut dan tenggorokanku adalah dari Allah jua.”

Ibrahim bin Adham menjawab,”Wahai anak muda, masih pantaskah kita makan rezeki Allah sementara setiap saat kita melanggar perintah-Nya dan melakukan larangan-Nya? Kalau kamu numpang makan kepada seseorang, sementara setiap saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masih-kah kamu punya muka untuk terus makan darinya?” “Sekali-kali tidak ! Katakanlah yang ketiga, Tuan Guru.”

Ketiga,Kalau kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, janganlah kamu tinggal lagi di bumi Allah.” Orang itu tersentak, “ Bukankah semua tempat ini adalah milik Allah, Tuan Guru? Bahkan, segenap planet, bintang, dan langit adalah milik-Nya juga?”

Ibrahim bin Adham menjawab,”Kalau kamu bertamu ke rumah seseorang, numpang makan dari semua miliknya, akan-kah kamu cukup tebal muka untuk melecehkan aturan-aturan tuan rumah itu, sementara dia selalu tahu dan melihat apa yang kamu lakukan?”

Orang itu kembali terdiam, air mata menetes perlahan dari kelopak matanya lalu berkata,”Katakanlah yang keempat, Tuan Guru.”.

Keempat, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu sebelum kamu bertobat, tolaklah ia dan janganlah mau nyawamu dicabut.”

“Bagaimana mungkin, Tuan Guru ? Bukankah tak seorangpun mampu menolak datangnya malaikat maut?”

Ibrahim bin Adham menjawab,”Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih jua berbuat dosa dan maksiat? Tidakkah terpikir olehmu, jika suatu saat malaikat maut itu datang justru ketika kamu sedang mencuri, menipu, berzina, dan melakukan dosa lainnya?” Air mata menetes semakin deras dari kelopak mata orang tersebut, kemudian dia berkata, “ Wahai Tuan Guru, katakanlah hal yang kelima.”

Kelima, Jika kamu masih akan berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawamu justru ketika sedang melakukan dosa, maka janganlah mau kalau nanti malaikat Malik akan memasukkanmu ke dalam neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu bisa bertobat dan menambal dosa-dosamu itu.”

Pemuda itupun berkata,”Bagaimana mungkin seseorang bisa minta kesempatan hidup lagi, Tuan Guru? Bukankah hidup hanya sekali ?”

Ibrahim bin Adham pun lalu berkata,”Karena hidup itu hanya sekali anak muda, dan karena kita tak pernah tahu kapan maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat pasti akan kita pertanggungjawabkan di akherat kelak, apakah kita masih akan menyia-nyiakan hidup ini hanya untuk menumpuk dosa dan maksiat?”

Pemuda itu pun langsung pucat, dan dengan suara parau menahan ledakan tangis dia menghiba,”Cukup, Tuan Guru. Aku tak sanggup lagi mendengarnya.” Lalu, dia pun beranjak pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Dan sejak saat itu, orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah yang jauh dari perbuatan-perbuatan tercela.

Dikutif : Bimbingan Spritual 5+

Kamis, 25 November 2010

TIDAK mau SHOLAT berarti SOMBONG


Sahabat Hikmah…

Sholat adalah perintah Allah untuk menghamba kepada-Nya.

Sholat adalah perintah Allah untuk bersyukur kepada-Nya.

Sholat adalah ukuran hamba yang beriman dan bertakwa.



”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak.

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.”

(QS Al Kautsar :1-2)



Sholat adalah mengagungkan Allah, diri ini kecil.

Tidak mau sholat ….?

Apakah dia lebih agung dari Allah,

yang telah memerintahkan sholat ?



Sholat adalah memuji Allah, diri ini nista.

Tidak mau sholat ….?

Apakah dia lebih terpuji daripada Allah,

yang bertasbih dan bertahmid apa yang di langit dan di bumi ?





Sholat adalah memohon petunjuk kepada Allah, diri ini tak tahu arah.

Tidak mau sholat ….?

Apakah dia lebih tahu daripada Allah,

yang Maha Tahu atas segala sesuatu.



Sholat adalah memohon ampun kepada Allah atas segala dosa.

Tidak mau sholat ….?

Apakah dia bebas dari dosa,

sehingga tidak butuh ampunan-Nya ?



Sholat adalah meminta kepada Allah, diri ini fakir.

Tidak mau sholat ....?

Apakah dia lebih kaya daripada Allah,

yang memiliki semua yang ada ?



Sholat adalah tunduk dan taat kepada Allah, diri ini tak berkuasa.

Tidak mau sholat ....?

Apakah dia lebih berkuasa daripada Allah,

yang semuanya ada di Tangan-Nya?



Sholat adalah ruku’ dan sujud kepada Allah, diri ini hina.

Tidak mau sholat ....?

Apakah dia lebih mulia dari pada Allah,

yang bertasbih apa yang di langit dan di bumi?



Sholat adalah bersyukur kepada Allah, diri ini papa.

Tidak mau sholat ....?

Apakah dia telah mencukupi dirinya sendiri,

selain pemberian dari Allah ?



Sholat adalah penghormatan kepada Allah.

Tidak mau sholat....?

Apakah dia lebih terhormat daripada Allah,

yang kemulian-Nya diakui seluruh makhluk-Nya ?





Sholat adalah perlindungan kepada Allah dari api neraka.

Tidak mau sholat....?

Apakah dia akan aman dari siksa neraka,

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,

dan penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras ?





Dan makhluk Allah yang di langit dan bumi, semuanya sholat

Mereka bertasbih, bertahmid, sujud dan mengangungkan-Nya



”Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya berTASBIH apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) SHOLAT dan TASBIHnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS An Nur : 41)



”Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan berTASBIH dengan MEMUJI-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti TASBIH mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Isra’:44)



"Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah berSUJUD apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gu-nung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan seba-gian besar daripada manusia?" (QS Al-Hajj: 18)



Hanya sebagian jin dan manusia yang ANGKUH dan SOMBONG

yang tidak mau melakukan sholat,

yang tidak mau mengagungkan Allah,

yang tidak mau memuji Allah,

yang tidak mau memohon petunjuk kepada Allah,

yang tidak mau memohon ampun kepada Allah,

yang tidak mau meminta kepada Allah,

yang tidak mau tunduk dan taat kepada Allah,

yang tidak mau ruku’ dan sujud kepada Allah,

yang tidak mau bersyukur kepada Allah,

yang tidak mau menghormat kepada Allah,

yang tidak mau berrlindung kepada Allah dari api neraka.



Iblis diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Adam,

Dia enggan dan takabur, karena merasa lebih baik dari Adam



Manusia diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Allah

Bila dia enggan dan takabur, apakah dia merasa lebih baik dari Allah ?





Firman Allah:

”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan SOMBONG, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS Al Israa’ :37)



Sabda Rasul :

”Tidak akan masuk surga siapa yang di dalam hatinya ada kesombongan walau seberat debu.” (HR Muslim)



Hukum orang yang tidak mau sholat:



Allah benci dengan orang yang sombong, dan Rasul diperintahkan untuk memerangi orang-orang yang sombong, sebagaimana sabdanya dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:



أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ



“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka (1) bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, (2) menegakkan SHOLAT, (3)menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haq Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 75 dan Muslim no. 21)



Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Saya mendengar Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:



إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ



“Sungguh yang memisahkan antara seorang laki-laki (baca: muslim) dengan kesyirikan dan kekufuan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)



Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authar (1/403), “Hadits ini menunjukkan bahwa meninggalkan shalat termasuk dari perkara yang menyebabkan terjadinya kekafiran.”



Syaikhul Islam Ibnu Taimiah juga menerangkan perbedaan antara kata ‘al-kufru’ (memakai ‘al’) dengan kata ‘kufrun’ (tanpa ‘al’). Dimana kata yang pertama (yang memakai ‘al’/makrifah) bermakna kekafiran akbar yang mengeluarkan dari agama, sementara kata yang kedua (tanpa ‘al’/nakirah) bermakna kafir asghar yang tidak mengeluarkan dari agama. Sementara dalam hadits di atas dia memakai ‘al’. (lihat Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim hal. 70)



Buraidah -radhiallahu anhu- berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:



الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ



“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat, karenanya barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir.” (HR. At-Tirmizi no. 2621, An-Nasai no. 459, Ibnu Majah no. 1069 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4143)



Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, “Yang dimaksud dengan kekafiran di sini adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara orang orang mu’min dan orang orang kafir, dan hal ini bisa diketahui secara jelas bahwa aturan orang kafir tidak sama dengan aturan orang Islam. Karena itu, barang siapa yang tidak melaksanakan perjanjian ini maka dia termasuk golongan orang kafir.”



Dari Abdullah bin Syaqiq Al-Uqaili -rahimahullah- dia berkata:



كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرَوْنَ شَيْئًا مِنْ الْأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ



“Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpendapat mengenai sesuatu dari amal perbuatan yang mana meninggalkannya adalah suatu kekufuran melainkan shalat.” (HR. At-Tirmizi no. 2622)



Itulah mengapa dalam peperangan, orang yang menyerah dan masuk islam belum diakui, sebelum mendirikan sholat dan membayar zakat.



" Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan mereka untuk berjalan. sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( QS At Taubah : 5 ).



”Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS At Taubah : 11)



Itulah mengapa, pada masa Rasulullah dan sahabat semua muslim mendirikan shalat di masjid, termasuk orang munafik, walaupun dengan malas.



Alloh Ta'ala berfirman, yang artinya :" Sesungguhnya orang orang munafik itu menipu Alloh dan Alloh akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' ( dengan sholat ) dihadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Alloh kecuali sedikit sekali." (An Nisa: 142)



Rasulullah bersabda : Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya (berjamaah di masjid) sekalipun dengan merangkak” [HR Al-Bukhari dan Muslim]



Dan shalat adalah kunci surga, tidak shalat ya masuk neraka, yaitu neraka SAQAR, Allah Ta'ala berfirman, yang artinya : " Apakah yang memasukkan kamu kedalam saqar ( neraka ) ?" mereka menjawab," Kami dahulu tidak termasuk orang orang yang mengerjakan shalat." ( Al Mudatsir: 42-43 ).



Wallahu a’lam bi showab



O.F.A

Minggu, 21 November 2010

Larangan Banyak Bertanya Tanpa Adanya Keperluan



Diwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw. bersabda, “Tinggalkanlah sesuatu yang tidak aku anjurkan kepada kamu. Karena sesungguhnya kebinasaan umat terdahulu ialah karena mereka banyak bertanya dan selalu menyelisihi Nabi mereka. Jadi, apabila aku perintahkan sesuatu kepada kamu, maka lakukanlah semampu kamu. Dan apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka ditinggalkanlah!” (HR Bukhari [7288] dan Muslim [1337]).

Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah r.a., dari Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya, Allah telah mengharamkan atas kalian durhaka terhadap ibu bapak, [1] mengubur hidup-hidup (membunuh) anak perempuan, [2] menahan harta sendiri dan terus meminta kepada orang lain.[3] Dan Allah membenci atas kamu tiga perkara; Qiila wa qaala[4], banyak bertanya [5], dan membuang-buang harta,[6] ” (HR Bukhari [1477] dan Muslim [1715]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, ‘Sesungguhnya, Allah meridhai tiga perkara atas kalian dan membenci tiga perkara. Allah ridha kalian hanya menyembah-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain, berpegang dengan tali Allah dan tidak bercerai-berai.[7] Dan ia membenci qiila wa qaala, banyak bertanya dan membuang-buang harta’.” (HR Muslim [1715]).

Kandungan Bab:

Al-Hafizh Ibnu Rajah al-Hanbali berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (Halaman 138-140 al-Muntaqa), “Hadits-hadits ini berisi larangan bertanya masalah-masalah yang tidak diperlukan dan jawabannya dapat merugikan si penanya sendiri. Misalnya pertanyaan, Apakah ia berada dalam Neraka ataukah dalam Surga? Apakah yang dinisbatkan kepadanya itu benar ayahnya ataukah orang lain? Dan juga larangan bertanya untuk menentang, bercanda atau memperolok-olok, seperti yang sering dilakukan oleh kaum munafikin dan lainnya. Mirip dengannya adalah mempertanyakan ayat-ayat Al-Qur’an dan memprotesnya untuk menentangnya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum musyrikin dan Ahli Kitab. ‘Ikrimah dan ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan masalah ini. Dan hampir mirip dengannya adalah bertanya tentang perkara-perkara yang Allah sembunyikan atas makhluk-Nya dan tidak memperlihatkannya kepada mereka. Seperti bertanya tentang bila terjadi hari Kiamat dan tentang ruh.”

Hadits tersebut juga berisi larangan banyak bertanya tentang sejumlah besar masalah halal dan haram yang dikhawatirkan pertanyaan tersebut menjadi sebab turunnya perkara yang lebih berat lagi. Misalnya bertanya tentang sejumlah besar perkara halal dan haram yang bisa menjadi turunnya perkara yang lebih berat dari sebelumnya. Misalnya bertanya tentang kewajiban haji, apakah wajib dikerjakan setiap tahun ataukah tidak?

Dalam kitab ash-Shahiih diriwayatkan dari Sa’ad r.a., dari Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya, kejahatan yang paling besar yang dilakukan oleh seorang Muslim terhadap kaum Muslimin adalah yang bertanya tentang suatu perkara yang belum diharamkan, lalu menjadi haram karena pertanyaannya itu,” (HR Bukhari [7289] dan Muslim [2358]).

Rasulullah saw. tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan kecuali yang berasal dari kaum Arab Badui dan para utusan yang datang menemui beliau. Beliau ingin mengambil hati mereka. Adapun kaum Muhajirin dan Anshar yang bermukim di Madinah yang telah kokoh keimanannya dalam hati, mereka dilarang banyak bertanya. Sebagaimana disebutkan dalam Shahiih Muslim dari an-Nawaas bin Sam’an, ia berkata: “Aku tinggal bersama Rasulullah saw. di Madinah, tidaklah ada yang menghalangiku hijrah ke Madinah kecuali karena takut akan banyak bertanya. Karena itu ketika kami telah berhijrah, maka kami tidak banyak bertanya kepada beliau.” (HR Muslim [2553]).

Diriwayatkan juga dari Anas bin Malik r.a., ia berkata, “Kami dilarang bertanya tentang sesuatu kepada Rasulullah saw. Sungguh kami amat suka bila ada seorang lelaki yang cerdas dari kalangan Arab Badui datang dan bertanya kepada beliau lalu kami mendengarnya.” (HR Muslim [12]).

Para Sahabat Nabi kadang kala bertanya kepada Nabi tentang hukum beberapa masalah yang belum terjadi. Namun untuk diamalkan nantinya apabila benar-benar terjadi. Sebagaimana halnya mereka pernah bertanya, “Kami akan menghadapi musuh esok hari, kami tidak membawa pisau, lalu bolehkah kamu menggunakan ruas kayu yang tajam?” (HR Bukhari [2488] dan Muslim [1968]).

Mereka juga bertanya tentang umaraa’yang telah beliau sebutkan akan muncul sepeninggal beliau, tentang mentaati mereka dan hukum memerangi mereka. Hudzaifah r.a. bertanya kepada beliau tentang fitnah-fitnah akhir zaman dan apa yang harus ia lakukan.

Semua itu menunjukan makruh dan tercelanya banyak bertanya. Namun sebagian orang beranggapan bahwa larangan itu khusus bagi orang-orang yang hidup zaman Nabi saw. karena dikhawatirkan akan diharamkan perkara yang belum diharamkan atau diwajibkan perkara yang sulit dikerjakan. Namun setelah Rasulullah saw wafat kekhawatiran itu telah sirna. Namun perlu diketahui bahwa bukan itu saja sebab larangan banyak bertanya. Ada sebab lainnya, yaitu menunggu turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, karena tidak satupun perkara yang ditanyakan melainkan telah didapati penjelasannya dalam Al-Qur'an.

Maknanya, seluruh perkara yang dibutuhkan kaum Muslimin yang berkaitan dengan agama mereka pasti telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan pasti telah disampaikan oleh Rasulullah saw. Oleh karena itu tidak ada keperluan bagi seseorang untuk menanyakannya lagi. Sebab Allah Mahatahu apa yang menjadi kemaslahatan bagi hamba-Nya, Mahatahu apa yang menjadi hidayah dan manfaat bagi mereka. Allah pasti telah menjelasakannya kepada mereka sebelum mereka menanyakannya. Sebagaimana yang Allah swt katakan dalam firman-Nya, “Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat,” (An-Nisaa’: 176).

Maka dari itu, tidak perlu lagi menanyakan, apalagi menanyakannya sebelum terjadi dan sebelum dibutuhkan. Namun kebutuhan yang penting sekarang ini adalah memahami apa yang telah dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kemudian mengikuti dan mengamalkannya.

--------------------------------------

[1] Durhaka terhadap orang tua haram hukumnya, bahkan termasuk salah satu dosa besar menurut kesepakatan para ulama. Rasulullah saw hanya menyebutkan ibu di sini karena hak dan kehormatannya lebih besar daripada bapak. Menyambung tali silaturrahim dengannya tentu lebih utama.

[2] Yakni, mengubur mereka hidup-hidup, ini merupakan adat tradisi kaum Jahiliyyah.

[3] Man’un wa haatun artinya, tidak menunaikan kewajiban dan terus meminta apa yang bukan haknya.

[4] Yakni, menceritakan seluruh perkara yang didengarnya yang tidak ia ketahui kebenarannya dan juga tidak menurut dugaan kuatnya. Cukuplah seorang disebut berdosa dan berdusta apabila ia menyampaikan seluruh perkatan yang didengarnya.

[5] Yakni, banyak bertanya dan menanyakan perkara-perkara yang belum terjadi dan tidak ada keperluannya.

[6] Yakni, bersikap mubazir dan membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak disyari’atkan yang dapat membawa keuntungan (manfaat) dunia dan akhirat.

[7] Yaitu, berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya saw. Serta tetap bersama jama’ah kaum Muslimin dan saling bersatu padu satu sama lainnya. Ini merupakan salah satu inti dan tujuan syari’at.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/215 - 219.

Oleh: Fani

Kamis, 18 November 2010

~ DOA-DOA PILIHAN~


~DOA MOHON PERLINDUNGAN DARI BANYAK HUTANG~

Allahumma inni a'uudzubika minal hammi wal hazani wa 'auudzubika minal 'ajzi wal kasali wa a'udzubika minal jubni wal bukhli wa 'auudzubika min gholabatid daini wa qohrir rijaali.

~ artinya :"Wahai Allah , aku berlindung kepada Mu dari kesusahan dan kedukaan, dari lemah kemauan dalam kemalasan , dari sifat pengecut dan bakhil dari banyak hutang dan kezaliman manusia ". . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

~DOA MEMINTA CAHAYA~


Allahummaj'al fii qalbii nuuran wa fii lisaanii nuuraan wa fii basyarii nuuraan wa fii sam'ii nuuraan wa 'an yamiinii nuuraan wa 'an yasaarii nuuraan wa min fauqii nuuraan wa min tahtii nuuraan wa min amaa mii nuuraan wa min khalfii nuuraan waj'al lii fii nafsii nuuraan wa a'dhzim lii nuuraan

~ artinya : Ya Allah jadikanlah pada hatiku cahaya. Pada lisan (lidahku) satu cahaya. Pada mataku satu cahaya. Pada telingaku satu cahaya. Disebelah kananku satu cahaya. Disebelah kiriku satu cahaya. Didepanku satu cahaya. Dibelakangku satu cahaya. Dan jadikanlah pada diriku satu cahaya dan Perbesarkanlah untukku satu cahaya (HR Bukhari Muslim)


~DOA KELUARGA SAKINAH~:

Rabbana Hab Lanaa Min Azwaajinaa Wadzurriyaatiina Qurrata A'Yunin waj'alnaa lilmuttaqiina Imaamaa
~artinya : "Ya Tuhan kami Berikanlah kepada kami istri/suami dan anak keturunan yang menyejukkan mata dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.


~DOA RUMAH BERKAH ~:

Rabbi andzilnii Mundzalammubaa rakawwanta khairulmundziliin
~Artinya :" Ya Tuhan kami ! Tempatkanlah kami di tempat yang penuh dengan keberkahan, sesungguhnya Engkau sebaik-baik yang menempatkan.


~DOA MENGHADAPI BAHAYA / ANCAMAN~

Laa ilaaha illa anta subhaanaka inni kuntu minazh zhalimiin.
Bismillahil ladzii la yadhurru Ma'asmihi syaiun fil ardhi walaa fissamaa'i wahuas samii'ul 'alim.
~Artinya : Tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Maha suci Engkau Ya Allah , sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang sering berbuat zalim.
Dengan menyebut nama Allah , yang dengan kebesaran namaNya, tidak akan ada sesuatu yang dapat membahayakan , baik yang berada di bumi maupun di langit, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.


~DOA AGAR DITETAPKAN HATI ( Tidak tergelincir hati setelah diberi petunjuk oleh Allah)~

Rabbana laa Tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaitanaa wahab lanaa min ladunka Rahmatan innaka antal wahhab

~Artinya : Ya Tuhan kami Janganlah engkau gelincirkan hati kami setelah Engkau tunjukkan jalan yang benar kepada kami, dan berikanlah kepada kami dari sisi-Mu Rahmat kasih sayang, sesungguhnya Engkau Maha memberi ( Ali Imran : 8)


~DOA MOHON REZEKI~i

"Allaahumma rabbanaa anzil 'alaynaa maaidatan minas samaa-i takuunu lanaa 'ildan li-awwalinaa wa-aakhirinaa wa-aayatan minka warzugnaa wa anta khayrur raaziqiina.

Artinya:
"Ya Allah, ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit, (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami dan bagi orang-orang yang datang sesudah kami, dan (turunkanlah ) tanda kekuasaan-Mu dan berilah rezeki kepada kami, karena Engkau-lah sebaik-baik pemberi rezeki." (Qs. Al Maidah : 114)


~DOA SELAMAT~

Allaahumma innaa nas-aluka salaamatan fiddiini, wa’aafiyatan fil jasadi, wa ziyaadatan fil ‘ilmi, wa barakatan fir-rizqi, wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal mauti.
Allaahumma hawwin ‘alainaa fii sakaraatil mauti, wannajaata minan-naari, wal ‘afwa ‘indal hisaabi.
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz-hadaitanaa wahab lanaa min ladunka rahmatan innaka antal-wahhab.
Rabbanaa aatinaa fid-dun-yaa hasanatan, wa fil aakhirati hasanatan, wa qinaa ‘adzaaban-naari.

~Artinya :
Ya Allah, kami mohon kepada-Mu akan keselamatan dalam agama, kesehatan dalam badan, bertambah dalam ilmu, keberkatan dalam rejeki, taubat sebelum mati, rahmat ketika mati, dan ampunan sesudah mati.
Ya Allah, ringankanlah kami ketika sakratul maut, dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka, dan memdapat ampunan di hari perhitungan amal.
Ya Allah Tuhan kami, janganlah Engkau sesatkan kami sesudah mendapat petunjuk, berilah kami rahmat dari sisi-Mu. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemurah.
Ya Allah Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.


1.~ DOA MENDAPATKAN JODOH ~

"Rabbana hablana min azwaajina, wa dzurriyyatina qurrata a'yuniw, waj'alna lil muttaqiena imaamaa."

Artinya:
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami jodoh [2] kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang2 yang bertakwa." (QS 25:74)



2.~ DOA AGAR DIMUDAHKAN MENDAPATKAN JODOH ~

“ROBBI LAA TADZARNI FARDAN WA ANTA KHOIRUL WAARITSIN”.

Artinya:
“Ya Allah janganlah engkau tinggalkan aku seorang diri dan engkau sebaik2nya dzat yang mewarisi”.



3.~ DOA BAGI LAKI-LAKI YANG BERHARAP JODOH~

“ROBBI HABLII MILLADUNKA ZAUJATAN THOYYIBAH AKHTUBUHA WA ATAZAWWAJ BIHA WATAKUNA SHOOHIBATAN LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH”.

Artinya:
“Ya Robb, berikanlah kepadaku istri yang terbaik dari sisi-Mu, istri yang aku lamar dan nikahi dan istri yang menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia dan akhirat”.



4. ~ DOA BAGI WANITA YANG BERHARAP JODOH~


“ROBBI HABLII MILLADUNKA ZAUJAN THOYYIBAN WAYAKUUNA SHOOHIBAN LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH”.

Artinya:
“Ya Robb, berikanlah kepadaku suami yang terbaik dari sisi-Mu, suami yang juga menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia & akhirat”.


5. ALLAAHUMMAFTAHLII HIKMATAKA WANSYUR ‘ALAYYA MIN KHOZAA INI ROHMATIKA YAA ARHAMAR-ROOHIMIIN”.

Artinya:
“Ya Allah bukakanlah bagiku hikmah-Mu dan limpahkanlah padaku keberkahan-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dan Penyayang”.


6. "ROBBI INNII LIMAA ANZALTA ILAYYA MIN KHOIRIN FAQIIR".

Artinya:
Ya Robb, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (Q.S. 28 : 24)


7. “HASBUNALLOOH WANI’MAL WAKIIL NI’MAL MAULA WANI’MAN NASHIIR”.

Artinya:
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung, Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong". (Q.S. 3 : 173 & 8 : 40).


8. “ROBBANAA HABLANAA MIN AZWAAJINAA WADZURRIYYAATINAA QURROTA A’YUN WAJ ‘ALNAA LIL MUTTAQIINA IMAAMAA”.

Artinya:
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri2 kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang2 yang bertakwa”. (Q.S. 25 : 74)



~ DOA AGAR MENINGGAL DALAM KEADAAN KHUSNUL KHATIMAH~


اَللّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِاْلاِسْلاَمِ وَاخْتِمْ لَنَا بِاْلاِيْمَانِ وَاخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ

“Ya Alloh, akhirilah hidup kami dengan islam, akhirilah hidup kami dengan membawa iman, akhirilah hidup kami dengan husnul khotimah”



1.~ DOA MENOLAK BENCANA~-1

Laa ilaaha illalaahul kariimul 'azhiimu. Subhaanahu tabaarakalaahu rabbul 'arsyil 'azhiimi.
Alhamdulillaahi rabbil 'aalamiina. Allaahumma rabbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanatan wa fil
aakhirati hasanatan wa qinaa 'adzaaban naari.

Artinya : Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Maha Suci Dia, Maha
Berkat Allah Tuhannya 'arasy yang agung. Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. (HR.
Nasa'i) Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat.
Lindungilah kami dari siksa neraka.
(HR. Bukhari dan Muslim)

2.~ DOA MENOLAK BENCANA ~

Allahummaksyif anna minal balaa-i wal wabaa-i wal ghalaa-i wal qanthi wa jamii'il amraadhi wa mautil fuj-ati wath thaa'uuni maa laa yaksyifu ghyruka.

Artinya : Ya Allah , singkirkanlah dari kami bala', penyakit , mahalnya harga, kelaparan, tha'un dan mati mendadak, yang kesemuannya itu tidak ada yang bisa menyingkirkan kecuali Engkau.

Sumber : Doa-Doa Pilihan dan sumber lainnya

Yakinilah Engkau Akan Datang Sendiri-Sendiri


Tak ada yang akan dapat menolong kita kelak. Siapapun. Semuanya sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Mereka sudah tidak ada lagi kesempatan memikirkan orang lain. Seorang ayah tidak lagi dapat menolong anaknya, isterinya, saudaranya, dan sebaliknya. Semuanya harus sendiri-sendiri. Ketika menghadap Rabbul Alamin. Inilah kehidupan di akhirat, kelak.

Orang-orang yang terbiasa dengan pertolongan orang lain, ketika masih di dunia, pasti akan kecewa di akhirat. Tidak mungkin lagi dapat mengharapkan bantuan dari orang lain, yang selama di dunia sering menolongnya. Tidak ada tempat bergantung. Semuanya manusia yang menjadi tempat gantungannya putus. Semuanya tak berarti apa-apa. Di akhirat nanti manusia hanya dapat bergantung dengan amalannya selama di dunia. Itulah satu-satu tempat bergantung.

Manusia akan mengeluh, bersedih, dan menderita, yang sifatnya kekal. Mereka akan menerima musibah, bencana, dan hukuman, semuanya bagian dari kehidupannya di dunia. Seperti digambarkan dalam surah al-Waqi’ah, bagi golongan ‘kiri’ (ashabul syimal), yang akan menerima ‘raport’ (cataran) kehidupannya selama di dunia dengan wajah yang sangat masam, sedih.

Gambaran bagi orang-orang yang menolak agama Allah, mendustakan, dan berbuat durhaka. Di dunia tak merasakannya. Mereka hidup dengan gantungan orang-orang yang dianggap kuat, memberikan perlindungan, kebahagiaan, dan serba lengkap dan melengkapi kebutuhan dan keinginan hidupnya, sampai tidak lagi mempercayai Rabbul Alamin.

Tidak guna lagi menangis. Bersedih. Meratap dengan nada yang pilu. Akibat dari apa yang sudah diperbuatnya selama hidup di dunia. Mereka sangat asyik dengan kehidupan dunia. Penuh dengan tawa. Lalai kewajibannya. Lalai akan nikmatnya. Lalai akan pemberian yang diberikan Rabbul Alamin. Merasa segala yang didapatkan adalah hasil pribadinya. Karena itu tak pernah merasa besyukur. Naluri hidupnya hanyalah mengikuti hawa nafsunya. Tiba-tiba mereka harus mempertanggungjawabkan segala apa yang sudah diperbuat selama di dunia. Sendiri-sendiri.

Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Kamu menangis atau tidak sama saja. Demi Allah yang menggenggam jiwaku, hai Jabir, para malaikat terus menaungi ayahmu dengan sayap mereka mengangkatnya. Demi Allah yang menggenggam jiwaku, hai Jabir sungguh Allah berbicara dengan ayahmu tanpa perantara. Dia berfirman : “Berharaplah!” Dia berkata : “Saya berharap Engkau mengembalikan saya ke dunia agar terbunuh lagi di jalan-Mu”. Allah berfirman ; “Tapi Aku telah menetapkan bahwa yang mati tidak daspat kembali ke dunia lagi. Berharaplah (yang lain)!” Dia berkata : “ Saya berharap Engkau ridho kepadaku sebab saya telah ridha kepada-Mu. Allah berfirman : “Aku telah memberi keridhaan-Ku kepadamu. Aku tidak akan murka kepadamu selamanya”.

Di akhirat nanti hanyalah orang-orang yang mendapatkan ridha-Nya yang akan mendpatkan kebahagiaan. Bukan manusia-manusia yang selama hidupnya mencari ridha manusia. Menjadikan manusia sebagai sesembahan. Menjadikan manjusia tempat bergantung dan meminta pertolongan. Manusia yang telah menempatka manusia lainnya, sebagai sesembahan dan tempat bergantung hidupnya, dia tidak akan pernahmendpatkan ridha dan ridha dari Allah Rabbul Alamin, kelak.

Mereka hanyalah orang-orang yang menyesali hidupnya, kelak. Mereka tidak lagi dapat bertemu dan mendapatkan pertolongan dari orang-orang yang dahulunya di dunia telah memberikan mereka pertolongan. Masing-masing orang hanya akan mempertanggungjawabkan sesuai dengan amalnya. Sebesar apapun kekuasaan manusia di dunia, yang disangka oleh manusia lainnya, yang dianggap dapat memberikan pertolongan dan perlindungan itu, hanyalah akan menjadi sia-sia dihadapan Allah Rabbul Alamin.

Maka Allah Ta’ala berfirman :

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tiadk meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui”. (QS. Al-Imran [3] : 135)

Ingatlah ketika kelak menghadap Rabbul Alamin Yang Maha Agung, setiap manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Maka ketika menyadari telah menyimpang dari jalan yang telah ditetapkan Rabb, segeralah memohon ampun, dan bertaubat.

Wallahu’alam.

oleh Mashadi


Selasa, 02 November 2010

Suka Membodohkan Orang, Tanda Ilmu Tak Bermanfaat

Seyogyanya kita selalu melihat ke dalam diri kita sendiri dan tidak sibuk menghakimi orang lain

Hidayatullah.com--Suatu saat beberapa sahabat Al Hasan Al Bashri menyebutkan beberapa definisi tawadhu’, namun beliau diam saja. Saat definisi semakin banyak disebut, beliau mengatakan,”Aku menilai kalian telah banyak menyebut apa itu tawadhu’.”

Akhirnya mereka balik bertanya, “Apa tawadhu’ itu menurut Anda?”

Al Hasan Al Bashri menjawab, “Seorang keluar dari rumahnya, maka ia tidak bertemu seorang Muslim, kecuali mengira bahwa yang ditemui itu lebih baik dari dirinya.” (Az Zuhd, hal. 279)

Apa yang disebutkan Al Hasan Al Bashri mirip dengan nasihat Imam Al Ghazali mengenai tawadhu’. Beliau mengetakan,”Janganlah engkau melihat kepada seseorang kecuali engkau menilai bahwa ia lebih baik darimu. Jika melihat anak kecil, engkau mengatakan,’Ia belum bermaksiat kepada Allah sedangkan aku telah melakukannya, maka ia lebih baik dariku’. Jika melihat orang yang lebih tua, engkau mengatakan, ‘Orang ini telah melakukan ibadah sebelum aku melakukannya, maka tidak diragukan bahwa ia lebih baik dariku.’ Dan jika ia melihat orang alim (pandai), maka ia berkata,’Ia telah diberi Allah ilmu lebih dibanding aku dan telah sampai pada derajat yang aku belum sampai kepadanya.’ Kalau ia melihat orang bermaksiat, ia berkata, “Ia melakukannya karena kebodohan, sedangkan aku melakukannya dan tahu bahwa perbuatan itu dilarang. Maka, hujjah Allah kepadaku akan lebih kuat.’” (Maraqi Al Ubudiyah, hal. 79)

Maka seyogyanya kita selalu melihat ke dalam diri kita sendiri dan tidak sibuk menghakimi orang lain, karena disamping bisa jadi sebenarnya mereka lebih baik dari kita, hal demikian bisa menimbulkan sifat ujub.

Sebab itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan,” Jika seorang laki-laki berkata ‘manusia telah celaka’, maka ialah yang paling celaka.” (Riwayat Muslim)

Imam Al Khattabi menjelaskan bahwa kemungkinan orang yang mengatakan demikian menimbulkan sifat ujub kepada dirinya dan menilai bahwa pada manusia sudah tidak terdapat sifat kebaikan. Dan merasa bahwa dirinya lebih baik dari mereka. Maka pada hakikatnya, orang ini telah celaka. (lihat, Al Adzkar, hal. 574)

Imam Malik pun berpendapat bahwa kalau pelakunya mengatakan hal demikian karena ujub dan meremehkan manusia terhadap dien mereka, maka itu hal yang dibenci dan yang terlarang. Namun jika mengatakannya karena merasa prihatin, maka hal itu tidak mengapa. (lihat, Al Adzkar, hal. 575)

Tanda-tanda Ilmu Bermanfaat

Salah satu hal yang menyebabkan seseorang rawan kehilangan sifat tawadhu’nya adalah ilmu yang dimiliki. Karena merasa memiliki ilmu, terkadang seseorang dengan mudah membodoh-bodohkan manusia. Sebab itulah Al Hafidz Ibnu Rajab dalam karya beliau, Fadhl Ilmi As Salaf ala Ilmi Al Khalaf, memberi penekanan khusus tentang hal ini.

Beliau mengatakan, ”Adapun tanda-tanda ilmu tidak bermanfaat adalah, seseorang tidak memiliki kesibukan kecuali takabbur dengan ilmunya di hadapan manusia. Dan menunjukkan kelebihan ilmunya kepada mereka. Serta merendahkan meraka, untuk meninggikan posisinya terhadap mereka. Ini merupakah hal yang terburuk dan paling menjijikkan dari yang diperoleh. Bisa jadi ia menisbatkan para ulama sebelumnya sebagai dengan kebodohan, kelalaian dan kealphaan.”

Kemudian beliau mengatakan, ”Adapun tanda-tanda ilmu bermanfaat adalah suudzan terhadap diri sendiri dan husnudzan terhadap para ulama sebelumnya. Mengakui dalam hati dan jiwa terhadap kelebihan para ulama sebelum mereka dibanding dirinya dan ketidakmampuannya menyamai posisi mereka untuk sampai atau mendekati derajat mereka.” (lihat, Shafhat min Shabri Al Ulama, hal. 378)

Mudah-mudahan kita semua dianugerahi sifat-sifat tawadhu’ dan dijauhkan dari sifat-sifat tercela seperti kibr dan ujub, hingga tercatat sebagai dalam golongan orang-orang yang ilmunya bermanfaat. [tho/hidayatullah.com]


Waktumu adalah Umurmu!

Tanda orang yang merugi adalah banyak berkumpul namun tidak untuk menambah ilmu. Banyak berbasa-basi, bercanda, dan banyak bicara
Dari Ibnu 'Abbas ra, Rasulullah bersabda:

وَالْفَرَاغُالصِّحَّةُ:النَّاسِ مِنَ كَثِيْرٌ فِيْهِمَا مَغْبُوْنٌ نِعْمَتَانِ

“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya, nikmat sehat dan waktu luang.” (Riwayat Bukhori). (HR. Bukhori no.6412, At-Tirmidzi no.2304, Ibnu Majah no.4170, Ahmad no. I/258-344), Ad-Darimi no.II/297, Al-Hakim no.IV/306)
Waktu adalah ukuran zaman. Hari-hari yang kita lewati adalah umur kita. Apabila ia berlalu, maka hilanglah bagian dari hidup kita. Waktu adalah karunia terbesar dan paling berharga bagi manusia. Waktu menjadi rahasia berbagai prestasi cemerlang bagi seseorang ketika mampu menatanya dengan seksama.
Mumpung seseorang masih punya kesempatan waktu muda, maka seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Masa muda sebagai waktu emas, saat masih memiliki kekuatan semangat, pikiran masih jernih, kesibukan masih sedikit, dan tekat yang kuat. Sebaliknya pada usia tua, jasad semakin lemah, beban semakin berat, penyakit sering mampir, dan kekuatan pun kian berkurang.
Semua bentuk tindakan, kesungguhan, kekuatan, kemuliaan, kenikmatan, dan pencapaian tujuan adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan ketika badan sehat dan adanya waktu luang. Kewajiban yang seharusnya kita tunaikan teramat banyak, sementara waktu terluang sangat terbatas. Dengan waktu pula, betapa banyak lahan yang bisa diolah, berapa banyak perusahaan yang bisa didirikan, berapa ribu orang yang bisa dibantu dan yayasan yang bisa dikembangkan. Namun betapa banyak pula yang sudah puas dengan sedikit kualitas, sudah bangga dengan amal yang belum ada apa-apanya.
Tidaklah Allah bersumpah dalam al-Quran dengan meggunakan kata waktu, wal-‘ashri, wad-dhuha, wal-laili, bis-syafaqi, wal-fajri, dan sebagainya, kecuali semuanya mengisyaratkan tentang betapa pentingnya waktu. Dimaksudkan agar manusia disiplin penuh perhatian terhadap masa hidupnya.
Waktu yang Allah berikan kepada kita lebih berharga daripada emas karena ia adalah kehidupan itu sendiri. Seorang Muslim tidak pantas menyia-nyiakan waktu luangnya untuk hanya bercanda, bergurau, main-main, dan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Karena ia tidak akan pernah mampu mengganti waktunya yang telah berlalu. Siapa yang mengabaikan waktunya, maka semakin besarlah kerugiannya, sebagaimana kerugian orang sakit, dia merasa rugi kehilangan kesehatan dan kekuatannya.
Seorang Muslim yang pada dirinya terkumpul dua nikmat ini, yakni kesehatan badan dan waktu luang, maka hendaknya menunaikan hak keduanya untuk melakukan ketaatan dan meraih kedekatan kepada-Nya. Tapi jika menyia-nyiakannya maka sebenarnya ia adalah manusia yang tertipu. Sebab, kesehatan akan digantikan dengan sakit dan waktu luang akan digantikan dengan kesibukan. Sebagaimana seorang pedagang yang memiliki modal, yaitu kesehatan dan waktu luang, maka ia tidak boleh menyia-nyiakan modalnya yang ada padanya selain ketaatan kepada Allah.
Seseorang yang memiliki badan yang sehat tanpa menggunakannya untuk tindakan yang berguna dan tidak pula berbuat untuk akhiratnya adalah orang yang merugi. Dalam kenyataan memang kebanyakan manusia tidak menggunakan kesehatan dan waktu luang. Mereka malah membuang usia dan mempermainkan umur. Kadang-kadang manusia juga tidak memiliki waktu luang. Waktunya habis hanya untuk mencari makan dan kebutuhan periuk nasi. Sebaliknya terkadang memiliki waktu luang namun badannya sakit, jiwanya juga sakit, malas, loyo, tidak bergairah yang pada akhirnya berujung pada kebangkrutan.
Seorang Muslim hendaknya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Ia tidak boleh menunda-nunda kesempatan melakukan amal kebaikan.
Diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Umar pernah berkata; "Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu." (HR. Al-Bukhariy no.6416)
Ibnu Qoyyim berkata: ”Ada 4 hal yang dapat merusak hati, yaitu berlebihan dalam berbicara, berlebihan makan, berlebihan tidur, dan berlebihan dalam bergaul.” (Al-fawaid hal 262).
Beliau juga berkata: ”Pintu taufiq tertutup bagi seseorang karena melakukan 6 perkara, yaitu (1) meninggalkan syukur kepada Allah dengan menggunakan karunia bukan pada jalan-Nya, (2) gemar terhadap ilmu namun tidak mau mengamalkannya, (3) menunda-nunda taubat, (4) berteman dengan orang sholih tapi tidak mau meneladani mereka, (5) mengejar-ngejar dunia padahal dunia akan meninggalkannya, (6) berpaling dari akhirat padahal akhirat akan mendatanginya.” (Al-Fawaid)
Ucapan Salaful ummah tentang waktu
Muhammad bin Abdul Baqi’ (535 H) mengatakan: ”Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang pernah berlalu dari umurku untuk main-main dan berbuat sia-sia.” (Siyar A’lamin Nubala’ XX/26)
Imam Hasan Al-bashri mengatakan: “Wahai anak cucu Adam, dirimu sebenarnya adalah hari-harimu yang kau alami, jika harimu berlalu maka berkuranglah sebagian hidupmu, sungguh aku pernah bertemu dengan suatu kaum, mereka lebih mengutamakan, mencintai dan menghargai waktu melebihi dari apa yang kau lakukan terhadap dinar dan dirham.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Aku tidak pernah menyesal atas hari yang berlalu, kecuali ketika matahari terbenam dan usiaku berkurang, tetapi ilmuku tidak bertambah di hari itu.”
Al-Kholil bin Ahmad (160H) mengatakan; “Waktu itu ada tiga bagian, waktu yang sudah berlalu darimu dan tak akan kembali, waktu sekarang yang sedang kau alami dan ia juga akan berlalu darimu, dan waktu yang engkau tunggu yang bisa jadi engkau tidak bakal mendapatkannya.” (Thobaqotul hanaabilah hal.35-36)
Kisah Dawud bin Abi Hindun (139 H) adalah di antara contoh yang mengagumkan. Beliau berkata: “Ketika kecil aku berkeliling pasar. Ketika pulang kuusahakan diriku untuk selalu berdzikir kepada Allah ta’ala hingga tempat tertentu. Jika telah sampai kuusahakan lagi dariku untuk berdzikir kepada Allah hingga tempat selanjutnya…hingga sampai di rumah. Tujuannya agar kugunakan waktu dalam umurku.” (Siyar A’lamin Nubala’ VI/378)
Ibnu Rojab Al-hambali berkata: “Seorang pelajar hendaknya seorang yang cepat dalam berjalan, menulis, membaca ketika makan.” (Thobaqot Al-hanabilah). Terbiasa cepat dalam berjalan maka akan sehat di waktu tuanya, cepat membaca maka akan menghemat waktu belajarnya, sekaligus lebih banyak mendapatkan ilmu.
Contoh Salaful ummah menggunakan waktu
Di dalam perjalanan para ulama’ terdahulu terdapat banyak contoh yang mencengangkan bagaimana mereka menggunakan umurnya yang mampu mendorong kita agar benar-benar menjaga detik-detik ini. Para pendahulu kita dengan keterbatasan dana, teknologi, tidak ada listrik, printer, dan sejenisnya, namun amal mereka tak mampu ditandingi oleh manusia sekarang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berjuang di jalan Allah, menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, melakukan amalan sunnah, berdzikir, bertasbih, beristighfar, mengajar, dan amal-amal ketaatan lainnya.
Abu Bakar Al-Baqilani pernah tidak tidur sebelum menulis sebanyak 35 halaman dari hafalannya. Abu Nashr Al-Farabi tinggal di Damaskus dekat taman dan kolam air. Di sinilah beliau pergunakan untuk menulis kitab-kitabnya. Imam Abu Yusuf sahabat Imam Abu hanifah menjelang detik-detik kematiannya masih sempat membahas masalah fiqh.
Seorang murid dari Al Alusi Al-hafidh, Bahjah Al-Atsari berkata: “Saya teringat bahwa saya tidak datang belajar pada suatu hari karena hujan dan angin kencang. Kami kira Al-Alusi tidak datang mengajar. Keesokan harinya beliau berkata: “Tidak ada kebaikan bagi orang yang terpengaruh oleh panas dan hujan untuk tidak belajar”.
Di antara sikap yang menakjubkan dalam menghargai waktu adalah Ibnu Taimiyah (590 H). Beliau tidak pernah membiarkan waktu berlalu tanpa mengajar, menulis, dan ibadah lainnya. Pada waktu masuk kamar kecil pun beliau meminta seseorang untuk membacakan kitab kepadanya dari luar.
Ibnu Rojab berkata: “Hal ini menunjukkan betapa kuat dan tingginya kecintaan beliau untuk mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu”. Murid beliau, Ibnu Qoyyim menyebutkan bahwa beliau di saat sakitpun masih sempat membaca dan menelaah ilmu. (Roudhotut Tholibin)
Daud At-Tho’i diriwayatkan membaca lima puluh ayat ketika makan roti. Seorang bijak mengatakan;Waktu adalah pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia akan memotongmu. Bila engkau tidak menggunakan waktu yang ada, maka engkau akan celaka layaknya seseorang yang terkena sabetan pedang. Jika kamu tidak menggunakannya dalam kebaikan maka engkau akan dirusak di dalamnya.” (Bahjatus-nufus, Ibnu Abi Jamroh 3/96).
Sarri As-Saqoti ketika didatangi dan dikerumuni oleh orang-orang yang tidak memiliki kepentingan dan hanya berbasa-basi saja, maka dikatakan mereka: “Anda telah dikerumuni oleh orang-orang yang tidak punya tindakan, jika orang yang didatangi lemah maka mereka akan duduk berlama-lama dan akibatnya kerugian waktupun tak terhindarkan. Padahal kalian punya kewajiban-kewajiban yang banyak”.
Imam Amir bin Qois kedatangan seseorang dan mengajaknya untuk duduk-duduk saja, maka dikatakan kepadanya: “Saya akan berbicara denganmu namun tolonglah hentikan matahari terlebih dahulu”
Umur yang sia-sia
Banyak waktu terbuang dengan sia-sia. Ini adalah tanda utama orang-orang yang dianggap merugi. Hilangnya waktu, juga menyebabkan hilangnya umur secara sia-siapa. Beberapa hal di antara kesia-siaan itu adalah banyak berkunjung dan berkumpul namun tidak untuk menambah ilmu. Duduk-duduk hanya untuk berbasa-basi, berlebih-lebihan dalam bergaul, banyak bercanda dan tertawa, banyak jalan-jalan, banyak bicara lebih dari keperluan, minum kopi 1 gelas sampai berjam-jam, meng-ghibah dan bersantai-santai membuang usia sehingga terlepaslah darinya manfaat yang banyak.
Di antara menyia-nyiakan umur pula adalah sibuk dengan sesuatu yang tidak penting. Berasyik-ria dengan kegiatan yang remeh temeh. Seperti main catur, domino, menonton TV, baca desas-desus berita koran, nonton berita ghibah, SMS atau bicara di HP dengan sesuatu yang tidak penting. Sehingga banyak ketinggalan ilmu yang seharusnya ia miliki.
Imam Syafi’i pernah ditanya, “Bagaimana keinginan Anda terhadap ilmu?” Beliau menjawab: “Ibarat seorang ibu yang kehilangan anak tunggalnya dan ia tidak memiliki anak kecuali anak tersebut.” (Adabus-Syafi’I wanaqibuh, Ar-Rozi, dinukil dari Ma’aalim fit-thoriqi thlabil ‘ilmi hal.41).
Bandingkanlah pemandangan antara Imam Syafi’I yang haus ilmu dengan orang-orang sekarang. Di kantor ia banyak ngobrol, meski banyak orang sedang membutuhkannya. Di rumah ia hanya nonton TV padahal banyak waktu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Bahkan nongkrong malam hari hanya untuk mengejak kesia-siaan.
Waktu lewat begitu saja dengan kelebihan jam tidur, banyak makan, banyak berleha-leha dan santai. Sehingga yang timbul justru panjang angan-angan, menunda-nunda pekerjaan, menunda taubat. Terutama antara adzan dan iqomah tidak digunakan untuk berdo’a, atau berdzikir, membaca al-Qur’an, mengulang hafalan, muhasabah, muroja’ah dan sebagainya.
Dalam kenyataan, kita saksikan manusia menggunakan umurnya dengan sesuatu yang aneh, membaca buku yang sama sekali tidak berguna, menyaksikan hiburan yang sungguh sia-sia, lawakan, berlama-lama istirahat, berhura-hura ke tempat keramaian dan sebagainya. Lebih aneh lagi kita sendiri menganggap aneh melihat seseorang yang mempersiapkan amal untuk perjalannya yang panjang, berpacu dengan cepatnya putaran waktu.
Imam Ibnu Jama’ah berkata: “Hendaknya seseorang membagi waktu malam dan siangnya, memanfaatkan sisa umur karena umur yang tersisa tidak ada bandingannya.”
Akhirul kalam, biasakanlah bertanya pada diri sendiri. Apa yang telah kita lakukan di waktu-waktu sehat dan luang kita? Apakah digunakan untuk tujuan kesehatan, kemanfaatan ilmu, untuk ibadah, atau hanya terbuang secara percuma?
Jika hanya kesia-siaan belakan, sepatutnya kita memohon kepada Allah agar mengasihi kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang mampu mengisi usia ini sebagus-bagusnya. Amiin. [Abu Hasan Husain/hidayatullah.com]

Berhenti Berharap & Mulai Bertindak

Apakah anda berharap kaya, punya banyak uang, bisnis yang berhasil......
Jika anda menghabiskan waktu untuk berharap, anda tidak akan mendapatkan hasil yang dicari. Untuk mencapai kesuksesan, anda perlu menggali lebih dalam.

Di bukunya "Think and Grow Rich", Napoleon Hill mengatakan: "Dengan berharap tidak akan menghasilkan apa-apa. Tapi, mengharapkan kesuksesan pemikiran yang menjadikannya obsesi, kemudian merencanakan cara yang tepat dan bersungguh-sungguh mencapainya, dan mendukung perencanan dengan keteguhan tanpa mengenal kegagalan, akan menghasilkan kesuksesan."

Kalimat diatas sangat powerful. Baca sekali lagi dan pikirkan apa yang dikatakan. Berapa banyak dari kita yang berharap sukses namun tidak melakukan apapun. Kalimat tersebut menyaring semua elemen yang diperlukan untuk meraih apa yang anda inginkan. Tidak hanya mencakup keinginan, tapi juga menetapkan langkah kemana anda mengarah.

Sulit untuk menentukan arah tanpa adanya rencana, dan rencana adalah yang membuat anda terus maju kearah tujuan dengan lebih cepat daripada harapan abstrak.

Menurut saya ini adalah elemen terpenting dalam usaha kecil ... perencanaan. Banyak orang yang memulai bisnis dengan tujuan yang tidak jelas ( yang anda terjemahkan kedalam harapan). Bisnis baru ini akan mengarahkan mereka pada tujuan...msl tinggal di rumah dengan anak-anak atau berhenti bekerja. Mereka memiliki ide yang tidak jelas terhadap apa yang mereka inginkan tapi tidak ada perencanaan untuk mengatasi masalah...dan tentu saja tidak ada rencana "mendeteksi kegagalan."

Yang saya maksud adalah, banyak orang memulai usaha dengan asumsi jika mereka melakukan sesuatu , uang akan mengalir. Tanda-tanda awal kekecewaan atau kegagalan, mereka akan menyerah dan mimpi mereka menguap.

Dengan membangun rencana untuk mengatasi saat-saat berat dan yang terpenting memiliki rencana menghadapinya, maka peluang sukses semakin besar. Anda harus siap menghadapi keadaan darurat ... bagaimana anda mengatasi tantangan, dimana anda dapat meminta bantuan dan dukungan mentor.

Karena kita adalah pengusaha mandiri, kita tidak sendirian melakukan bisnis. Robert Kiyosaki mengatakan investasi adalah olahraga tim. Anda membutuhkan tim yang sukses untuk berhasil. Tim anda harus terdiri dari profesional dan juga mentor yang dapat memberikan anda bantuan dan dukungan ...baik secara personal dan bisnis.

Jadi, jika anda sudah siap, mulai menulis. Buatlah garis besar rencana bagaimana anda membangun bisnis dan apa yang akan anda lakukan dan investasikan hari-hari anda disana. Tulis dan tinjau kembali secara berkala untuk penyesuaian atau merubah elemen didalam rencana untuk merefleksikan situasi terakhir.

Dengan rencana ini, sukses bukan lagi sekedar harapan, bisa jadi kenyataan

Oleh: Jennifer Lavoie

Sumber: authorpalace.com

Keteguhan – Sebuah Kunci Menjalankan Usaha

Jika Anda serius dalam menjalankan usaha Anda sendiri dan siap memulainya, maka Anda sudah tahu jika nantinya akan menghadapi banyak rintangan di perjalanan menuju kesuksesan. Salah satu alat penting yang Anda perlukan dan harus digunakan adalah keteguhan hati jika Anda ingin menjadi pengusaha sukses.

Apakah Anda tipe orang yang menyelesaikan masalah melalui kesimpulan yang memuaskan, atau mudah menyerah setelah mencobanya setengah hati? Jika Anda menggambarkannya sebagai yang terakhir, sebaiknya Anda menghentikannya karena ini yang membedakan apakah Anda akan sukses dalam bisnis atau tidak.

Keteguhan hati adalah kekuatan di dalam diri Anda yang mendorong untuk mencapai tujuan. Jika Anda memutuskan untuk tidak menyerah, apapun tantangan yang Anda hadapi, maka tidak ada batasan apa yang bisa Anda capai.

Jangan salah menganggap keteguhan hati hanyalah kondisi pikiran sesaat. Untuk benar-benar memiliki keteguhan, Anda akan berupaya keras mencapai hasil yang diinginkan. Misalnya, pertimbangkan bahwa biasanya cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah adalah selalu melihat masalah tersebut dari perspektif yang berbeda sampai Anda bisa menyelesaikannya. Perasaan ragu-ragu diseputar jawaban, tidak akan membatu dan tidak bisa disebut dengan keteguhan hati.

Menyelesaikan masalah bukanlah satu-satunya cara keteguhan yang akan membantu Anda dalam bisnis. Kebanyakan bisnis baru membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi usaha yang menguntungkan dan tidak terkecuali dengan usaha Anda. Ini adalah keteguhan hati Anda yang membuat Anda bisa menjalani hari-hari sibuk Anda sementara Anda membangun data customer dan mulai menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menopang diri Anda.

Sebuah rahasia untuk jenis keteguhan ini adalah dengan menetapkan tujuan yang spesifik terhadap apa yang Anda inginkan dari sudut pandang yang berbeda di masa datang. Semakin detil gambaran yang bisa Anda bentuk dalam pemikiran, akan semakin baik. Dengan membuat pikiran Anda tetap fokus terhadap apa yang ingin dicapai, maka dengan melakukannya, akan membuat diri Anda melakukan apa yang Anda inginkan.

Kenali bahwa hal-hal kecil sama berharganya seperti usaha yang sukses, tidak akan terjadi tanpa upaya yang keras, pengorbanan besar, keteguhan menghadapi masalah, dan kemampuan menyelesaikan masalah yang tidak terhingga yang Anda hadapi. Inilah yang disebut dengan definisi keteguhan.

***

Oleh Aldar Nagy

Wahai Saudaraku! Kenali Diri Anda!

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Saudaraku! Anda pernah mendapat cobaan dihadapkan pada suatu keadaan sulit? Kebingungan mencari pekerjaan, atau tidak mampu membeli sebagian kebutuhan anda? Kala itu, anda hanya bisa melamun, berandai-andai dan membayangkan? Tidak jarang andapun berkata dan berjanji pada diri sendiri:

Andai aku mendapat pekerjaan, andai aku memiliki uang banyak...
Aku akan berbuat demikian dan demikian.
..

Bahkan mungkin tanpa kesulitanpun anda sering berandai-andai:

Andai aku memiliki harta yang lebih banyak...
Andai aku memiliki 10 toko, atau perusahaan saya menjadi besar dan
go public, saya akan demikian dan demikian..
Andai aku punya waktu luang, andai aku punya kesempatan... Saya akan demikian dan demikian.

Coba anda kembali mengingat-ingat pengalaman masa lalu anda. Saya yakin anda pernah melakukan hal itu.
Tidak perlu malu saudaraku! Sayapun demikian juga, tidak beda dengan anda, selalu dibuai oleh "andai, kalau, dan lamunan."

Oleh karena itu, saya mengajak anda untuk mengenali jati diri kita masing-masing melalui lamunan dan andaian tersebut. Bila anda kuasa untuk membuktikan andaian dan lamunan anda dalam dunia nyata, maka anda adalah seorang yang benar-benar beriman, tapi sebaliknya... na'uzubillah.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu: bahwa ia mendengar Rasululah shallalahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

إِنَّ ثَلاَثَةً فِى بَنِى إِسْرَائِيلَ؛ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى. فَأَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ، فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا فَأَتَى الأَبْرَصَ، فَقَالَ: أَىُّ شَىْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: لَوْنٌ حَسَنٌ، وَجِلْدٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّى الَّذِى قَدْ قَذِرَنِى النَّاسُ. قَالَ: فَمَسَحَهُ، فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ، وَأُعْطِىَ لَوْنًا حَسَنًا، وَجِلْدًا حَسَنًا. قَالَ: فَأَىُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: الإِبِلُ أَوْ الْبَقَرُ، -شك إسحَاق- فَأُعْطِىَ نَاقَةً عُشَرَاءَ، فَقَالَ: بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِيهَا.
قَالَ: فَأَتَى الأَقْرَعَ، فَقَالَ: أَىُّ شَىْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: شَعَرٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّى هَذَا الَّذِى قَذِرَنِى النَّاسُ. قَالَ: فَمَسَحَهُ، فَذَهَبَ عَنْهُ، وَأُعْطِىَ شَعَرًا حَسَنًا. قَالَ: فَأَىُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: الْبَقَرُ أو
الإبل، فَأُعْطِىَ بَقَرَةً حَامِلاً، فَقَالَ: بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِيهَا.

قَالَ: فَأَتَى الأَعْمَى، فَقَالَ: أَىُّ شَىْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: أَنْ يَرُدَّ اللَّهُ إِلَىَّ بَصَرِى، فَأُبْصِرَ بِهِ النَّاسَ . قَالَ: فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ، قَالَ: فَأَىُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: الْغَنَمُ. فَأُعْطِىَ شَاةً وَالِدًا.
فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا. قَالَ: فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنَ الإِبِلِ، وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْبَقَرِ، وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْغَنَمِ.
قَالَ: ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى الأَبْرَصَ فِى صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ، فَقَالَ: رَجُلٌ مِسْكِينٌ قَدِ انْقَطَعَتْ بِىَ الْحِبَالُ فِى سَفَرِى، فَلاَ بَلاَغَ لِىَ الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذِى أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ وَالْجِلْدَ الْحَسَنَ وَالْمَالَ، بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِى سَفَرِى. فَقَالَ: الْحُقُوقُ كَثِيرَةٌ. فَقَالَ لَهُ: كَأَنِّى أَعْرِفُكَ، أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ، يَقْذَرُكَ النَّاسُ فَقِيرًا، فَأَعْطَاكَ اللَّهُ؟ فَقَالَ: إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ، كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ. فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا، فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ.

قَالَ: وَأَتَى الأَقْرَعَ فِى صُورَتِهِ، فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا، وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَى هَذَا، فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا، فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ.
قَالَ: وَأَتَى الأَعْمَى فِى صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ، فَقَالَ: رَجُلٌ مِسْكِينٌ، وَابْنُ سَبِيلٍ انْقَطَعَتْ بِىَ الْحِبَالُ فِى سَفَرِى، فَلاَ بَلاَغَ لِىَ الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذِى رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِى سَفَرِى. فَقَالَ: قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللَّهُ إِلَىَّ بَصَرِى، فَخُذْ مَا شِئْتَ، وَدَعْ مَا شِئْتَ، فَوَاللَّهِ لاَ أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ شَيْئًا أَخَذْتَهُ لِلَّهِ. فَقَالَ: أَمْسِكْ مَالَكَ، فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ، فَقَدْ رُضِىَ عَنْكَ وَسُخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ.

”Sesungguhnya ada tiga orang dari Bani Israil: Orang pertama menderita penyakit kusta, orang kedua berkepala botak, dan orang ketiga buta. Allah hendak menguji mereka, maka Allahpun mengutus seorang Malaikat. Malaikat utusan Allah itupun mendatangai orang pertama yang terkena kusta, dan bertanya: apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: Warna kulit yang bagus, dan sembuhnya penyakit yang aku derita dan menyebabkan orang lain memperolok-olokku. Spontan Malaikat tersebut mengusapnya, dan sekejap penyakitnya sembuh, dan ia diberi warna kulit yang bagus. Selanjutnya Malaikat itu kembali bertanya kepadanya: Harta apa yang paling engkau sukai? Ia menjawab: Onta atau sapi, –Ishaq perawi hadits ini ragu- maka ia diberi seekor onta bunting, dan Malaikat itu berdoa untuknya: Semoga Allah meberkahi ontamu.

Selanjutnya Malaikat itu mendatangi orang yang berkepala botak, dan bertanya kepadanya: apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: rambut yang indah, dan sembuhnya penyakit yang aku derita dan menyebabkan orang lain memperolok-olokku. Spontan Malaikat tersebut mengusapnya, dan sekejap penyakitnya hilang, serta ia dikarunia rambut indah. Selanjutnya Malaikat itu kembali bertanya: Harta apa yang paling engkau sukai? Ia menjawab: Sapi atau onta, maka ia diberi sapi bunting, dan Malaikat itu berdoa untuknya: Semoga Allah memberkahi sapimu.

Selanjutnya Malaikat itu mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya: apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: Allah mengembalikan penglihatanku, sehingga aku bisa melihat orang lain. Lalu Malaikat itu mengusapnya, dan Allah-pun mengembalikan penglihatannnya. Selanjutnya Malaikat itu bertanya kepadanya: Harta apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: Kambing. Dan iapun segera diberi seekor kambing bunting.

Tidak selang berapa lama onta, sapi, dan kambing tersebut beranak pinak sehingga orang pertama memiliki satu lembah onta, orang kedua memiliki satu lembah sapi dan orang ketiga memiliki satu lembah kambing.

Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan ceritanya dengan bersabda: “Selang beberapa lama, Malaikat itu dengan rupa yang sama dengan rupanya disaat mengobati ketiganya, orang yang dahulu menderita kusta, dan berkata: Aku adalah orang miskin, sedang dalam perjalanan dan kehabisan bekal, sehingga saat ini aku tidak mungkin dapat sampai ke tujuanku, kecuali dengan pertolongan Allah, lalu dengan pertolonganmu. Demi Dzat yang telah memberimu warna yang elok, kulit halus, dan harta yang melimpah, aku minta kepadamu seekor onta, untuk menjadi bekalku melanjutkan perjalanan. Orang itu menjawab: Tanggunganku banyak sekali. Mendengar jawaban lelaki itu, Malaikat tersebut berkata: Seakan aku pernah mengenalmu. Bukankah dahulu engkau menderita kusta, sehingga dijauhi oleh masyarakat, dan melarat. Selanjutnya Allah azza wa jalla mengaruniaimu kekayaan? Lelaki itupun menjawab: Sesungguhnya harta ini aku warisi secara turun-temurun dari nenek moyangku. Mendengar jawaban yang demikian, Malaikat itupun berkata: Jikalau engkau berbohong, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.

Nabi melanjutkan ceritanya dengan bersabda: Kemudian dengan rupa yang sama dengan rupanya disaat mengobati ketiganya, Malaikat itu mendatangi orang yang dahulu berkepala botak. Iapun berkata seperti yang ia katakan kepada orang pertama, dan lelaki itupun menjawab permintaan Malaikat seperti jawaban orang pertama, sehingga Malaikat itupun berkata: bila engkau berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.

Selanjutnya dengan rupa yang sama dengan rupanya disaat mengobati ketiganya, Malaikat itu mendatangi orang yang dahulu buta, dan berkata: aku adalah orang miskin, yang sedang dalam perjalanan, dan kehabisan bekal, sehingga aku tidak bisa sampai pada tujuanku, kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolonganmu. Demi Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu, aku meminta seekor kambing untuk menjadi bekal perjalananku. Mendengar permintaan ini, lelaki itu menjawab: Dahulu aku buta, kemudian Allah kembalikan penglihatanku, maka ambillah dari kambingku sesuka hatimu, dan sisakan darinya sesuka hatimu. Sungguh demi Allah, aku tidak berkeberatan dengan kambing yang engkau ambil di jalan Allah. Mendengar jawaban santun ini, Malaikat itu berkata kepadanya: Jagalah hartamu, sesungguhnya kalian telah diuji, dan sesungguhnya Allah telah meridhaimu, dan murka kepada dua sahabatmu.”
(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim)

Bagaimana nasib lamunan dan angan-angan anda saudaraku! Mungkinkah lamunan anda dahulu telah hanyut oleh lamunan dan angan-angan anda yang lebih baru? Semoga tidak.

Demikianlah salah satu cara untuk mengetahui siapa sejatinya diri kita. Semoga Allah Ta'ala mengampuni kekhilafan kita dan membimbing jalan hidup kita, sehingga hati kita selaras dengan lahir kita.

Wallahu Ta'ala a'alam.

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.