Kamis, 28 April 2011

Dzikir dalam Spiritual Writing


Jika selama ini dzikir dipahami dengan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah, semisal Subhanallah, Alhamdulillah, La Ilaha Ilallah dan Allaohu Akbar maka ada cara berdzikir lainnya yang selama ini jarang disentuh, dzikir tersebut adalah dengan cara menuliskan tanda-tanda kebesaran Allah ta�ala. Spiritual Writing adalah salah satu dari cara berdzikir yang efektif untuk merenungi, menghayati dan memikirkan seluruh kebesaranNya. Dzikir adalah sebuah aktifitas jasmani dan ruhani, ia bisa berupa mengucapkan kalimat-kalimat thayibbah yang akan memberikan kesadaran atas segala bentuk kekuasaan Allah ta�ala. Inti dari dzikir adalah agar kita selalu ingat kepadaNya, kita menyadari bahwa kita hanya hambaNya, dalam kata lain dengan berdzikir seseorang akan merasa hina di hadapan Penciptanya.

Bagaimana dengan Spiritual Writing? Ketika seorang penulis menggoreskan tinta (kalau zaman sekarang menekan tombol key board) untuk menuliskan segala bentuk kekuasaanNya berarti ia tengah menghayati dan merenungi seluruh bentuk kebesaranNya. Bagaimana tidak, ketika aktifitas menulis berlangsung otak sang penulis tentu akan menela�ah, memikirkan dan merenungi apa yang ia tuliskan. Sehingga ketika tulisan itu berkaitan dengan kekuasaanNya atau hal-hal yang mengingatkan kepada Allah ta�ala tentu pikirannya juga tengah masuk ke dalam tulisan tersebut.

Apalagi jika aktifitas menulis yang kita lakukan juga diiringi dengan dzikir lisan dan dzikir hati maka sempurnalah Spiritual Writing yang kita harapkan. Inilah puncak dari tujuan dzikir, yaitu mengingat Allah ta�ala dengan hati, mengucapkannya dengan lisan dan mengaplikasikannya dengan anggota badan, tiga aktifitas sekaligus dalam satu tujuan mengingat Allah ta�ala.

Jika demikian maka tidak ada alasan untuk tidak menuliskan hal-hal yang mengarahkan manusia untuk merenungi segala bentuk keuasaanNya, mengingatNya dan mengantarkan manusia kepada peribadahan kepada Allah ta�ala. Dengan menulis dalam bingkai Spiritual Writing sejatinya kita sedang berdzikir kepada Allah ta�ala, merenungi ciptaanNya dan mengaabadikannya dalam tulisan. Wallahu a�lam.

Oleh : Abdurrahman Misno Bambang Prawiro

Apa Yang Kita Wariskan?


Kala raga mulai renta

Kala masa memakan usia

Ketika uban kian merata

Ketika kulit bertambah keriputnya

Tak ada yang bisa kita pertahankan

Hanya bekal yang harus kita sediakan

Perbekalan yang terus abadi

Hingga sampai ke hadapan Ilahi

Puisi di atas adalah gambaran bagaimana ternyata usia kita terus bertambah, tak ada satu makhlukpun yang mampu menahannya. Semuanya berjalan seolah tanpa rasa, hingga mengantarkan kita ke usia yang tidak lagi muda. Tua adalah takdirNya, manula adalah sunnahNya dan renta adalah kepastianNya. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain mempersiapkan perbekalan, namun juga bukan sembarang perbekalan. Sebuah perbekalan yang kita harapkan adalah perbekalan yang tidak pernah habis menemani kita atau perbekalan yang selalu berada di samping kita hingga hari kiamat tiba. Adakah perbekalan seperti ini?

Amal jariah adalah salah satunya, ketika manusia telah kembali keharibaanNya semua amal ibadahnya telah tiada. Tak ada lagi amal yang dapat memberikan manfaat kepadanya kecuali tiga amalan yang senantiasa berasamanya. Ketiga amalan tersebut adalah Shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat untuk orang lain dan anak sholeh yang selalu mendoakannya.

Ketiga amal ibadah tersebut senantiasa memberikan manfaatnya walaupun seseorang telah tiada. Ketika semua amalan tidak lagi dapat dilaksanakan, maka ketiga amalan tersebut akan terus mengalir memberikan pahala tanpa batas masa.

Inilah warisan sebenarnya, ia menjadi warisan yang terus bermanfaat bagi umat manusia. Warisan yang akan terus memberikan kebaikan kepada pemiliknya hingga di akhirat sana.

Tulisan adalah salah satu dari amal ibadah yang terus mengalir pahalanya, walaupun penulisnya telah tiada. Tulisan-tulisan yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah satu dari tiga amalan yang senantiasa menemani kita hingga menghadap Sang Pencipta. Maka tidakkah kita ingin meninggalkan warisan tersebut kepada anak cucu kita?

Tak ada alasan untuk menjawab tidak, setiap kita diberi kesempatan untuk menuliskan semua hal yang menjadi amalan sepanjang zaman. Bukankah kita diberikan panca inder untuk melihat dan meyaksikan kebesaranNya. Bukankah kita diberikan hati dan akal untuk memikirkan bagaimana Dia memberikan segalanya untuk kita? Maka tuliskanlah semua kenikmatanNya, agar ia semakin memberikan lebih banyak nikmatnya. Dan di alam sana ia akan menjadi amalan yang senantiasa bersama, memberikan pahala tanpa ada batasnya. Silahkan mencoba…. Wallohu A’lam.

Oleh Abu Aisyah

Kekayaan dan Kebahagiaan

Kekayaan bisa mendatangkan kebahagiaan, itu memang benar. Namun tak ada jaminan dengan kaya kita akan bahagia. Banyak orang yang memiliki harta berlimpah namun kebahagiaannya terenggut oleh kesibukannya mengumpulkan harta benda. Atau mereka kaya tapi rumah tangganya berantakan. Ada juga orang kaya tetapi tak bahagia karena diraih dengan cara tidak halal, lalu ia harus menjalani masa tua di jeruji besi karena ketahuan korupsi.

Mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya memang tidak salah. Bahkan seharusnya kita mati-matian meraihnya. Setelah itu, jangan lupa, berbagi dengan sesama. Ada penelitian yang menyebutkan, seseorang akan merasa bahagia saat ia memberikan sebagian hartanya pada orang lain. Bahkan disebutkan, jaringan otak seolah bercahaya kala seseorang menyumbangkan hartanya. Dan tentu saja, hanya orang yang punya yang bisa menyumbang.

Penelitian lain memberikan kesimpulan bahwa kekayaan tak menjamin kebahagiaan. Dari literatur yang saya baca, peneliti dari University of Warwick dan Cardiff University, Inggris, melakukan penelitian mengenai hubungan kebahagiaan dan pendapatan seseorang. Ternyata seseorang yang memiliki pendapatkan Rp 1 miliar setahun tak merasakan bahagia ketika ia mengetahui tetangga atau temannya memiliki pendapatan lebih tinggi darinya.

Namun ada orang yang memiliki cara pandang berbeda saat melihat kekayaannya. Orang-orang ini adalah yang mensyukuri apa yang didapatnya. Mereka selalu membandingkan dirinya dengan orang lain yang kurang beruntung lalu mensyukuri apa yang diperolehnya. Orang-orang inilah, menurut penelitian itu, yang meraih kebahagiaan. Itulah pentingnya berpikiran positif.

Sahabat yang Luar Biasa!

Memiliki kekayaan sebanyak apapun tidak menjamin kebahagiaan, apalagi jika memperolehnya dengan melanggar hukum alam, hukum negara serta mengorbankan nama baik diri sendiri dan keluarga. Menjadi kaya itu tidak salah, tapi usahakan untuk menjadi orang kaya yang bahagia. Mari syukuri apa yang kita dapat dan tetap semangat dalam berkarya dan berikhtiar dengan cara yang positif, baik, dan halal.

By. abatasa


Senin, 18 April 2011

Modal Kita 86.400 Detik


Nadia termangu di ujung kolam. Sudah dua tahun ia selalu menajdi juara dalam kompetisi renang antar perusahaan. Kali ini ia hanya menduduki peringkat ke enam. Nadia tertinggal dua detik dengan juara pertama dan tertinggal kurang dari dua detik dengan peringkat 2, 3, 4 dan 5. Karena tertinggal dua detik, Nadia gagal mempertahankan mahkota juaranya. Hadiah uang tunai senilai Rp. 10 juta pun lepas dari tangannya. Hanya karena tertinggal dua detik, Nadia meneteskan air mata kesedihannya di pinggir kolam seusai perlombaan.

Dua detik amatlah berarti bagi para juara. Jangankan terlambat dua detik, terlambat satu detik atau bahkan kurang dari itu akan membuat mahkota juara berpindah tangan. Para pembalap formula satu, pelari cepat, pedayung dan para olah ragawan akan berlatih keras hanya untuk mempertahankan rekor yang pernah dicatatnya. Mereka tak ingin kecepatannya berkurang walau hanya satu detik.

Hidup pun sama halnya dengan perlombaan. Bila ingin menjadi juara, kita tidak boleh tertinggal walau hanya satu detik. Sang Pemilik Jagad Raya memberikan hal yang berbeda kepada umatnya soal harta. Ada mereka yang berlimpah harta, ada yang miskin papa, ada pula yang hidup pas-pasan. Sang Pencipta pun memberikan hal yang berbeda untuk wajah. Ada yang tampan jelita, cantik, ayu, ada pula yang berparas biasa, bahkan ada yang berparas di bawah rata-rata.

Namun untuk waktu, Sang Khalik memberikan persis sama untuk semua manusia. Tak peduli apakah kita presiden, pengusaha, kyai, guru, petani, pengangguran, mahasiswa, atau pekerja sosial, semua diberi modal yang sama 24 jam atau 86.400 detik setiap hari.
Bila kita hanya mampu menghasilkan sesuatu yang senilai 86.400 detik per hari, kita balik modal. Bila kita tak mampu menghasilkan sesuatu senilai 86.400 detik per hari sebenarnya kita rugi. Agar kita memperoleh keuntungan, dalam satu hari kita harus menghasilkan sesuatu yang bernilai lebih dari 86.400 detik.

Coba kita bayangkan! Selama perjalanan hidup kita hingga saat ini, berapa detik waktu yang telah kita buang atau sia-siakan? Berapa detik yang dihabiskan untuk ngerumpi (bergosip) dan menyaksikan acara TV tak berkualitas? Berapa detik pula telah kita gunakan untuk bermaksiat kepada Sang Maha Pemurah yang telah memberikan modal 86.400 detik setiap hari kepada kita?

Kita mungkin juga jarang menghitung berapa detik waktu yang telah kita habiskan untuk tidur? Berapa detik waktu yang telah kita habiskan untuk perjalanan dari rumah menuju kantor, dan sebaliknya.

Agar modal 86.400 detik yang telah kita terima terus berkembang dan tidak merugi, investasikan setiap detik kita untuk sesuatu yang bermanfaat. Tebarkan energi positif, kebaikan, dan amal saleh kepada orang-orang disekitar kita. Di mulai dari sekedar senyum dan wajah cerah hingga meringankan beban orang lain, lalu berbagi ilmu kepada orang yang membutuhkan, melakukan pekerjaan yang menantang dan berbagi harta kepada mereka yang nasibnya kurang beruntung. Semua kegiatan yang menyumbang kepada peningkatan harkat dan martabat masyarakat akan menjadikan modal 86.400 detik kita terus berkembang dan produktif.

Saat Nadia terlambat dua detik, ia kehilangan mahkota juara juga hadiahnya. Ia meneteskan air mata kesedihan di ujung kolam. Bagaimana dengan kita yang telah mengambaikan ribuan atau jutaan detik? Berapa kerugian yang telah kita derita? Ayo kita tutup kerugian masa lalu. Jadikan setiap detik yang kita punya membawa manfaat buat kita, keluarga, saudara, masyarakat dan bangsa.


By. Jamil Azzaini

Change unrealistic to be realistic


Merubah tidak mungkin menjadi mungkin….

Anda punya mimpi? pastinya ada bukan. Namun mulai sekarang belajarlah untuk mempunyai mimpi yang unrealistic (mustahil). Mungkin sebagian besar orang mempunyai mimpi besar namun sesegera akan muncul ada batasan-batasan yang dia ciptakan sendiri. Akibatnya impian itu menjadi mengkerut dan kerdil. Suatu contoh, dia adalah karyawan biasa mempunyai gaji cuma 2 juta per bulan. Setiap perjalanan ke kantor sering melintas mobil-mobil mewah di depannya sehingga muncul impian dia untuk mempunyai mobil tersebut yang kisaran harganya 500 juta. Tapi makin dipikir kok makin mustahil ya impian itu, bagaimana bisa? wong gaji aja tiap bulan habis buat hidup, gerutunya. Akibatnya, ya sudahlah terima sajalah, mudah-mudahan bisa beli mobil. Syukur-syukur tipenya sama dengan mobil-mobil mewah yang sering dilihatnya.

Nah dari sini kita dapat melihat bahwa sebenarnya dia sudah dijalur benar bahwa mempunyai mimpi, artinya dia mempunyai motivasi untuk menjaga eksistensinya dalam hidup. Namun sekali lagi dia menciptakan batasan yang membuat dia demotivate. Batasan itu muncul karena perasaan. Perasaan mustahil, takut gagal, dianggap aneh, atau bahkan dianggap gila. Akhirnya apa yang terjadi, dia menjadi seorang negosiator dan mencoba menawar impiannya sendiri. Dia berpikir realistis, ya sudah beli mobil biasa-biasa saja, yang penting punya. Andai saja dia tetap fokus, saya yakin dia akan merubah sesuatu, paling tidak merubah dirinya sendiri.

Kita pasti mengenal sosok bapak Tirto Utomo, seorang pendiri usaha air minum Aqua. Awalnya dia banyak ditertawakan orang, wong air putih kok dijual apa laku? Sekarang, siapa yang tidak tahu dengan aqua. Bahkan inovasi ini banyak ditiru oleh orang lain, tapi tetap saja Aqua sudah menjadi brand terkenal, bahkan sebagian besar sahamnya dibeli oleh perusahaan asal perancis, Danone. Di luar negeri kita tahu sosok Masaru Ibuka, presiden kehormatan sony yang mencetuskan ide gila, membuat tape recorder yang mempunyai headphone ringan sehingga dapat dibawa kemana-mana. Nada pesimis baik dari lingkungan internal maupun eksternal nyaring mendengung. Bahkan anggaran peluncuran produk ini hanya 100.000 dollar AS, anggaran sangat kecil dibanding dengan dengan produk sony lain. Dan sekarang, kita lihat betapa manisnya buah dari ide itu. Bahkan dunia mengakui bahwa ide itu adalah salah ide paling inovatif dalam sejarah.

Sekarang giliran anda. Menciptakan suatu impian yang tidak mungkin buat orang lain, tapi buat anda semuanya mungkin. Rencanakan pencapaiannya dan lakukan segera. Anda akan melalui sebuah proses yang akan anda nikmati. Bersabarlah dan selalu konsisten. “Tidak penting berapa banyak anda mengalami kegagalan, yang sangat penting adalah berapa kali anda dapat bangkit dari keterpurukan“. Memang banyak orang akan menganggap ini hanyalah teori. Prakteknya akan ada banyak sekali hambatan. Tapi ingatlah teori ini sudah terbukti, telah dipakai dan melahirkan orang yang dapat merubah dunia.

Bagaimana dengan anda?

Sabtu, 16 April 2011

Rasa Malas Dan Menunda


Dua Musuh Kesuksesan : Rasa Malas Dan Menunda

Kita semua pasti pernah mengalami rasa malas sehingga tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ini merupakan kondisi emosi umum yang menghambat seseorang untuk bertindak. Ketika Anda malas, Anda sebenarnya tahu bahwa Anda harus mengerjakannya, tetapi Anda tidak mengerjakannya juga.

Sebagai contoh, Anda tahu bahwa berolahraga secara teratur itu penting untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh Anda. Anda juga bisa melakukannya tanpa kesulitan, apakah dengan lari pagi (jogging), berenang, bermain bulu tangkis, bermain bola tenis, ikut fitness dan sebagainya. Tapi Anda toh tidak melakukannya juga. Mengapa ? Alasan yang paling umum adalah karena Anda malas melakukannnya.

Mengapa bisa malas ? Alasannya bermacam-macam. Bisa jadi Anda malas karena kurangnya motivasi, tidak merasa perlu, tidak merasa harus atau merasa kurang bermanfaat. Bisa juga karena Anda sudah bosan, jemu, lagi stress, sedang marah atau sedang tidak mood. Atau barangkali juga disebabkan oleh fisik kita yang sedang lelah, lemah, loyo atau kurang stamina. Semuanya bisa membuat kita malas.

Rasa malas memiliki 'saudara' yang disebut 'menunda'. Tidak jelas siapa yang 'lebih tua', yang pasti keduanya sangat berkaitan. Bisa jadi Anda menunda suatu pekerjaan karena malas. Tetapi bisa juga Anda merasa malas karena telah menunda (merasa terlambat atau kehilangan momentum).

Orang yang suka menunda biasanya selalu punya jawaban atau alasan penundaannya misalnya : "Saya akan melakukannya besok", "Nanti saja", "Lain kali saja ya", "Saya sibuk sekali hari ini" atau "Nanti kalau saya punya cukup waktu" dan sebagainya. Padahal yang seharusnya adalah "Lakukan saja sekarang", "Just Do It" atau Act TNT (today not tomorrow).

Frank J. Bruno dalam bukunya "Stop Procrastinating" membagi penundaan menjadi lima macam.

Yang pertama adalah penundaan fungsional, yaitu menunda karena sebab-sebab yang bisa dipertanggungjawabkan. Contohnya adalah Anda menunda karena adanya skala prioritas sehingga Anda perlu mendahulukan pekerjaan yang lebih penting dan mendesak. Mungkin juga Anda menunda karena benar-benar sedang sakit atau kelelahan, belum memiliki informasi yang cukup dan sebagainya. Penundaan semacam ini bisa diterima, karena kalau kita memaksa untuk melakukannya sekarang, mungkin hasilnya akan kurang baik.

Yang kedua adalah penundaan disfungsional, yaitu penundaan tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, misalnya karena malas, kurang mood dan lain-lain. Jenis penundaan ini sangat merugikan karena bisa menyebabkan kita kehilangan peluang atau kesempatan.

Jenis yang ketiga adalah penundaan jangka pendek, misalnya Anda punya target waktu satu hari tapi tidak segera memulainya sehingga pekerjaan menjadi molor atau tertunda. Yang dimaksud jangka pendek bisa selama beberapa jam atau beberapa hari tergantung target harinya. Misalnya Anda mempunyai jadwal pertemuan dengan seseorang dan harus berangkat jam 7 malam, tetapi sampai jam 6.45 Anda masih belum bersiap-siap.

Berikutnya adalah penundaan jangka panjang, misalnya Anda ingin berwisata ke Bali, ingin punya bisnis sendiri, ingin menyekolahkan anak Anda ke luar negeri, ingin menulis buku dan sebagainya. Anda punya keinginan di masa yang akan datang atau suatu rencana penting yang tidak mendesak, namun Anda tak pernah melakukan langkah awal yang diperlukan.

Jenis penundaan yang terakhir adalah penundaan kronis atau bisa juga disebut penundaan disfungsional kronis. Ini adalah sikap menunda-nunda yang sudah menjadi kebiasaan sehingga susah dihentikan dan sangat merugikan Anda sendiri. Ia bagaikan pencuri, karena telah mencuri waktu Anda dan merampok kepuasan yang mestinya Anda bisa peroleh. Inilah jenis penundaan yang paling berbahaya.

Termasuk jenis yang manakah Anda ? Mudah-mudahan penundaan yang Anda lakukan hanyalah penundaan fungsional. Amit-amit jika Anda merupakan tipe seorang penunda disfungsional, apalagi yang kronis.(SA).


By. Sucipto Ajisaka