Senin, 25 Juli 2011

KEBELET KAYA, LUPA DIRI !


KEBELET KAYA, LUPA DIRI !

Sahabat Sukses Rumah Yatim Indonesia yang disayang Allah SWT, Alhamdulillah kita kembali akan dipertemukan dengan Ramadhan, sebuah KESEMPATAN EMAS untuk memproses ulang diri kita agar segala noda dosa yang telah kembali berlumuran tanpa kita sadari, dapat kita sucikan dengan usaha maksimal selama sebulan penuh.

Kalo dalam bekerja dan berbisnis untuk sepiring nasi kita mampu banting tulang peras keringat , akankah untuk lolos dari api Neraka dan lulus menjadi Penghuni Istana Sorga kita tidak berusaha LEBIH BERGAIRAH ?

Sahabat, manakah yang lebih menggairahkan wanita cantik n sexy atau Pria tampan n macho ataukah Allah yang maha Indah yang menciptakan kecantikan dan ketampanan itu ? juga yang memiliki Bidadari dan Bidadara yang gak mampu kita bayangkan betapa cantik dan tampannya mereka ?

Manakah yang membuat kita lebih bersemangat panggilan pekerjaan yang menjanjikan keberuntungan yang besar ataukah panggilan Allah yang memiliki segala kekayaan dan membagi-bagikan kepada seluruh hambanya setiap detik ?

Tokoh manakah yang patut dan layak kita teladani, manusia yang meninggikan kecerdasan akalnya dan kekayaannya ataukah Muhammad Rosulullah SAW manusia pilihan Allah SWT yang mampu membimbing dan membina para Sahabatnya menjadi cerdas dan kaya raya dan Ummat di zamannya mencapai puncak kejayaan di mata Dunia.!

Manakah yang lebih menjamin kenyamanan hidup kita masa kini dan kelak, lembaran-lembaran sertifikat property, saham dan investasi yang kita miliki ataukah lembaran-lembaran Surat Cinta ( Al-Qur’an ) dari Sang Kekasih yang berhasil kita simpan di dada dan menyinari kehidupan kita ?

Sahabat, betapa keinginan-keinginan kita untuk sukses menggenggam berbagai jenis kekayaan Duniawi ini seringkali melenakan kita dari menyebut Sang Maha Kaya dan Sang Maha Pemberi, Allah SWT, betapa keindahan, kenikmatan dan kemesraan dengan lawan jenis kita saat ini seringkali melupakan keindahan, kenikmatan dan kemesraan yang tiada tara ketika kita kelak sukses menginjak Istana Sorga kita. Betapa fasilitas-fasilitas yang memanjakan hidup kita membuat kita untuk tidak bersegera memenuhi Panggilan-PanggilanNYA.

Sahabat, Ramadhan akan segera datang, belum tentu tahun depan kita dijinkan menjumpainya, mari kita habis-habisan untuk meraih segala Hadiah yang dijanjikan oleh Allah kepada kita yang PASTI BENAR nya.

Mulai saat ini juga, kita tinggalkan segala bentuk dosa dan maksiat serta kebiasaan-kebiasaan yang kurang berguna bahkan sia-sia :
- Kita tinggalkan kebiasaan berlama-lama didepan layar TV
- Buang semua kepingan VCD/DVD serta File-file Video dll yang merusak Ruhiyah kita dan membuang sia-sia waktu produktif kita
- Jangan sia-siakan kecerdasan kita untuk MENGHAYAL kan hal-hal yang tidak realistis dan memicu NAFSU kita bergolak.
- Maafkan semua orang yang pernah menyakiti bahkan mendholimi kita, berikan hak-hak orang yang masih tertahan ditangan kita
- Saatnya kita mendekat erat dengan Sang Kekasih kita Allah SWT, merasakan kasih sayangNYA dan indahnya Surat Cinta dari NYA

Sahabat, kalo orang lain bisa ketagihan rokok bahkan narkoba yang jelas-jelas merusak fisik dan nama baiknya, padahal untuk itu dia harus menguras dalam-dalam kantongnya, mengapa kita tidak bisa ketagihan rukuk da sujud yang jelas-jelas menyehatkan fisik kita dan untuk itu kita dijanjikan balasan yang melimpah ?

Kalo orang lain bisa katagihan Kasmaran dan berselingkuh dengan lawan jenisnya padahal sangat merendahkan kehormatannya dan untuk itu dia harus berbohong dan menilep hak orang lain, mengapa kita tidak mampu ketagihan kasamaran dengan kekasih kita Allah SWT yang mampu memberi kita segala keinginan dan kebutuhan kita ?

Kalo orang lain bisa ketagihan membaca Komik dan Novel Romantis yang jelas-jelas ditulis dengan kedalaman nafsu dan hayalannya, mengapa kita tidak mampu ketagihan membaca 114 Surat Cinta yang sangat romantis yang menjanjikan kebahagiaan dan keselamatan kita saat ini dan Esok ?

Banyak diantara kita yang Ketagihan Kaya bahkan Kebelet kaya, tapi setelah kaya kita tidak mampu ketagihan dan kebelet membagikan kekayaan bahkan lupa dengan yang Maha Kaya yang memberi kekayaan. Seperti orang yang merengek-rengek kepada Nabi karena kebelet kaya, dibawah ini :
Seorang sahabat Nabi yang amat miskin datang pada Nabi sambil mengadukan tekanan ekonomi yg dialaminya. Tsa'labah, nama sahabat tersebut, memohon Nabi untuk berdo'a supaya Allah memberikan rezeki yang banyak kepadanya. Semula Nabi menolak permintaan tersebut sambil menasehati Tsa'labah agar meniru kehidupan Nabi saja. Namun Tsa'labah terus mendesak. Kali ini dia mengemukakan argumen yang sampai kini masih sering kita dengar, "Ya Rasul, bukankah kalau Allah memberikan kekayaan kepadaku, maka aku dapat memberikan kepada setiap orang hak-haknya “.

Nabi kemudian mendo'akan Tsa'labah. Tsa'labah mulai membeli ternak. Ternaknya berkembang pesat sehingga ia harus membangun pertenakakan agak jauh dari Madinah. Seperti bisa diduga, setiap hari ia sibuk mengurus ternaknya. Ia tidak dapat lagi menghadiri shalat jama'ah bersama Rasul di siang hari.

Hari-hari selanjutnya, ternaknya semakin banyak; sehingga semakin sibuk pula Tsa'labah mengurusnya. Kini, ia tidak dapat lagi berjama'ah bersama Rasul. Bahkan menghadiri shalat jum'at dan shalat jama’ahpun tak bisa dilakukan lagi.

Ketika turun perintah zakat, Nabi menugaskan dua orang sahabat untuk menarik zakat dari Tsa'labah. Sayang, Tsa'labah menolak mentah-mentah utusan Nabi itu. Ketika utusan Nabi datang hendak melaporkan kasus Tsa'labah ini, Nabi menyambut utusan itu dengan ucapan beliau, "Celakalah Tsa'labah!" Nabi murka, dan Allah pun murka!

Saat itu turunlah Qs at-Taubah: 75-78

* "Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh."

* Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).

* Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai saat ketemuan dengan Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.

* Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui yang ghaib?"

Tsa'labah mendengar ada ayat turun mengecam dan mengancam dirinya, ia mulai ketakutan. Segera ia temui Nabi sambil menyerahkan zakatnya. Akan tetapi Nabi menolaknya, "Allah melarang aku menerimanya." Tsa'labah menangis tersedu-sedu.

Setelah Nabi wafat, Tsa'labah menyerahkan zakatnya kepada Abu Bakar, kemudian Umar. tetapi kedua Khalifah itu menolaknya. Tsa'labah meninggal pada masa Utsman.

Dimanakah Ts'alabah sekarang? Jangan-jangan kitalah Tsa'labah-Tsa'labah baru yang dengan linangan air mata memohon agar rezeki Allah turun kepada kita, dan ketika rezeki itu turun, dengan sombongnya kita lupakan ayat-ayat Allah.

Bukankah kita dengan alasan sibuk berbisnis tak lagi sempat sholat lima waktu. Bukankah dengan alasan ada "meeting penting" kita lupakan perintah untuk sholat Jum'at. Bukankah ketika ada yang meminta sedekah dan zakat kita ceramahi mereka dengan cerita bahwa harta yang kita miliki ini hasil kerja keras, siang-malam membanting tulang; bukan turun begitu saja dari langit, lalu mengapa kok orang-orang mau enaknya saja minta sedekah tanpa harus kerja keras.

Bisa jadi kitalah Tsa'labah....Tsa'labah ternyata masih hidup dan "mazhab"-nya masih kita ikuti...

sebuah riwayat yang memuat saran Nabi Muhammad saw (dan belakangan digubah menjadi puisi oleh Taufik ismail), "Bersedekahlah, dan jangan tunggu satu hari nanti di saat engkau ingin bersedekah tetapi orang miskin menolaknya dan mengatakan, "kami tak butuh uangmu, yang kami butuhkan adalah darahmu!"

Dahulu Tsa'labah menangis di depan Nabi yang tak mau menerima zakatnya. Sekarang ditengah kesenjangan sosial di negeri kita, jangan-jangan kita bukan hanya akan menangis namun berlumuran darah ketika orang miskin menolak sedekah dan zakat kita!

Na'udzubillah min dzaalik, so…. pastikan diri bahwa kita bukanlah pengikut madzhab Tsa’labah, abadikan yang tersisa dengan sedekah maka kita bukanlah Tsa’laba

By. http://www.rumah-yatim-indonesia.org/

Jumat, 22 Juli 2011

Bukan BELUM MENDAPAT HIDAYAH...Tetapi TIDAK MAU HIDAYAH


Sahabat Hikmah....

Ada di antara kita yang belum sholat, atau belum mau menutup auratnya dengan berjilbab mengatakan "Saya belum bisa melakukannya karena belum mendapat HIDAYAH dari Allah."

Lalu bagaiamana sebenarnya HIDAYAH itu?

Sebenarnya Allah SWT telah menyediakan dua jalan :

"Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (haq dan bathil)."
(QS Al Balad,90:8-10)

Kita dipersilahkan memilih diantara dua jalan tersebut:

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".
(QS Al Kahfi, 18:29).

Orang yang tidak mau mengambil jalan kebenaran bukan berarti dia belum mendapat HIDAYAH tetapi dia tidak mau menerima HIDAYAH...karena Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:

“Setiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang ENGGAN,” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku dialah yang ENGGAN”. (HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham) (Hadits no. 6851).

Jadi jelaslah sebenarnya kita dengan akal sehat sudah tahu yang haq (benar) dan bathil dengan akibatnya masing-masing, tetapi kita ENGGAN untuk mentaatinya...
Sehingga perkataan yang tepat bukan BELUM MENDAPAT HIDAYAH...tetapi TIDAK MAU HIDAYAH.

Sahabat Hikmah...
Untuk mendapat HIDAYAH ...Bersyukurlah dengan nikmat PENDENGARAN, PENGLIHATAN dan HATI...
Itulah jalan mendapat HIDAYAH....Gunakanlah untuk memahami mana yang haq dan mana yang bathil ...

"Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur." (QS Al Mulk 67: 23)

Bila kita tidak mau menggunakannya maka pastilah JAHANNAM akan menjadi tempat kita nantinya. Na'uudzubillaahi min dzaalik.

"Dan sungguh-sungguh Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS Al A'raf 7:179)

Dan bila kita sudah mengetahui KEBENARAN (Al Haq) tetapi kita mengingkarinya atau mendustainya dengan terang-terangan maka bisa jadi kita termasuk orang-orang yang tidak akan mendapat HIDAYAH selamanya, kecuali atas kehendak Allah.

"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (QS Al Baqarah 2:6-7)

Apabila kita sudah mengikuti kebenaran dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya atau telah bertaqwa, barulah HIDAYAH Allah berupa Furqan (Pembeda) atau Nuur (Cahaya) akan diturunkan

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan (Pembeda) dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." (QS Al Anfal 8:29)

"Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al Hadiid 57:28)

Dan untuk istiqomah dalam taqwa akan mendapati halangan dan tantangan, bila kita tetap berjihad dalam kebenaran tersebut maka Allah subhanahu wa ta'ala akan terus menunjuki jala-jalan-Nya (selalu memberi HIDAYAH)

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS Al Ankabuut 29:69)

Kami hanya mengingatkan kepada diri sendiri dan kepada orang yang mau mengambil manfaat peringataan ini.

"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman " (QS Adz Dzariya,51:55)

Wallahu a'lam bishshowab..

O.F.A

Nikmat Tuhan Kamu yang Manakah yang Kamu Dustakan?


Suatu hari ada seorang laki-laki yang sedang menengok seorang temannya yang sedang sakit di sebuah rumah sakit, dengan membawa makanan kesukaan temannya itu . Ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ke tempat dimana temannya itu dirawat.

Ketika sampai di kamarnya ia melihat temannya itu sedang berbaring dan menatap dengan wajah gembira atas kedatangan laki-laki itu. Laki-laki itupun bertanya bagaimana kabarnya dan sampai sejauh mana kondisinya. “Alhamdulillah…saya sedang diberi nikmat oleh Allah SWT berupa ujian sakit ini. Alhamdulillah kondisinya menurut dokter perlu terus diobservasi dan Alhamdulillah saya juga masih bisa menjalani ujian ini dengan kesabaran yang penuh dan masih bisa shalat walaupun dalam keadaan berbaring,” sambil meringis menahan kesakitan dia terus mengucap rasa syukur itu dan laki-laki yang mendengarnya pun menjadi bingung, kenapa dia sedang sakit tapi hanya kesyukuran terus yang ia ucapkan. Tidakkah kelihatannya dia meringis kesakitan dan kelihatan pucat wajahnya. Apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya?

“Untuk apa mengeluh lebih baik kita mengingat Allah SWT dan terus berdzikir kepada-Nya saja dalam setiap rintihan kesakitan yang kita rasakan. Subhanallah…Alhamdulillah…Allahu Akbar… Semoga saja dengan zikirnya ini dan Allah SWT akan terus menggugurkan dosa-dosa yang telah saya lakukan di masa lalu.”

Oh, ternyata itulah rahasianya. Dia masih mampu melihat kebesaran Allah SWT dalam kesakitannya dan merasa menjadi semakin dekat dengan-Nya karena di setiap nafas yang dia hembuskan masih diberinya kesempatan untuk menghirup udara yang Allah SWT berikan. Duh, jadi teringat diri ketika sedang sakit terkadang keluhan ketidaksabaran yang suka terucapkan. Ya Allah, ampuni kami jka selama ini ku lalai dengan nikmat sehat ini.

“Dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku; dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu’ara [26] : 79-80)

Di salah satu televisi ada acara yang menampilkan seorang bapak yang diberi ujian oleh Allah SWT tidak dapat melihat. Ketika diwawancara itu masih banyak hal yang bisa dia kerjakan walaupun dalam keadaan buta. Dia masih bisa membaca Al-Qur’an, berjalan untuk berda’wah di tempat ibu-ibu Majelis Ta’lim bahkan selalu bersemangat terus bermanfaat untuk orang lain.

Satu yang membuat salut adalah dia masih terus saja bersyukur dengan kekurangannya itu tidak ada satupun kalimatnya mengeluh bahkan menyalahkan kondisi ini. Bagaimana dia bisa seperti itu, di saat yang bisa dilihatnya hanya gelap saja tak berwarna, di saat dia hanya melihat dengan mata hatinya saja tanpa bisa memandang apa yang ada di hadapannya. Mungkin hanya membayangkan saja. Bagaimana sebenarnya bentuk gelas itu, bagaimana sebenarnya bentuk bunga itu. Kata orang-orang bunga itu indah berwarna-warni ada yang merah ada yang putih, ungu kata orang-orang wajah istriku cantik, dan kata orang-orang pelangi itu indah. Yah…itu hanya kata orang-orang tapi yang bisa dia lihat hanyalah warna hitam saja. Jauh dari indah. Bisa kita bayangkan saja dengan menutup mata kita yang masih bisa melihat ini, ternyata tak terlihat indahnya apa warnanya dan bagaimana bentuknya? Walaupun begitu dia masih terus saja bersyukur dan bersyukur. Aku jadi malu terhadap diri yang masih suka melihat hal yang sia-sia.

YA Rabb…ampuni kami jika selama ini kami lalai dengan nikmat penglihatan ini. “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yg hina. Kemudian DIa meyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah [32] : 7-9)

Ada sepasang suami istri yang sedang terkena musibah tempat tinggal dan juga sekaligus tempat usahanya habis terbakar dilalap si jago merah. Hanya tinggal baju di badan saja yang tersisa. Semua harta kekayaan dan materi yang mereka kumpulkan bertahun-tahun habis tak bersisa. Tapi apa jawaban mereka ketika ditanya atas musibah yang mereka alami. “Alhamdulillah…Kami masih bisa selamat tanpa luka dan masih bisa hidup sampai sekarang ini Dan semua ini adalah kehendak-Nya. Insya Allah dibalik ini semua tersimpan banyak hikmah. Materi bisa dicari lagi yang penting kita masih diberi nikmat untuk hidup dan berusaha menjalani kehidupan ini lebih baik lagi.”

Subhanallah…begitu hebatnya mereka memandang suatu musibah dengan kekuatan keimanan dan ketaqwaan kepada Sang Pemberi Nikmat ,Allah SWT. Ya Allah…maafkan atas kelalaian kami kurangnya rasa syukur terhadap nikmat rezeki yang kami miliki sekarang dan kealpaan kami atas terlenanya rezeki yang Engkau berikan “Semua yang ada di bumi itu akan binasa; Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan; Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-RAhman [55] : 26-28)

Ya… Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Semoga kita semua selalu menjadi orang yang selalu mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan di setiap detik, menit, jam serta hari ini dan hari-hari yan akan datang. Dan tidak menjadi orang yang mendustakan semua ni’mat- Nya. Aamiin.

Oleh Rika Kartikasari



Ketika Jeritan Ibu tak berarti


Hampa.. Beku.. Layu dan mungkin Lantak tak berdaya ketika seorang Ibu tak lagi terasa berarti bagi kita. Sungguh pantaslah kita mengutuk diri sendiri, jika keberadaan seorang ibu tak lagi terasa hangat untuk kita.

Dan ketika kita menuhankan Ego kita, untuk memilih jalan hidup kita yang seolah bisa disebut Hak asasi diri, maka terjerumuslah kita ke dalam sumur lara hitam pekat, penuh derita bila tak cerdas iman menggunakannya. Ibu, ialah hakim agung terakhir sebelum kita berhadapan dengan Allah untuk setiap tindakan yang patut & tidak kita lakukan. Seorang Ibu yang kelam masa lalunya, tak lantas menjadi bahan yang patut kita injak harga dirinya dan justru balik menghakiminya dengan segala macam kesalahan yang ia ambil.

Kecerdasan iman, akan membantu kita bergerak kedalam dimensi manusia mulia & dengan tulus segenap hati membimbing Ibu senantiasa selalu di jalan Rabb yang Maha Mulia.

Kecerdasan akhlak, akan membantu kita berjibaku pada koridor sunnah Nabi Muhammad tercinta. Yang senantiasa selalu berprilaku lembut & santun pada semua orang tua di dunia, serta menghargai dan selalu mengingat setidaknya setitik peluh akibat hadirnya kita di bumi fana ini.

Di dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma melihat seorang menggendong ibu untuk tawaf di Ka’bah dan ke mana saja ‘Si Ibu’ menginginkan, orang tersebut berta kpd, “Wahai Abdullah bin Umar, dgn peruntukanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?” Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, “Belum, setetespun engkau belum dpt membalas kebaikan kedua orang tuamu” [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]

Demikian besar pengorbanan Ibu untuk kita, namun terkadang jeritannya pun tak juga mengusik kita, dimana kah rasa kemanusiaan kita jika hal itu kita alami? sungguh merugilah kita menyia-nyiakan Ibu...

Ada satu kisah tauladan dalam sebuah Hadist,

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yang lain, ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan’. Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, degan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, “Ya Allah, sesungguh aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi kedua namun kedua masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kpd anak-anaku. Ya Allah, seandai peruntukan ini ialah peruntukan yg baik krn Engkau ya Allah, bukakanlah. “Maka batu yg menutupi pintu gua itupun bergeser” [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil A’mal]

MashaAllah... Sudah mampukah kita meng-agungkan keberadaan seorang Ibu dan Ayah kita untuk kehidupan kita seperti kisah yang telah terjabar diatas? Mungkin di setiap kita akan merasa telah lega menyenangkan sang Ibu dan Ayah kita dengan beberapa hal yang mungkin membuat mereka bangga dan bahagia telah menghadirkan kita ke dunia..

Sobat muslim & muslimah yang terhormat, maka janganlah kita menanam benih adzab turun-temurun ke dalam kehidupan kita & anak cucu kita kelak. Sesuai dengan Sifat Allah Ya 'Afuwwu, sekotor & sekeji apapun kita, asalkan kita tetap berada dalam kasih sayangNYA maka akan selamanya Allah bersifat Al- 'Afuwwu. Subhanallah,, Maha Suci Engkau. Sebenci-bencinya kita terhadap orang yang telah menyakiti hati kita ini, hendaklah ingat Asmaul Husna itu. Dan jangan sampai anak keturunan kita merasakan derita yang sama atas kesalahan kita..

Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridla Allah tergantung kpd keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kpd kemurkaan orang tua” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]

Wallahu a'lam bishowab,

Oleh Nindya Intan Kumala


Kamis, 14 Juli 2011

Percaya Diri dengan Anak Banyak


Tanggal 7 May 2011, kami pergi berkunjung ke lab tempat suami bekerja di Univ. of Calgary, seperti biasa hampir semua orang yang bertemu dengan kami takjub melihat empat anak mungil-mungil yang menyertai kami. Dan Alhamdulilah, teman-teman suami di lab menyambut kami dengan baik, dan rasanya kami nyaman dengan kondisi ini, Sepulangnya dari lab, saat menunggu bis di halte, seorang perempuan bertanya padaku, “Apakah itu semua anakmu?”, dia melihat tiga anak lelakiku yang berjalan duluan hampir bersamaan denganku. lalu jawabku “ya, benar, semuanya anak saya, anak saya ada empat.” “What? Empat? Betapa merepotkanmu ya?” katanya dengan nada miring… Lalu kuberikan senyum padanya, sambil kukatakan kalau aku bahagia dengan anak empat, dan aku baik-baik saja. Setelah mendengar jawabanku, dia langsung berbicara dengan ungkapan yang asing kudengar, rupanya dia berbicara dengan bahasa prancis. Aku berusaha husnudzon, apapun penilaiannya biarlah, itu adalah haknya, yang penting aku merasa bahagia dengan kondisi ini.

Aku lanjutkan obrolanku dengan bertanya padanya darimana ia berasal. Ternyata ia berasal dari China, lalu aku bilang padanya, “O kamu merasa aneh ya, karena di China hanya boleh mempunyai satu orang anak?” lalu katanya, iya, tapi boleh juga sampai dua anak, hmmm empat anak pastilah sangat repot”. Tak lama bis pun datang.

Dalam bis perjalanan pulangku, aku teringat beberapa kejadian saat masih berada di Jepang maupun Depok. Menurutku masih wajar jika orang Jepang heran melihatku berentot hamil dan punya anak dengan jarak dekat, namun ternyata di Depok juga ada aja yang sering mengungkapkan ke-‘takjuban’-nya, suatu hari saat kubawa anakku empat naik angkot, ada seorang bapak yang bertanya padaku, “Ibu, ini semua anaknya? Waduuuh masih kecil-kecil gitu, gimana ngurusnya bu? Saya mah satu aja repot, belum beli susunya belum beli bajunya, waah repot deh”, saya tersenyum dan kujawab “Insya Allah rejeki selalu datang Pak, jangan kuatir”.Dan pada saat di Jepang, seorang ibu yang kutemui di undokai-nya kakak di Shogakkou, malah merasa tidak yakin kalau aku memang baik-baik saja mengurus empat anak (sendirian, tanpa asisten). Dia menyatakan kalimat negasinya “daijobu janai yo okaasan.”

Semua orang berhak menilai, setiap orang memang berbeda dalam menanggapi masalah anak ini. Memang tak semua orang yang berpandangan negatif melihat banyak anak, banyak juga yang menyemangati dengan kalimat-kalimat positif, misalnya “Gambatte kudasai, genki okaasan”. Atau jika aku bertemu dengan ibu-ibu yang berasal dari Mesir atau Pakistan, mereka selalu mensupportku dengan doa. “Barokallahu, sister”.

Di Indonesia, aku pernah melihat iklan layanan masyarakat yang gambarnya menunjukkan perbedaan antara keluarga beranak dua dengan keluarga lebih dari dua anak, tenang versus repot, senang versus susah.. Bisa jadi ini memang kenyataan, tapi tak selamanya hal itu benar.

Berbicara tentang repot, jelas berbeda antara satu dengan empat. Tetapi urusan setiap anak baik satu maupun empat atau lebih sebenarnya sama, dari mulai ia lahir sampai ia dewasa itu hamper sama khan? Menangis, menyusui, ngompol, ganti popok, ngepel bekas najisnya anak, urusan makanannya, memenuhi kebutuhan sandangnya, dan hal-hal lain, adalah kebutuhan yang sama melekat pada setiap anak. Hal itulah yang bagi sebagian orang, memiliki anak satu, dua, tiga ataupun lebih itu sama saja, ya, yaaa sama repotnya. Makanya ada yang bilang, biarlah sekalian repot. Dan bagi sebagian ibu, masa-masa ini adalah masa yang dikhususkan sepenuhnya untuk mengurusi anak-anak. Jadi repot atau tidak akan sangat tergantung pada keikhlasan kita mengurusi amanah Allah ini.

Menurut pengalaman dan pandangan sederhanaku, minimal ada tiga sisi keuntungan jika anak-anak dibesarkan secara bersamaan,

1. Sisi materi

Aku memiliki tiga anak yang terlahir secara “tunji” (setahun hiji-satu), aku merasa terbantu dengan jarak ini, keperluan adik bayi yang baru lahir disupport dari barang-barang milik sang kakak, walaupun tidak semuanya tapi paling tidak ada beberapa barang yang tidak perlu lagi dibeli, jadi hemat financial khan.

Memiliki anak-anak yang masih kecil, memang selalu mendatangkan simpati bagi mereka yang memiliki sifat penyayang dan pengasih, sering tanpa diduga ada saja yang memberikan hadiah mainan, hadiah buku dan atau makanan dari orang yang sebelumnya kenal bahkan dari mereka yang baru ketemu saat itu, sewaktu di Jepang, saya dan anak-anak pernah lewat di suatu rumah ojisan, dan ojisan itu menyetop kami, lalu ia berikan 2 buah buku sinkansen yang berbunyi pada anak laki-lakiku, di bazaar juga pernah, seorang obaasan tertarik pada putri saya yang saat itu memakai jilbab, obaasan itu menawarkan putrid saya untuk memilih barang di bazaar itu. Alhamdulilah, mungkin ini rahasia Allah yang mengatakan bahwa setiap anak membawa rejeki, dan kita memiliki rejekinya masing-masing. Syukurku pada Allah, karena anak yang banyak dapat memberi kesempatan pada orang lain untuk tulus membantu dan berderma. Kuyakin, mereka berbuat seperti itu karena Allah menunjuki hati mereka untuk menyayangi anak-anak.

2. Ilmu dan pengalaman mengurusi bayi

Bagi sebagian ibu yang memiliki anak dengan jarak lahir yang jauh, kadang ada ungkapan “sudah lupa, bagaimana dulu rasanya melahirkan dan cara memandikan bayi”, inilah untungnya bagi ibu yang melahirkan dengan jarak dekat, ingatan bagaimana mengurus bayi tentu saja masih nempel kuat.

3. Sudut Pandang Anak

Tidak bisa dipungkiri, fenomena cemburu sang kakak pada adik bayi yang baru lahir pastilah ada, dengan kadar sedikit atau banyak, hal ini wajar saja, karena perhatian memang menjadi terbagi. Tapi ini tidak akan jadi masalah, jika orangtua pandai memainkan perannya dan memberikan hak seadil-adilnya pada setiap anak. Orangtua pandai mengelola rasa cemburu sang kakak pada adik maupun cemburu adik pada kakak, agar diantara mereka tidak ada yang merasa diasingkan dan tidak ada anak yang frustasi. Jika anak tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang, maka insya Allah mereka akan senang hidup bersama, jika diantara mereka ada yang tidak ikut berkumpul, maka pasti ditanyakan kemana dan dirindu.

Pengalamanku bisa membuktikan bahwa dengan empat anak, anak-anak merasa senang bermain bersama baik di dalam maupun di luar rumah, saling membantu, tertawa bercanda bersama, saling menyayangi, saling berbagi dan cerdas mencari solusi bila diantara mereka ada yang berselisih dan berebutan.

Jadi, jangan kuatir jika Allah menakdirkan kita beranak lebih dari satu.Selamat jadi orangtua dengan anak banyak.

Oleh Ike Binti Bashri

Rabu, 13 Juli 2011

Di Kelompok Manakah Kita, Kawan?


Banyak orang yang melihat tapi sedikit orang yang mendengar

Cobalah lakukan hal ini!

Katakan kepada lawan bicara anda, lebih banyak lebih bagus. Sembunyikan tangan kanan anda di belakang pinggang. Kemudian dengan gerakan cepat, anda tunjukkan telapak tangan anda dengan posisi angka dua (jari tengah dan telunjuk terbuka, ketiga lainnya tertutup) ke hadapan mereka dengan , lalu di saat bersamaan katakan "Ada berapa jari tangan kanan saya?"

Yang saya temukan, banyak yang menjawab dengan cepat, "Dua!"

Jika demikian halnya, maka apa yang dilihat mata telah menipu pikiran kita. Karena pada dasarnya, jawaban pertanyaan tersebut adalah lima, bukan dua.

Banyak orang yang mendengar tapi sedikit yang mendengarkan

Telinga kita mungkin mendengar, tapi hanya sekedar mendengar, bukan mendengarkan. Akibatnya, bisa jadi masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Tak ada yang berbekas.

Banyak orang yang mendengarkan tapi sedikit yang mengerti

Telinga mendengarkan tapi otak tak digunakan. Hasilnya, informasi yang diterima tak membuahkan hasil apa-apa.

Banyak orang yang mengerti tapi sedikit yang memahami

Ketika otak sudah digunakan untuk berfikir, namun hanya sedikit yang bisa mengakar ke hati. Hasilnya mungkin berupa kebijakan yang tidak bijaksana.

Banyak orang yang memahami tapi sedikit yang mengamalkan

Pemilik ilmu seharusnya bisa menjadi sebuah pohon yang memberikan buah manfaat kepada orang banyak dengan cara mengamalkannya. Tapi adakalnya ilmu itu hanya tersimpan, sehingga pohon tersebut tak mampu berbuah.

Banyak orang yang mengamalkan tapi sedikit yang ikhlas

Adakalanya sebuah amalan diiringi dengan harapan untuk dipuji, dihormati, atau dikenal. Padahal dengan sebuah keikhlasan, nikmat beramal akan jauh lebih terasa.

Banyak orang yang ikhlas tapi sedikit yang tetap ikhlas ketika ujian menimpa

Ikhlas tak cukup saat niat dan ketika beramal saja. Ikhlas harus ada dalam setiap episode sebelum, ketika, dan setelah amal dilakukan. Sehingga tak jarang, seseorang ikhlas ketika beramal, namun mengeluh ketika sebuah ujian menimpanya.

Wallahu a'lam

Oleh Rifki


Sabtu, 09 Juli 2011

TERPELESET MAKNA


Sudah sepuluh tahun lebih, usia sudah bertambah, tapi soal “memelestkan makna kata” masih tak berubah juga, itulah ciri khas teman SMU-ku, sebut saja Fulanah. Sebenarnya ia ramah, pandai bergaul dengan siapa saja. Namun pelesetan katanya sering berbau pornoaksi, membuat banyak teman ‘gak enakan’, tak nyaman di dekatnya.

Ada beberapa kalimat yang terdengar islami, tapi dia pergunakan di saat yang tidak tepat. Contohnya saja ketika teman kami kehilangan sandal di kala tarawih di masjid, “Waduh, ikhlaskan aja, yah teman…Innalillahi…”, bisik salah satu teman lainnya, menghibur.

Tapi sahutan si Fulanah lain lagi, “Kamu juga sih, sandal baru koq dipake’ ke sini…? Kan kamu tau bahwa kata pak ustadz ‘tinggalkanlah yang buruk, pertahankan yang bagus…’, jadi pasti ada orang yang ninggalin sandal bututnya nih, dan menukar dengan sandal baru kamu…hehehe”.

Lalu pada saat Fulanah naik motor pakai rok pendek, tiba-tiba roknya tersingkap, dan ada teman yang mengingatkannya, “Kamu jangan doyan nambahin dosa kayak githu donk… panjangin dikit kek kalo’ pake rok, atau pakai celana panjang aja kalau bermotor…”. Si Fulanah dengan lancar menjawab, “Sapa yang nambah dosa, neng..? Gue malah dapat pahala, yaaah sedekah lah sekali-sekali ini biar orang yang melihat kan cuci mata, segeran dikit githu…”, Astaghfirrulloh…

Sama halnya suatu hari ketika ada ujian di sekolah, pengumuman ujian dadakan, Fulanah dengan entengnya mengatakan kepada teman yang pintar, “Kasihanilah saya… gak belajar nih di bab itu, siapa yang mau nambah pahala dengan menconteki saya jawabannya…?”, idih, aneh tapi nyata, kadang-kadang merinding juga mendengar celotehan Fulanah, banyak kalimatnya harus disensor. Kalau “sukses” menggoda lawan jenis, Fulanah akan bilang “saya harus bersyukur atas karunia cowok ganteng…”, ckckckck.

Di saat ada yang bercanda dengannya, bercakap tentang neraka, “Ih Fulanah… ngomong kok gak hati-hati sih…? Mau tenggelam di neraka yah…?”, si A nyeletuk.

Dilanjutkan si B ikutan menyindir Fulanah, “Mungkin dia akan jawab begini, ‘gak apa-apa, asyik di Neraka dong, kan ketemu aktor dan artis favourite gue di sana, gak usah capek-capek minta tanda tangan’, hehehe”, hmmm, menohok banget deh sindiran si B, si Fulanah malah membahas ejekan itu dengan menjulurkan lidah dan menjambak rambut si B.

Tak disangka, sekarang si Fulanah sudah beranak dua, dan ternyata anak pertamanya lebih tua dari sulungku. Padahal selama ini, sepengetahuan teman-teman seangkatan sekolahku, aku adalah pioneer pernikahan muda, pertama kalinya di angkatan itu terdengar beritaku menikah saat baru masuk kuliah. Dan ternyata fakta yang ada, terungkap baru-baru ini, ada Fulanah dan dua teman lain yang menikah di tahun yang sama, tapi anak sulungnya lebih tua dari pada usia sulungku. Oooh, Astaghfirrulloh, ketiga teman itu bersama pasangannya ternyata melakukan MBA alias Married By Accident alias terpeleset ke lembah zina sebelum melakukan pernikahan sah. Dan ternyata dari hari ke hari di saat ini, prihal MBA di kalangan pemuda negeri sudah menjadi hal yang tidak langka lagi, duh, mengerikan! Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Aku tidak mengetahui dosa besar apa lagi yang lebih besar setelah membunuh jiwa selain dari pada dosa zina.”

Terpeleset makna kata dalam gaya gaul sehari-harinya ternyata diteruskan Fulanah dengan terpeleset pada perbuatan zina, ‘pergaulan’ yang keliru. Sungguh mahalnya nikmat hidayah Allah ta’ala, kita selalu diingatkan bahwa mendekati zina (dengan ber-khalwat nonmahram) adalah haram, dan dalam berucap pun harus memelihara lisan, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir (Kiamat), hendaklah ia berkata yang baik atau diam…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada hubungan antara lisan dan akhlaq tentunya, sebagaimana kita ketahui bahwa orang-orang yang senantiasa merasa dalam pengawasan Allah SWT, selalu menjaga pembicaraan atau lisan, disamping berpikir dan senantiasa berdzikir sebelum bersikap.

Satu contoh ketika saya masih kuliah dan berkunjung ke tempat tetangga yang baru usai bersalin. Sang ibu bercerita bahwa di saat berada di ruang perawatan usai bersalin, ada ibu X yang baru masuk ruang persalinan. Ibu X ‘terkenal’ dengan sikap ketus dan kurang menjaga pergaulan terhadap lawan jenis. Tanpa sengaja, terdengarlah jeritan ibu X dari ruang persalinan kecil itu, yang keluar dari mulut ibu X ketika merasa sakit akibat kontraksi dan mengejan adalah kata-kata kotor dan tak pantas diucapkan, bahkan menyebut-nyebut hinaan kepada suaminya sendiri, semisal, “br**ngsek laki-laki cuma menanam benih doang, sakiiiit…. Bla bla…”, dan ucapan kotor lainnya. Padahal untuk menjaga kekuatan tubuh dan menyimpan energi, ketika kontraksi rahim, seorang ibu harus mengatur pernafasannya. Menjerit-jerit dan mengomel (apalagi berkata-kata kotor) adalah membuang energi dan bisa mengganggu pernafasan. Banyak berdo'a dan mengingat Allah ta'ala tentulah akan menentramkan jiwa.

Allah ta’ala menyatakan dalam firman-Nya, "(Yaitu) ingatlah ketika dua malaikat mencatat amal (perbuatannya), seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)" (QS. Qaf [50] : 17-18). Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari bahaya lisan ini.

Semoga memperoleh manfaat, menambah keimanan & rasa optimis pada-Nya, Wallahu ‘alam bisshowab.

Oleh bidadari_Azzam


Sabtu, 02 Juli 2011

Pelindung Terbaik Adalah Allah SWT


Dari tempatku berdiri ketika membersihkan peralatan makan di dapur, selalu ada pemandangan menarik di luar jendela.

Kadang-kadang ada bapak berseragam petugas keamanan yang berpatroli dan menempelkan cap di salah satu tiang sebagai tanda bahwa trotoar di depan appartemen kami sudah dilewatinya.

Jika pagi hari sekitar pukul delapan, kerap kali terlihat seorang ibu yang saling melambai tangan dengan dua balitanya, si ibu akan berangkat kerja, sementara dua balitanya dititipkan pada pengasuh.

Ada kalanya pengasuh bayi merupakan tetangga sendiri, namun kebanyakan disini para manula (yang sudah pensiun) memiliki profesi sebagai pengasuh balita jika mereka tak mengasuh cucu sendiri.

Tentu saja anak-anak yang diasuh biasanya senang dengan para nenek/kakek pengasuh mereka karena merasa seperti bersama nenek/kakek sendiri. Cuma sedikit miris hati ini, tak semua anak tersebut bergembira, terlihat dari sorot mata jujur mereka. Kadang-kadang dramatis, si anak menangis atau meronta, memeluk kaki ibunya yang akan berangkat kerja.

Saya yang setiap hari bersua mereka, terkadang melihat para pengasuh tersebut sibuk mengobrol beberapa lama, membiarkan anak-anak sibuk dengan mainan di taman. Padahal, dalam hatiku merasa was-was, anak anak balita masih harus didampingi memainkan perosotan apalagi ayunan dan kursi putar, bahaya dong.

Di lain waktu, nenek pengasuh itu sibuk bercakap di ponselnya selagi si balita asuhannya digoyang-goyangkan di kereta bayi. Lain waktu pula, si nenek sedang mewarnai kukunya sambil selonjoran di kursi taman! Dan yang lebih parah, saat kulihat nenek-nenek itu dengan asyiknya merokok di tengah anak-anak yang ceria bermain.

Saya rasa para mama-papa muda itu lupa, menitipkan anak-anak mereka pada manula disini, berarti menitipkan pada sosok-sosok yang ‘malas baca berita’.

Jelas saja mereka tidak tau bahwa terjadi peningkatan jumlah balita meninggal dunia karena resiko sebagai perokok pasif (akibat orang tua atau pengasuhnya merokok) selain karena kelalaian dalam beraktivitas.

Tapi untuk menitipkan di “rumah asuhan”, selain harus menerima kenyataan pengawasan balita tak bisa se-intensif di rumah sendiri (karena pengasuhnya tak banyak), juga harus antrian panjang saat mendaftar rumah asuhan.

Jadi misalkan anda akan menitipkan anak di rumah asuhan untuk periode 2011, maka anda harus mendaftarkan anak anda di tahun 2009. Saking banyaknya peminat yang ingin menitipkan anaknya, kalau kata teman-teman lokal, banyak wanita eropa memang lebih memilih karirnya di luar rumah dari pada stress mengasuh anak-anak di rumah.

“Anak-anak tuh tingkahnya banyak kan, seharian bisa mondar-mandir seluruh ruang, main di taman sampai baju kotor, mandi sambil ciprat-ciprat air, makan sambil belepotan, minum bisa tumpah-tumpah, lemari baju diacak-acak, ruangan bisa dibikin jadi kayak kapal pecah, dan lain sebagainya…”, rasanya kalimat itu memang sering membuat kita mengangguk-angguk. Dan memang cara itulah sebagai bentuk kreativitas anak-anak, toh...

Maka saat berjumpa dengan sosok temanku, Rena, anaknya dua, senang sekali melihatnya bercerita dengan simpati mengenai anak-anak. Meskipun Rena adalah ibu yang bekerja, karirnya di bagian financial sebuah perusahaan besar di luar Poland, namun ia dan suaminya amat dekat dengan anak-anak mereka.

Ternyata ia dan suami bisa bergantian ‘work from home’ sehingga lebih banyak waktu untuk mencurahkan perhatian buat anaknya. Enak sekali efek “system online” yah, banyak perusahaan yang membolehkan karyawannya bekerja dari rumah, jadi tak membuang waktu dan tenaga untuk transportasi ke kantor.

Namun yang namanya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, tetaplah tak seberapa dibanding kasih sayang Sang Pencipta. Orang tua tak bisa melulu disamping anak-anaknya, tak bisa kita dekap anak-anak sepanjang waktu.

Dahulu beberapa tahun silam, sohib kakakku yang memiliki pengasuh anaknya (masih berusia satu tahun-an) yang dianggap seperti orang tua sendiri dan memang sangat menyayangi sang bayi, akhirnya harus melalui pengalaman pahit dan pelajaran mahal dalam hidupnya.

Tatkala ia bekerja seperti biasa, ternyata nenek pengasuh sempat lalai, menyebabkan si bayi jatuh dan kepala membentur lantai dengan keras. Karena si nenek merasa hal itu tak berbahaya, dan ia khawatir kalau dimarahi sang ibu, maka ia tak menceritakan peristiwa terbenturnya kepala adik bayi tersebut.

Ternyata malamnya ketika si bayi tidur dalam pelukan ibunya, efek benturan itu mulai hadir, demam tinggi, dan ibunya khawatir ketika bayi itu muntah-muntah, mereka bawa ke emergency, hingga tak berapa lama ketika pagi bermula, bayi itu menutup mata selamanya, menuju kenyamanan di pangkuan-Nya.

Si pengasuh yang penuh kasih sayang saja masih bisa lalai, namanya juga manusia awam, apalagi pengasuh ‘bo’ongan’ atau PRT merangkap pengasuh, terdengar peristiwa yang sudah dianggap hal ‘biasa sehari-hari’ di sekitar negeri pertiwi, ada pengasuh sibuk nonton sinetron, balita dibiarkan main sendiri.

Ada yang ‘menemani bayi’ menjadi pengamen di jalan, ada balita tersiram minyak atau air panas karena main di dapur, ada yang pengasuhnya malah hoby tidur dan balita dikasih obat tidur, atau pengasuhnya malah pacaran, balitanya meraung-raung sementara pengasuhnya nonton video, dll, naudzubillahi minzaliik.

Salah satu hikmah Al-Qur’an tentang mendidik anak dapat kita resapi dalam surah Luqman, Ada enam hal penting yang disampaikan Luqman kepada anaknya. Pertama, larangan mempersekutukan Allah. (QS Luqman: 13).

Kedua, berbuat baik kepada dua orang ibu-bapak. (QS Luqman: 14). Ketiga, sadar terhadap pengawasan Allah. (QS Luqman: 16). Keempat, mendirikan shalat, 'amar makruf nahi mungkar, dan sabar dalam menghadapi persoalan. (QS Luqman: 17). Kelima, larangan sombong dan membanggakan diri (QS Luqman: 18). Dan keenam, bersikap sederhana dan bersuara rendah (QS Luqman: 19).

Adakah para pengasuh balita juga meresapi makna surah Luqman tersebut? Wah, berdo’a sebelum makan saja seringkali lupa, anak-anaklah malah yang mengingatkan pengasuhnya, lho.

Untuk itu, berpikirlah lagi jutaan kali saat anda dan suami ternyata punya kata sepakat “harus” menitipkan anak-anak kepada orang lain. Utamakan Allah dan tuntunan rasul-Nya dalam menentukan langkah.

Ada kalanya teman-teman yang bekerja, saat menceritakan pengalaman rumah tangganya, hanya dapat memohon solusi terbaik kepada Allah ta’ala tentang hal berkaitan dengan ini, pilihan harus diambil dalam hidup. Beda dengan di eropa, yang ibu-ibu melakukan ‘pelarian’ dengan bekerja.

Kalau di negara kita, kebanyakan teman yang bekerja dikarenakan tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi, tak hanya berkaitan dengan suami, namun keputusan yang diambil juga melibatkan pihak keluarga besar maupun terikat perjanjian dinas.

Seperti Lila contohnya, meskipun ia dan suaminya menginginkan Lila berhenti ngantor, namun orang tuanya masih merasa keberatan, Lila dan suami memang masih menanggung seluruh dana bulanan orang tua mereka.

Atau kasus Ati lain lagi, seperti kebanyakan orang, jika Ati resign dari tempatnya bekerja, maka bisa saja terjadi “besar pasak dari pada tiang” karena gaji sang suami dirasa belum mencukupi kebutuhan hidup mereka, oleh karena itu Ati masih harus memendam impiannya untuk lebih banyak menghabiskan masa bersama anak-anak mereka.

Bersyukurlah kita semua, masih bisa menikmati proses meniti hari-hari dengan mendekap keimanan kepada-Nya, semoga segala problema dapat segera teratasi, amiin.

Satu hal yang pasti, kelalaian dalam menjaga amanah bisa terjadi dimana pun, kapan pun, dan oleh siapa saja, termasuk oleh ibu kandung. Yang bisa kita lakukan adalah ikhtiar alias usaha yang optimal dan meyakini bahwa Dia lah satu-satunya Maha Pelindung, Sang Penjaga Terbaik setiap detik umur kita.

Pengalaman seorang tetangga mbak Ani, baru beberapa hari lalu, balitanya yang masih berusia satu setengah tahun meninggal dunia di siang bolong, peristiwa itu terjadi karena si bayi tersedak saat disuapi makan oleh ibunya. Dan ini kejadian kedua kalinya di sekitar daerah itu, Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un.

Semoga peristiwa itu bisa menjadi iktibar buat kita semua. Data Centers for Disease Control (CDC) menyebutkan 60 persen kasus tersedak pada kanak-kanak disebabkan oleh makanan, bahkan oleh minuman pun bisa tersedak.

Anak yang tersedak harus segera mendapatkan pertolongan, akibat yang ditimbulkan bisa sangat fatal. Selama saluran nafas tersumbat, suplai oksigen ke otak terhambat dan bisa meyebabkan kematian.

Maka itu Palang Merah Internasional telah merekomendasikan pendekatan five-and-five pada pertolongan pertama pada saat anak tersedak :

1. Beri 5 tepukan di punggung menggunakan telapak tangan, tepat di antara tulang belikat,
2. Beri 5 tekanan di daerah perut dengan metode Heimlich maneuver.
3. Lakukan bergantian 2 langkah di atas, berulang-ulang hingga benda yang menyebabkan tercekik keluar.

Langkah pencegahan buat kita para ibu, utamakan kesabaran saat menyuapi makan. Irislah kecil-kecil buah atau lauk yang disajikan, lembutkan nasinya, dan siapkan air minum di dekat anak.

Sebaiknya ibunya makan terlebih dahulu atau bersama-sama ketika makan. Karena jika ibu sedang lapar saat menyuapi anak, biasanya perasaan ingin buru-buru selesai menyuapi dan bisa saja emosi diri akibat lapar, otomatis peristiwa tersedak mudah terjadi.

Pada kenyataannya Hanya Allah SWT sebaik-baik pelindung. Sewaktu Nisa bercerita tentang kerisauannya akan keselamatan sang buah hati, dia akhirnya menyadari bahwa ‘kita sebagai ibu dapat menjaga dan mencurahkan kasih sayang buat anak-anak, namun yang melindungi mereka dengan penjagaan terbaik adalah Allah SWT’.

Tatkala itu Nisa sedang menanti anak sulungnya di gerbang sekolah seraya membawa bayi keduanya turut serta. Tak disangka siang itu sang bayi terkena diare hingga popoknya sudah sangat kotor, sampai mengotori baju ibunya. Nisa harus segera pulang lagi ke rumah, meskipun 30 menit kemudian pelajaran sekolah si sulung usai. Selama ini, sulungnya belum pernah pulang sendirian, apalagi kalau harus naik angkutan umum di Jakarta.

Tapi hari itu, tampaknya Nisa tak ada pilihan lain, untungnya ia lihat salah satu orang tua teman akrab anaknya, “bu… nanti saya minta tolong, titip anak saya sampai di persimpangan RW lima yah bu…”, kebetulan rumah ibu itu tak terlalu jauh dari rumah Nisa. Tapi sebetulnya ibu yang ditumpangi itu kan naik motor, mudah-mudahan muat motornya diduduki bertiga, pikir Nisa.

Syukurlah, ibu tersebut tak keberatan, Nisa segera pulang dan memandikan bayinya, ia pun bersih-bersih diri dan menyiapkan makanan buat si sulung. Tak berapa lama, sulungnya datang mengetuk pintu dan tersenyum, “kakak hebat kan ma yah…? Tadi dianterin mamanya Dodi sampai persimpangan, terus kakak jalan sendiri deh…”, cerita anaknya.

Nisa lega sekali, Alhamdulillah, sekarang si kakak bisa belajar mandiri, “Selamat yah kakak bisa pulang sendiri, gak ditemani mama…”, ucap Nisa sambil berpelukan dengan si sulung.

Yah, para ibu dan calon ibu, kita nikmati tapak-tapak meniti keridhoan-Nya ini, Apabila kita menghitung nikmat Allah, niscaya kita tidak akan sanggup untuk menghitungnya. Maka, nikmat Allah manakah lagi yang kita dustakan?

Tak henti-hentinya kita pasti melantunkan do’a keselamatan di dunia & akhirat buat anak-anak tercinta. Semoga kita merupakan orang tua yang teguh memegang amanah dalam mendidik mereka, "Robbi Hablii Minas-Shoolihiin", wallahu ‘alam bisshowab.

Oleh bidadari_Azzam


Bacalah, Kemudian Tulislah !


Seorang rekan kerja bertanya, hal apa yang membuatku betah duduk menghadap layar komputer meskipun semua tugas sudah selesai dikerjakan?

“Aku senang membaca!” jawabku apa adanya.

Membaca adalah hobiku sejak lama, dan semakin tertarik setelah merasakan manfaat postifnya. Bukan saja membuka wawasan, tapi dengan membaca juga bisa meningkatkan keimanan, menambah keyakinan dan juga memperluas kesabaran.

“ Saya jarang melihat Mas membawa buku?” tanya dia yang baru bergabung di perusahaan ini tiga bulan yang lalu.

“ Tentu saja! Aku memang hobi membaca, tapi tidak hobi membeli buku !“ jawabku sambil tertawa. “ Harga buku baru sekarang cukup mahal, kadang setara dengan harga beras untuk satu minggu!”

Sesaat rekan kerja yang sama-sama berasal dari Kebumen ini terlihat bingung. Hobi baca, tapi tak hobi beli buku?

“ Membaca itu kan tidak harus dari buku!”. Kata-kataku membuyarkan lamunannya.

Jujur, di lemariku hanya ada beberapa puluh buku, itupun tidak semuanya aku dapatkan dengan cara membeli. Sebagian besar adalah pemberian saudara dan sahabat, baik sebagai hadiah lomba, kuis atau terkadang diberikan begitu saja- tanpa harus ada alasan. Tentu, karena dia tahu aku hobi membaca.

Selain temanya yang beraneka ragam - biografi, fiksi sampai software computer – koleksi buku di lemariku juga tidak semua kondisinya masih baru. Ada beberapa yang memang aku beli di pedagang buku bekas pinggir jalan. Alasannya satu. Harga sebuah buku baru terkadang sama dengan harga beras untuk kebutuhan aku dan putriku selama satu minggu, bahkan lebih. Bagiku, masih termasuk baru selama aku belum pernah membacanya, meskipun buku tersebut diterbitkan sudah beberapa tahun yang lalu. Dan menjadi buku ‘bekas’ setelah selesai kubaca, meskipun baru beli tadi pagi.

Obrolanpun berlanjut dengan santai. Waktu istirahat masih lima belas menit lagi. Semua tugas sudah kami selesaikan, tinggal menunggu laporan produksi yang masih berjalan. Kali ini aku yang lebih banyak berbicara, sedang dia terlihat antusias mendengarkan ceritaku.

Banyak perubahan positif yang aku rasakan setelah membaca. Dengan membaca sirah para nabi, aku merasa keyakinan dan keimananku semakin bertambah. Dengan membaca biografi tokoh-tokoh dunia, aku termotivasi untuk berprestasi seperti atau bahkan melebihi mereka. Dengan membaca kisah nyata seseorang, aku mengambil hikmah dan pelajaran tentang kenyataan hidup yang tak selamanya sesuai dengan yang kita bayangkan atau harapkan. Dari pengalaman mereka, aku belajar untuk lebih bersabar dan bersyukur dalam menjalani hidup, dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Dengan membaca, banyak ilmu pengetahuan dan informasi yang tidak aku dapatkan ketika duduk di bangku sekolah atau saat mengikuti pengajian. Dari membaca, aku mendapatkan bahan untuk kutanyakan sehingga wawasanku terus berkembang.

Yang sering terjadi adalah kita merasa sudah cukup tahu, padahal banyak hal yang belum kita ketahui dan baru sadar setelah kita membaca dan mempelajarinya.

Soal harga buku yang relatif mahal untuk sebagian kalangan, termasuk aku, bukanlah alasan untuk mengecilkan pentingnya membaca. Buku bukanlah satu-satunya yang bisa kita baca. Banyak media yang bisa kita gunakan, atau bahkan kita bisa membaca pada alam sekitar, mempelajari tanda-tanda kebesaran Allah. Kalau tak ada anggaran untuk membeli buku, masih ada perpustakaan yang menyediakan ratusan bahkan ribuan buku yang bisa kita pinjam secara gratis. Kalaupun tidak ada perpustakaan, letaknya terlalu jauh atau kita terlalu sibuk untuk ke sana, kita bisa membeli buku-buku second yang harganya jauh lebih murah. Seperti koran pagi yang dijual sore hari, harganya hampir sama dengan sebatang rokok yang bukan saja membahayakan kesehatan tapi juga tidak menambah ilmu pengetahuan kecuali pemborosan.

Atau di jaman yang serba online seperti sekarang ini, berbagai informasi penting dan update bisa kita dapatkan secara gratis, cukup dengan membayar biaya koneksi internet. Kalaupun komputer kita belum bisa mengakses internet, kita bisa rental di warnet untuk mendownload secara gratis ebook –ebook yang bagus dan bermanfaat. Intinya, banyak cara untuk memenuhi kebutuhan kita membaca, tidak harus beli buku, tergantung usaha dan kemauan kita.

“ Kalau saya ingin membaca, bacaan apa yang Mas rekomendasikan?”

“ Banyak, dan kamu bisa mencarinya sendiri. Apa saja asal mengandung manfaat, membawa dan mengajak kita melakukan kebaikan setelah membacanya. Tidak harus selalu bacaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi untuk memahami isinya, tapi dari bacaan yang ringan dan sederhanapun kita bisa mendapatkan manfaat yang besar. Tentu saja, yang paling utama adalah membaca Al Quran, kitab suci kita. Dengan membacanya saja kita sudah mendapatkan pahala, apalagi mengerti , memahami dan mengamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Jadikan membaca Al Quran sebagai bacaan utama harian kita, baru bacaan lainnya “

“ Sepertinya saya harus coba rajin membaca dari sekarang !”

“ Betul! Dan selain membaca, cobalah untuk belajar menulis “

“ Menulis?” dia terlihat terkejut.

“ Ya, menulis. Kenapa kaget?” aku balik bertanya. “ Kita ini makhluk yang tidak luput dari khilaf dan lupa, apa yang sudah kita baca kemarin, bisa saja hari ini sudah lupa. Menulis adalah salah satu cara untuk mengikat ilmu yang sudah kita dapatkan. Tidak harus sehebat penulis yang karyanya baru saja kita baca, tapi mulailah menulis untuk diri sendiri, kemudian untuk orang lain “

Jika beberapa tulisanku pernah aku share di blog atau di tempat lain, bukan berarti aku pandai menulis. Sungguh, aku masih harus banyak belajar untuk membuat sebuah tulisan yang bukan saja enak dibaca tapi juga mengandung hikmah dan membawa manfaat, bagi diri pribadi dan juga orang lain yang membacanya. Bukan karena terlalu percaya diri, tapi aku berusaha untuk berbagi manfaat, sekecil apapun dan sesederhana apapun. Selain itu, aku juga berharap ada orang yang berkenan melengkapi, meluruskan dan mengingatkan bila ternyata apa yang kupahami dan kumaknai selama ini masih banyak kekurangan, kekeliruan atau bahkan aku salah mengartikan.

“ Terkadang saya juga ingin menulis, tapi tidak tahu apa yang harus ditulis!“

“ Maaf, bukan bermaksud menggurui, sekedar berbagi pengalaman. Banyak-banyaklah membaca, suatu saat kamu akan tahu apa yang bisa kamu tulis. Mulailah dengan membaca, lanjutkan dengan menulis. Kamu ingat kan, ayat pertama yang Allah turunkan? Iqro’, bacalah! Ini berarti bahwa kita diwajibkan belajar – membaca. Bacalah yang tidak selamanya berupa tulisan. Raihlah keberuntungan dengan membaca kebesaran Allah yang tersebar begitu banyak di sekeliling kita. Juga jangan lupa untuk mengajak orang lain melakukan kebaikan bersama-sama kita. Jangan simpan kebaikan disembunyikan untuk diri sendiri, juga jangan hanya mengajak orang lain tapi terlupa ikut melakukan. Bacalah, kemudian tulislah! Dan pastikan semuanya tentang kebaikan!”

Oleh Abi Sabila


Saudaraku, Tetaplah Di Sini


"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". (QS 3:110, Ali ‘Imran)

Kenapa kita berada di jalan ini? Mungkin akan banyak sekali alasan seseorang berada di jalan ini. Intinya, kita berada di sini atas pilihan kita sendiri. Tetapi memang tidak ada pilihan lain lagi bagi seorang manusia ketika ia diciptakan oleh Allah selain untuk beribadah kepada-Nya.

Di dalam melaksanakan tugas hidupnya dengan baik agar mendapatkan ridha Allah SWT, maka manusia harus memilih Islam sebagai jalan hidupnya.

Maka sebagai konsekuensi logis atas keimanan terhadap Islam, maka seorang yang mengaku beragama Islam harus memiliki rasa terikat diri (komitmen) kepada Islam. Komitmen tersebut menurut Endang Saifuddin Anshari, MA meliputi: mengimani, mengilmui, mengamalkan, menda'wahkan dan bersabar dalam ber-Islam.

Tapi tidak setiap muslim diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar karena ia harus istiqamah. Langkah kakinya harus kokoh menapaki jalan ini. Karena ia satu-satunya jalan yang akan menyelamatkan, sebagaimana ia jalan satu-satunya untuk meraih kebahagiaan hakiki; fid dunya hasanah, fil akhirati hasanah.

"Manusia melakukan kebaikan maupun keburukan atas pilihan dan kehendaknya sendiri dan tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakannya". (Al-Mudatsir : 38).

api, satu hal penting yang harus disadari para penempuh jalan ini adalah ia berada di sini semata-mata karena kasih sayang Allah. Dalam perjalanan ini, Allah telah memberikan petunjuk melalui Al-Quran dan sunnah Rasul-Nya. Allah SWT juga telah memberikan kemampuan untuk berfikir dan memberi kita sejumlah kewajiban. Itulah bukti rahmat Allah SWT.

"Sungguh inilah nikmat yang teramat mahal harganya. Karena di jalan ini kita akan dapat belajar tentang persaudaraan, cinta, dan kasih sayang. Karena nikmat ini juga kita dapat merasakan manisnya pengorbanan, nikmatnya keletihan dan lapangnya kesulitan. Sungguh barang siapa yang menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kaki kalian". (QS . Muhammad : 7)

Bekal paling pertama dan utama adalah keikhlasan karena sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niat. Ibnu Athaillah pernah berujar,” Salah satu tanda sukses di akhir perjalanan adalah kempali kepada Allah di awal perjalanan”. Dapat kita lihat banyaknya amal yang menjadi debu dihadapan Allah SWT karena masalah niat.

Niat ada pada hati dan hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang berada dalam hati manusia. Keikhlasan sejak memulai perjalanan ini dan keikhlasan ketika berada dalam perjalanan. Keikhlasan ini perlu diperiksa setiap saat karena amal apapun yang tidak dilandasi oleh keihklasan tidak akan pernah bertahan lama dan pasti terputus di tengah jalan.

Perjalanan ini memang panjang dan meletihkan. Terkadang kaki terasa berat saat melangkah, terengah-engah kehabisan nafas dan jasad terasa letih untuk berjalan hingga sampai ke tujuan. Sering pula kita tersandung dan tergelincir oleh batu dan kerikil yang senantiasa menghiasi jalan ini.

Hampir semua dari kita, sekuat apapun pasti pernah merasakan situasi lemah. Karena memang seperti itulah tabiat iman manusia. Ia bertambah dengan amal shalih dan berkurang karena kemaksiatan. Maka dalam kondisi seperti ini pandanglah sahabat dalam perjalananmu. Rasulullah bersabda,“Sebaik-baiknya sahabat adalah orang yang apabila engkau melihatnya menjadikanmu mengingat Allah”.

Suatu ketika, Ibnu Rawahah menarik tangan Abu Darda’ ra seraya mengatakan, “Akhi, ta’aal nu’minu saa’ah”. “Saudaraku, mari sejenak kita beriman”. Saat itu Ibnu Rawahah ingin mengajak sahabatnya Abu Darda’ untuk duduk, saling berdiskusi tentang kebaikan, dan saling menasehati.

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran". (Al 'Ashr : 1-3)

Maka dua syarat terakhir agar manusia tidak merugi akan terwujud apabila seseorang bersama dalam kehidupan berjamaah. Sungguh banyak keistimewaan dan berkah Allah dalam kehidupan berjamaah. Di antaranya adalah perjalanan yang kita lakukan akan lebih terjamin keamanannya, apabila kita melakukan kesalahan dalam sikap dan langkah dapat diingatkan kembali oleh nasihat sahabat.

Maka dari sinilah tercipta mekanisme saling menasehati yang sehat sehingga amal masing-masing orang dalam sebuah jamaah akan saling melengkapi. Imam Hasan Al-Bashri pernah mengatakan,” saudara-saudaraku lebih aku cintai daripada keluarga dan anak-anakku. Keluargaku mengingatkanku dengan dunia, sedangkan saudara-saudaraku mengingatkan tentang akhirat.”

Di dalam jalan ini sesungguhnya syaithan dan kroni-kroninya tidak akan menyerah sampai manusia meninggalkan jalan kebaikan. Untuk itu perlu kita sadari dimana letak kelemahan kita, sebab syaithan akan mengincar titik lemah itu dengan tahapan, rayuan yang halus dan perlahan-lahan sehingga tanpa sadar kita sudah terjebak dalam belenggu syaithan.

“Kalau kamu tahu bahwa syaithan tidak pernah melupakanmu dan terus berupaya membinasakan kamu, maka janganlah kamu lupa kepada Tuhan yang nasibmu berada di tangan-Nya”.

Hanya kepada Allah kita meminta perlindungan dari godaan syaithan. Berusahalah untuk tetap bersama Allah dimanapun kita berada, terutama saat kita sendiri dan jauh dari lingkungan kebaikan.

Tetap pelihara hak-hak Allah, maka Allah pasti akan berada bersama kita di saat kita mengalami kesulitan dan membutuhkan pertolongan-Nya. Bahkan ia akan menuntun kita kembali ke jalan-Nya apabila kita mulai menjauh dari-Nya berupa rasa kegelisahan dan kegersangan jiwa apabila kita melakukan maksiat.

Perpanjanglah waktu mu untuk mendirikan shalat sunnah. Kuatkan kesungguhan untuk membuka dan membaca Al-Quran setiap hari sesibuk apapun dirimu. Basahkan bibirmu dengan dzikir, istighfar dan memuji Allah.

Tanamkan keinginan kuat untuk berkhalwat dengan Rabb di sepertiga malam. Lawan keinginan melanjutkan istirahat setelah subuh. Mari pelihara dan tingkatkan taqwa kita dengan mendekati Allah.

Sesungguhnya Allah tidak mementingkan hasil yang kita peroleh, melainkan proses mencapai tujuan akhir dalam perjalanan ini. Tapi tak dipungkiri bahwa hasil juga merupakan tolok ukur apakah kita berhasil menempuh perjalanan yang panjang ini. Senantiasalah berdo’a agar Allah SWT memberikan hasil yang indah pada akhir perjalanan kita berupa husnul khatimah. Amin

Ibnul Qayim pernah berkata,” adakah orang yang sampai pada kedudukan yang terpuji atau akhir yang utama kecuali setelah ia melewati jembatan ujian. Demikianlah kedudukanmu jika engkau ingin mencapainya. Naiklah ke sana dengan melewati jembatan kelelahan”.

Semua posisi yang mulia selalu berhasil digapai setelah melewati ujian yang dilalui dengan kerja keras. Begitupula yang terjadi kepada para nabi Allah. Ketika mereka bersabar atas ujian yang Allah berikan, maka Allah kokohkan kedudukan mereka.

Saudaraku, tetaplah dalam jalan ini. Walaupun telah banyak peluh yang keluar, letih yang dirasakan dan air mata yang mengalir. Tetaplah bersama hingga mencapai akhir dari perjalanan ini.

Yakinlah bahwa hanya ini satu-satunya jalan meraih ridha Allah dan kenikmatan yang akan kita dapatkan jauh dapat lebih banyak dari orang-orang lalai.

Oleh Zulda Musyarifah