Senin, 31 Januari 2011

UTAMAKAN PENILAIAN ALLAH

Salah satu yang membuat kita jadi munafik adalah ketika berkumpul dengan orang-orang. Kita lebih sibuk mengatur kata dan sikap supaya terlihat baik dalam pandangan mereka. Padahal, yang paling penting adalah mengatur hati supaya diterima Allah (dirihai-Nya).

Penilaian orang terhadap kita sama sekali tidaklah penting. Yang penting penilaian Allah. Dipuji orang jika Allah tidak ridha, hanya rugi yang didapat. Sebaliknya, dicaci orang tapi Allah ridha, maka kita termasuk beruntung.

Ketika sedang sendiri, sadari bahwa Allah Maha Tahu isi hati. Sebelah kiri dan kanan ada malaikat yang siap mencatat segala amalan. Ketika berjalan, kita cenderung mengatur gerak supaya kelihatan bagus, kelihatan gagah di mata manusia. Seharusnya, kita sibuk bertanya pada hati kita. Ada ujub atau tidak, ada riya atau tidak. Bagus berjalan tegap, tapi kalau niatnya supaya terlihat gagah, tidak ada untungnya.

Jika kita berjumpa dengan orang, dan hendak berbicara, tanya terlebih dahulu hati kita. Apakah bicaranya ini karena riya atau pamer? Apakah perlu kita bicara? Apakah pembicaraan ini sedang mengangkat diri atau menjatuhkan orang?

Misalnya sedang mengajar, periksa terlebih dahulu hati kita. Apa ingin dilihat sebagai guru yang pintar atau hebat. Kalau kita selalu berusaha mengawasi hati, maka akan terlahir ketulusan. Allah akan menggunakan lisan dan sikap kita menjadi bertenaga. Mungkin sederhana tapi ada tenaganya.

Kalau kita duduk dan ada orang disamping kita, jangan berbuat sopan hanya untuk dilihat dan dinilai baik. Berbuat sopanlah karena amalan tersebut memang disukai Allah. Kalau kita terus sibuk memeriksa hati, maka hati nurani akan bicara. Kalau bertanya ke hati, pasti hati menjawab.

Orang yang kenal Allah, akan lebih menikmati saat-saat kesendiriannya. Tidak ada rekayasa sikap, ucapan, bahkan perasaan untuk dipuji orang. Allah Maha Dekat, Maha Melihat, dan Maha Tahu segala isi hati dan perbuatan kita. Tanyalah para kekasih Allah, pasti mereka senang menyendiri. Keluarnya untuk manfaat. Keluar dalam tugas atau pekerjaan. Bukan untuk menyenangkan dirinya. Wallahu’alam bishawab.

ABATASA.COM

Sabtu, 29 Januari 2011

Misteri Umur 40 Tahuan

Rahasia Usia 40, Rahasia Usia Nubuwah Rasulullah

tundra-landscape-russia_25317_990x742

Rahasia umur Muhammad saat nubuwah, mulai tersingkap sedikit demi sedikit. Mengapa Muhammad mengemban misi kenabian saat beliau berusia 40 tahun? Dan bukannya usia 30 atau 35, puncak kehebatan [fisik] manusia? Mengapa harus 40 tahun? saat fisik sudah berrada di jalur turun, ibarat naik roll coster, 0-39 th adalah ketika kereta merambat naik, lalu di usia 40 lah si kereta roll coster mencapai puncak rel dan kemudian meroket turun.

Jadi, apa rahasia usia 40 tahun Muhammad ketika di serahkan misi mulia ini? Apa makna yang terkandung dalam usia 40 ini?

****************

Apabila dia telah dewasa dan usianya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim.” (Q.S. al-Ahqâf: 15)

Al-Qur’an memberikan apresiasi tersendiri terhadap manusia kala mencapai usia 40 tahun yang disebutkan dalam surat di atas. Pastilah bukan hal yang main-main, Allah menyebutkan secara jelas usia manusia yang dimaksud. Sebenarnya apa maksud Allah menyuruh manusia untuk berdo’a pada usia tersebut.

Menurut para mufassir, usia 40 tahun merupakan usia dimana manusia mencapai puncak kehidupannya baik dari segi fisik, intelektual, emosional, karya, maupun spiritualnya. Orang yang berusia 40 tahun benar-benar telah meninggalkan usia mudanya dan beralih menapaki usia dewasa penuh. Apa yang dialami pada usia ini sifatnya stabil, mapan, kokoh. Perilaku di usia ini akan menjadi barometer pada langkah usia selanjutnya.

Do’a yang terdapat dalam ayat tersebut sangat dianjurkan untuk dibaca oleh mereka yang menginjak usia 40 tahunan. Di dalamnya tampak terkandung uraian berbagai gejala orang yang berusia 40 tahun, yakni nikmat yang sempurna telah diterimanya dan diterima oleh orang tuanya, kecenderungan diri untuk beramal yang positif, rumah tangga yang beranjak harmonis, kecenderungan diri bertaubat dan kembali kepada Sang Pencipta, dan ketegasannya mendeklarasikan diri sebagai pemeluk agama Islam.

Oleh beberapa ahli tafsir, ayat tersebut dijelaskan sebagai ayat yang berisikan nasihat kepada manusia untuk selalu bersyukur, mengingat dan mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya sekaligus juga memohon petunjuk untuk dapat melakukan amal shaleh berupa kebaikan (agama) kepada keluarganya ketika manusia tersebut telah mencapai usia 40 tahun.

Dalam surat tersebut setidaknya juga terdapat empat indikator kemuliaan manusia yang seharusnya menjadi identitas orang yang mencapai umur 40 tahun yaitu bersyukur, beramal shalih, bertaubat, dan berserah diri.

* Bersyukur kepada Allah atas karunia umur yang mengantarkannya mencapai angka 40.

* Bersyukur atas kenikmatan hidup yang telah dianugerahkan Allah baik berupa kenikmatan material maupun nikmat anak keturunan (dzuriyat).

* Bersyukur sesuai hakikat bahwa semuanya karena kehendak yang mengikuti nilai-nilai kebaikan yang dikehendaki Allah dan dicontohkan dalam kehidupan Rasul dan para sahabat.

* Bertobat disertai kesadaran bahwa manusia mempunyai kalbu yang berbolak-balik antara tarikan kebaikan dan keburukan.

* Bertobat disertai perenungan dan perhitungan apakah di usia 40 tahun lebih berat kebaikannya atau keburukannya.

* Berserah diri, yang merupakan pernyataan keikhlasan sebagai seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, sehingga upaya-upaya yang dilakukan tersebut dapat menjadi amal shaleh yang tidak tertolak dan dapat mendatangkan keridhoan-Nya.

Dengan demikian umur 40 tahun dapat dipandang sebagai gerbang pencerahan jiwa, menjadikannya cahaya menuju kehidupan yang lebih mulia.1]

Pada ayat yang lain, Allah swt. berfirman,

Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam tempo yang cukup untuk berpikir bagi orang-orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan? (Q.S. Fâthir: 37)

Menurut Ibnu Abbas, Hasan al-Bashri, al-Kalbi, Wahab bin Munabbih, dan Masruq, yang dimaksud dengan “umur panjang dalam tempo (tenggang waktu) yang cukup untuk berpikir” dalam ayat tersebut tidak lain adalah kala berusia 40 tahun.

Mengapa umur 40 tahun begitu penting?

Dalam tradisi Islam, usia manusia diklasifikasikan menjadi 4 (empat) periode, yaitu
1) periode kanak-kanak atau thufuliyah,
2) periode muda atau syabab,
3) periode dewasa atau kuhulah, dan
4) periode tua atau syaikhukhah.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyebut periode kanak-kanak itu mulai lahir hingga baligh, muda mulai dari usia baligh sampai 40 tahun, dewasa usia 40 tahun sampai 60 tahun, dan usia tua dari 60-70 tahun.

Usia 40 tahun dengan demikian adalah usia ketika manusia benar-benar meninggalkan masa mudanya dan beralih menapaki masa dewasa penuh yang disebut dengan usia dewasa madya (paruh baya) atau kuhulah. Hal ini sesuai dengan pendapat pakar psikologi seperti Elizabet B. Hurlock, penulis “Developmental Psychology”. Katanya, “masa dewasa awal” atau “early adulthood” terbentang sejak tercapainya kematangan secara hukum sampai kira-kira usia 40 tahun. Selanjutnya adalah masa setengah baya atau “middle age”, yang umumnya dimulai pada usia 40 tahun dan berakhir pada usia 60 tahun. Dan akhirnya, masa tua atau “old age” dimulai sejak berakhirnya masa setengah baya sampai seseorang meninggal dunia.

Nuansa kejiwaan yang paling menarik pada usia 40 tahun ini adalah meningkatnya minat seseorang terhadap agama (religiusitas dan spiritualisme) setelah pada masa-masa sebelumnya minat terhadap agama itu boleh jadi kecil sebagaimana diungkapkan oleh banyak pakar psikologi sebagai “least religious period of life”.

Oleh karena itu, dengan berbagai keistimewaannya, maka patutlah jika usia 40 tahun disebut tersendiri di dalam al-Qur’an. Dan karenanya, tidaklah heran jika para Nabi diutus pada usia 40 tahun. Nabi Muhammad saw. diutus menjadi nabi tepat pada usia 40 tahun. Begitu juga dengan nabi-nabi yang lain, kecuali Nabi Isa as. dan Nabi Yahya as., mereka diutus menjadi nabi ketika usia mereka genap 40 tahun.

Di banyak negara ditetapkan, untuk menduduki jabatan-jabatan elit yang strategis, seperti kepala negara, disyaratkan bakal calon harus telah berusia 40 tahun. Masyarakat sendiri tampak cenderung baru mengakui prestasi seseorang secara mantap tatkala orang itu telah berusia 40 tahun. Soekarno menjadi presiden pada usia 44 tahun. Soeharto menjadi presiden pada umur 46 tahun. J.F. Kennedy 44 tahun. Bill Clinton 46 tahun. Paul Keating 47 tahun. Sementara Tony Blair 44 tahun.

Apa keistimewaan usia 40 tahun?

Dari kacamata psikologi, usia 40 tahun sering disebut masa dewasa madya. Orang-orang yang berada di usia ini lebih popular disebut setengah baya, dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis, memiliki banyak kesamaan dengan masa remaja. Bila masa remaja merupakan masa peralihan, dalam arti bukan lagi masa kanak-kanak namun belum bisa disebut dewasa, maka pada setengah baya, tidak dapat lagi disebut muda, namun juga belum bisa dikatakan tua.

Secara fisik, pada masa remaja terjadi perubahan yang demikian pesat (menuju ke arah kesempurnaan/kemajuan) yang berpengaruh pada kondisi psikologisnya, sedangkan individu setengah baya juga mengalami perubahan kondisi fisik, namun dalam pengertian terjadi penurunan/kemun-duran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Selain itu, perilaku dan perasaan yang menyertai terjadinya perubahan-perubahan tersebut adalah sama, yaitu salah tingkah/ canggung, bingung, dan kadang-kadang over acting.


CIRI-CIRI DEWASA MADYA

* Masa yang ditakuti (a dreaded period).
* Masa transisi (a time of transition).
* Masa penyesuaian kembali (a time of adjustment).
* Masa keseimbangan dan ketidakseimbang-an (a time of equilibrium and disequilibrium
* Usia berbahaya (a dangerous age).
* Usia kaku/canggung (a awkward age).
* Masa berprestasi (a time of achievement).

images19
Masa yang ditakuti

* Selain masa tua (old age), masa dewasa madya juga merupakan masa yang sangat ditakuti datangnya oleh kebanyakan individu, sehingga seolah-olah mereka ingin mengerem laju pertambahan usia mereka.
* Bagi perempuan masa dewasa madya tidak saja berarti menurunnya kemampuan reproduktif dan datangnya menopause, namun juga menurunnya daya tarik seksual.
* Umumnya mereka (individu dewasa madya) merasa tidak lagi menarik secara seksual bagi suami mereka, sehingga muncul kekhawatiran “akan kehilangan” suami dan kondisi ini selain dapat mengakibatkan para istri begitu mengharapkan suaminya bersikap seperti ketika masih pengantin baru, juga munculnya rasa cemburu yang kadang cenderung berlebihan, bila melihat suaminya berkomunikasi dengan perempuan yang lebih muda usianya.
* Biasanya di usia2 ini, suami mereka mulai lebih berkonsentrasi pada karier dan peningkatan kariernya, sehingga mereka semakin merasa kesepian dan “diabaikan”.
* Perasaan2 negatif ini bila tidak segera dicari pemecahannya dapat mengakibatkan para istri mengalami depresi.
* Bagi pria, masa dewasa madya merupakan usia yang mengandung arti menurunnya kemampuan fisik secara menyeluruh, termasuk berkurangnya vitalitas seksual.
* Sebagian kaum pria yang mengalami tanda-tanda terjadinya penurunan kemampuan seksual ini, akan mengalihkan perhatian mereka pada kesibukan bekerja demi meningkatkan prestasi dan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
* Selain masalah seksual, kaum pria yang telah memasuki usia dewasa madya, ada juga yang ingin menutupi “kelemahan” fisiknya dengan melakukan aktivitas fisik berlebihan, dan cenderung menolak bantuan dari mereka yang lebih muda.
* Pada sebagian yang lain, justru bersikap kompensatif, dalam arti untuk menutupi “kekurangannya” mereka bersikap seperti anak muda dengan lebih memperhatikan penampilan fisik, berdandan sedemikian rupa untuk mencari perhatian dari lawan jenis yang berusia jauh lebih muda.
* Mereka yang berperilaku seperti ini justru menunjukkan adanya ketidak percayaan yang cukup besar terhadap daya tarik seksual mereka.

Masa Transisi

* Seperti juga masa remaja, individu pada masa dewasa madya juga disebut sebagai masa transisi dari masa dewasa awal ke masa dewasa lanjut (lansia).
* Sebagian cirri-ciri fisik dan perilakunya masih memperlihatkan masa dewasa awal, sementara banyak ciri fisik dan perilaku lainnya justru telah menunjukkan ciri-ciri orang dewasa lanjut.
* Kondisi transisi ini menyebabkan mereka harus banyak melakukan penyesuaian terhadap peran-peran baru yang diberikan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga mengharapkan mereka untuk dapat berpikir dan berperilaku sesuai dengan usianya.

Masa Penyesuaian kembali

* Memasuki usia dewasa madya, cepat atau lambat individu harus mengadakan penye-suaian kembali terhadap perubahan2 yang dialaminya, baik fisik maupun peranan.
* Penyesuaian terhadap perubahan peranan, biasanya akan terasa lebih sulit dilakukan bila dibandingkan dengan penyesuaian terhadap berubahnya kondisi fisik. Misalnya kaum pria yang mengalami masa pensiun, atau kaum perempuan yang mengalami perubahan peran sebagai ibu dengan anak-anak yang akan mulai memasuki kehidupan baru.

Masa Keseimbangan dan Ketidakseimbangan

* Pengertian keseimbangan mengacu pada kemampuan penyesuaian terhadap terjadinya perubahan2 fisik dan psikologis yang dilakukan orang2 dewasa madya.
* Keseimbangan ini dapat dicapai bila ada penyesuaian secara menyeluruh terhadap pola-pola kehidupannya. Mereka yang mampu mencapai keseimbangan akan merasakan kehidupan yang tenang, tenteram dan damai di rumah, sehingga tidak suka “keluyuran”/ buang-buang waktu di luar rumah untuk kegiatan yang tidak berguna.
* Ketidakseimbangan artinya adalah terjadinya kegoncangan2/gangguan2 penyesuaian yang dialami individu pada masa ini, baik yang bersifat internal maupun eksternal, termasuk dengan pasangan hidupnya.
* Mereka yang tidak mampu mencapai keseimbangan ini akan merasa tidak betah di rumah, dan cenderung ingin “lari” dari rumah untuk memenuhi kebutuhan2 fisik dan psikologis yang tidak diperoleh di rumahnya

Usia Berbahaya

* Yang dimaksud dengan usia berbahaya adalah dalam hal kehidupan seksual-nya, terutama dengan isterinya.
* Juga dalam hal-hal yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan lainnya, seperti kondisi fisik yang mulai rentan terhadap penyakit, juga kondisi psikologis yang relative menjadi lebih peka, dalam arti mudah tersinggung, tertekan, stress, hingga depresi.
* Dalam hal-hal yang berhubungan dengan masalah seksual, tidak jarang terjadi para suami yang mulai merasa “bosan” dengan istrinya, sehingga mulai menyeleweng, atau pun menceraikan istrinya untuk kawin lagi dengan perempuan lain yang kadang-kadang seusia dengan anak gadisnya.
* Adapun untuk hal-hal yang lain, individu usia dewasa madya, relative lebih sering mengalami gangguan fisik maupun mental, bahkan pada orang-orang tertentu dapat mengakibatkan bunuh diri.

Usia Kaku/Canggung

* Seperti juga masa remaja ketika individu tidak bisa lagi disebut anak-anak, tetapi juga belum layak disebut dewasa, begitu juga individu dewasa madya, sudah kurang pantas disebut dewasa dini, namun juga belum bisa disebut tua. Dalam situasi seperti ini, kadang muncul rasa canggung dan bingung pada individu.
* Pada sebagian individu kondisi ini mengakibatkan mereka ingin menutupi ketuaan dengan berbagai cara dan sejauh mungkin berusaha untuk tidak tampak tua, misalnya dalam hal pemilihan busana, berdandan/ pemakaian kosmetik dsb. Kadang-kadang apabila individu agak berlebihan di dalam menampilkan busana dan dandanan yang bertujuan untuk menutupi ketuaannya, maka hal ini justru menyebabkan mereka tampak janggal, sehingga terlihat kaku/canggung.

Masa Berprestasi

* Berprestasi pada usia dewasa madya menurut Werner merupakan suatu gambaran yang positif dari seorang individu.
* Pada usia 40 tahun pada orang-orang normal telah memiliki pengalaman yang cukup dalam pendidikan dan pergaulan, sehingga mereka telah memiliki sikap yang pasti serta nilai-nilai tentang hubungan social yang berkembang secara baik.
* Kondisi keuangan dan kedudukan social mereka biasanya telah mapan, serta mereka telah memiliki pandangan yang jelas tentang masa depan dan tujuan yang ingin dicapai.
* Apabila situasi ini diikuti dengan kondisi fisik yang prima, maka mereka dapat menyatakan bahwa hidup dimulai di usia 40 tahun (life begin 40th).
* Menurut Hurlock yang dapat dicapai individu di usia dewasa madya, tidak hanya kesuk-sesan secara financial, melainkan juga dalam hal kekuasaan dan prestise.
* Biasanya usia pencapaian terjadi antara 40-50 tahun. Selain itu masyarakat sendiri nampaknya baru mengakui kemampuan atau prestasi seseorang secara mantap apabila yang bersangkutan telah memasuki usia dewasa madya.

Bila ditinjau dari sisi psikologi, memang usia 40 tahun memiliki banyak keistimewaan, salah satunya sebagaimana tercermin dari sabda Rasulullah saw.,

العَبْدُ الْمُسْلِمُ إِذَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً خَفَّفَ اللهُ تَعَالَى حِسَابَهُ ، وَإِذَا بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً رَزَقَهُ اللهُ تَعَالَى الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ ، وَإِذَا بَلَغَ سَبْعِيْنَ سَنَةً أَحَبَّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ، وَإِذَا بَلَغَ ثَمَانِيْنَ سَنَةً ثَبَّتَ اللهُ تَعَالَى حَسَنَاتِهِ وَمَحَا سَيِّئَاتِهِ ، وَإِذَا بَلَغَ تِسْعِيْنَ سَنَةً غَفَرَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ وَشَفَّعَهُ اللهُ تَعَالَى فِى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَكَتَبَ فِى السَّمَاءِ أَسِيْرَ اللهِ فِى أَرْضِهِ – رواه الإمام أحمد

Seorang hamba muslim bila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah akan meringankan hisabnya (perhitungan amalnya). Jika usianya mencapai enam puluh tahun, Allah akan memberikan anugerah berupa kemampuan kembali (bertaubat) kepada-Nya. Bila usianya mencapai tujuh puluh tahun, para penduduk langit (malaikat) akan mencintainya. Jika usianya mencapai delapan puluh tahun, Allah akan menetapkan amal kebaikannya dan menghapus amal keburukannya. Dan bila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan dosa-dosanya yang belakangan, Allah juga akan memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya, serta Allah akan mencatatnya sebagai “tawanan Allah” di bumi. (H.R. Ahmad)

Hadits ini menyebut usia 40 tahun paling awal, dimana isinya bermakna bahwa orang yang mencapai usia 40 tahun dan ia tetap memiliki komitmen terhadap penghambaan kepada Allah swt. sekaligus memiliki konsistensi terhadap Islam sebagai pilihan keberagamaannya, maka Allah swt. akan meringankan hisabnya. Perhitungan amalnya akan dimudahkan oleh Allah swt. Ini merupakan suatu keistimewaan tersendiri, karena dihisab, diteliti secara detail, diinterogasi secara berbelit-belit, merupakan suatu tahapan di akhirat yang sangat sulit, pahit, lama, dan mencekam tak ubahnya disiksa, betapa pun siksa yang sebenarnya belum dilaksanakan.

Orang yang usianya mencapai 40 tahun mendapatkan keistimewaan berupa hisabnya diringankan. Boleh jadi ini karena untuk mencapai usia 40 tahun dengan tingkat penghambaan dan keberagamaan yang konsisten tentulah membutuhkan proses perjuangan yang melelahkan.

Tetapi, umur 40 tahun merupakan saat harus waspada juga. Ibarat waktu, orang yang berumur 40 tahun mungkin sudah masuk ashar. Senja. Sebentar lagi maghrib. Sahabat Qotadah, tokoh generasi tabiin, berkata, “Bila seseorang telah mencapai usia 40 tahun, maka hendaklah dia mengambil kehati-hatian dari Allah ‘azza wa jalla.”

Bahkan, sahabat Abdullah bin Abbas ra. dalam suatu riwayat berkata, “Barangsiapa mencapai usia 40 tahun dan amal kebajikannya tidak unggul mengalahkan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke neraka.”

Nasihat yang diungkap oleh dua sahabat besar tersebut memberikan pengertian bahwa manusia harus mulai bersikap waspada, hati-hati, dan mawas diri dalam aktivitas pengabdiannya kepada Allah swt. manakala usianya telah mencapai 40 tahun. Ia ditekankan untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan amal kebajikan yang telah dibiasakannya pada usia-usia sebelumnya. Tidak justru “tua-tua keladi”, makin tua dosanya makin menjadi-jadi. Secara keras, Ibnu Abbas ra. mengingatkan manusia yang berumur 40 tahun dan amal kebajikannya masih kalah dibanding dengan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke neraka.

Atas dasar ini, penduduk Madinah dahulu yang didominasi oleh para sahabat Nabi Saw. ketika usia mereka telah mencapi 40 tahun, mereka konsentrasi beribadah. Mereka mulai memprioritaskan hari-harinya untuk aktivitas ibadah. Kesibukan mencari materi mereka kurangi dan beralih memfokuskan diri pada kegiatan yang bersifat non-materi, dalam rangka memobilisasi bekal sebanyak-banyaknya bagi kehidupan setelah mati. Hal yang sama dilakukan oleh penduduk Andalusia, Spanyol.

Imam asy-Syafi’i tatkala mencapai usia 40 tahun, beliau berjalan seraya memakai tongkat. Jika ditanya, jawab beliau, “Agar aku ingat bahwa aku adalah musafir. Demi Allah, aku melihat diriku sekarang ini seperti seekor burung yang dipenjara di dalam sangkar. Lalu burung itu lepas di udara, kecuali telapak kakinya saja yang masih tertambat dalam sangkar. Komitmenku sekarang seperti itu juga. Aku tidak memiliki sisa-sisa syahwat untuk menetap tinggal di dunia. Aku tidak berkenan sahabat-sahabatku memberiku sedikit pun sedekah dari dunia. Aku juga tidak berkenan mereka mengingatkanku sedikit pun tentang hiruk pikuk dunia, kecuali hal yang menurut syara’ lazim bagiku. Di antara aku dan dia ada Allah.”

Syeikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitab “al-Bahr al-Maurûd” menyatakan, “Kita memiliki keterikatan janji manakala umur kita telah mencapai 40 tahun, bahwa kita harus melipat alas tidur kecuali bila terkuasai (yakni, kantuk berat datang dan tak bisa dihindari), kita tidak boleh alpa dari keberadaan kita sebagai para musafir ke negeri akhirat di setiap detak nafas, sehingga kita tidak merasa memiliki kenyamanan sedikit pun di dunia. Kita harus melihat sedetik nafas dari umur kita setelah usia 40 tahun sebanding dengan 100 tahun dari umur sebelumnya. Begitulah. Pasca usia 40 tahun, tidak ada rehat bagi kita, tidak lagi berebutan atas suatu jabatan (kursi), tidak juga merasa senang dengan sedikit pun dari dunia. Semua itu karena sempitnya usia pasca 40 tahun. Tidaklah pantas orang yang berada di ujung kematian berlaku lalai, lupa, santai, dan bermain-main.”

> Lantas, apa yang harus kita lakukan ketika menginjak usia 40 tahun?

Beberapa yang disebutkan Ahmad Syarifuddin dalam bukunya ini adalah,

1. Meneguhkan tujuan hidup

2. Meningkatkan daya spiritualisme

3. Menjadikan uban sebagai peringatan

4. Memperbanyak bersyukur

5. Menjaga makan dan tidur

6. Menjaga konsistensi dan kontinuitas

aa
Jika ada yang mengatakan bahwa: Life began at forty, saya cenderung berpendapat bahwa kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan religius, kehidupan yang berfokus dan konsentrasi untuk persiapan menuju negeri akhirat. Karena bagaimanapun, statemen Helen Rowland itu belum selesai. Lanjutnya, … but so do fallen arches, rheumatism, faulty eyesight, and the tendency to tell a story to the same person, three or four times. Kehidupan memang dimulai umur 40 tahun, tetapi pada saat itu kita juga mulai cekot-cekot, reumatik, rabun, dan kecenderungan pikun.

Karena itu, agaknya syair Ali bin Abi Thalib ra. ini bisa dijadikan renungan,

إِذَا عَاشَ الْفَتَى سِتِّيْنَ عَامًا # فَنِصْفُ الْعُمْرِ تَمْحَقُهُ اللَّيَالِي وَرُبْعُ الْعُمْرِ يَمْضِى لَيْسَ يُدْرَى # أَيُقْضَى فِى يَمِيْنٍ أَوْ شِمَالِ وَرُبْعُ الْعُمْرِ أَمْرَاضٌ وَشَيْبٌ # وَشُغْلٌ بِالتَّفَكُّرِ وَالْعِيَالِ

Jika seorang pemuda dikaruniai usia 60 tahun, maka separuh usianya habis oleh tidur di malam hari. Sementara seperempat usianya berlalu tanpa diketahui, apakah dijalankan ke kanan atau ke kiri. Seperempat usianya yang lain dimangsa oleh sakit, uban, dan kesibukan mengurus keluarga.

Jika umur kita pada kenyataannya lebih banyak yang kita habiskan untuk sesuatu yang tidak berguna, maka kiranya kini saatnya untuk tidak lagi menyia-nyiakan waktu yang tersisa. Sebagaimana sahabat Abdullah bin Umar r.a. pernah menceritakan hadits dari Rasulullah Saw. yang perlu dicamkan berkaitan dengan hal ini.

Rasulullah Saw. memegang kedua pundakku dan bersabda, “Jadilah di dunia seakan-akan kamu orang asing (perantau) atau pengembara (musafir).” Abdullah bin Umar ra. berkata, “Jika berada di waktu sore, jangan menanti waktu pagi. Jika berada di waktu pagi, jangan menanti waktu sore. Pergunakanlah (rebutlah) masa sehatmu (dengan amal-amal shaleh) untuk bekal (antisipasi) masa sakitmu dan masa hidupmu untuk bekal (antisipasi) masa matimu.” (H.R. Bukhari).

[Written by Adi Wicaksono]

Senin, 24 Januari 2011

PANDAI MEMAAFKAN



Sahabat tercinta….

Tak hendak memperdebatkan kebenaran kisah yang melatarbelakangi lagu “Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree" . Lagunya memang benar ada dan silakan kalau sahabat hendak mencoba dengarkan. Pada kesempatan ini kita hanya hendak mengambil hikmah dari kisah (yang konon menjadi latar belakang) lagu ini, sebagai ilustrasi yang memudahkan kita belajar untuk memiliki pribadi yang agung. Salah satu cirinya adalah pribadi yang pandai memaafkan….

Berikut kisah yang sudah sangat populer beredar di internet …..

Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik, sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam-malam dalam keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.

Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Seks, judi, mabuk-mabukan, dia menikmati semuanya.

Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.

Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya.

Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat, oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis,

"Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku, namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan?”

“Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku."

Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau jika istrinya membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya?

Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Dia meminta kepada sopir bus itu, "Tolong, kalau lewat White Oak, jalannya pelan-pelan saja......"

Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras.

Akhirnya dia melihat pohon itu. Air mata menetas di matanya......

Dia tidak melihat sehelai pita kuning...

Tidak ada sehelai pita kuning....

Tiada sehelai......

Melainkan ada seratus (100) helai pita-pita kuning....

bergantungan di pohon beringin itu...

Ooh...pohon itu seakan dipenuhi pita kuning...!!!!!!!!!!!!

Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Kemudian lahir lagu "Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree". Lagu ini ditulis oleh Irwin Levine dan L. Russell Brown. Mencapai nomor satu di Amerika Serikat dan lagu Inggris selama empat minggu pada bulan April 1973 dan nomor satu di tangga lagu Australia selama tujuh minggu dari Mei-Juli 1973.

I'm coming home I've done my time

And I have to know what is or isn't mine

If you received my letter Telling you I'd soon be free

Then you'd know just what to do If you still want me , If you still want me

Oh tie a yellow ribbon 'Round the old oak tree

It's been three long years Do you still want me

If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree

I'll stay on the bus, forget about us Put the blame on me

If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree

Bus driver please look for me 'Cause I couldn't bare to see what I might see

I'm really still in prison And my love she holds the key A simple yellow ribbon's

all I need to set me free I wrote and told her please Oh

tie a yellow ribbon 'Round the old oak tree It's been three long years Do you still want me

If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree I'll stay on the bus,

forget about us Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree

Now the whole damn bus is cheering And I can't believe I see

A hundred yellow ribbons 'Round the old, the old oak tree

Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak

Sahabat terkasih……

Alangkah indahnya jiwa sang istri….

sulit kita melukiskan keagungan hati wanita di balik kisah di atas.

Tidak hanya sekedar memaafkan…

namun dia memberikan lebih dari sekedar permaafan.

Dia memberikannya dengan segenap jiwa dan kasih sayang yang mengharukan hati.

Wanita tersebut adalah seorang yang sangat pandai dalam memaafkan.

Menjadi pribadi yang pemaaf adalah baik,

menjadi pribadi yang pandai memaafkan tentu akan lebih baik.

Pandai memaafkan, berarti mudah dan cepat

dalam hal sesuatu yang memang harus segera dimaafkan.

Tidak akan menyimpan rasa marah apalagi dendam dalam hati.

Pandai memaafkan , tentu saja tidak akan menyimpan “penyakit” dalam hati dan pikiran kita.

Seorang ahli hikmah mengatakan, lupakanlah dua hal.

"Lupakanlah kebaikanmu kepada orang lain

dan lupakanlah kesalahan orang lain kepadamu."

Insan yang pandai memaafkan bahkan membalas orang yang menyakitinya dengan kebaikan yang mengesankan.

Dari Uqbah bin Amir, dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda, "wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu." (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).

Sahabatku tercinta……

Jadilah orang yang pandai memaafkan,

berikanlah maaf pada sesama dan semua…..

Memaafkan dengan segera, santun, tulus ,

dengan segenap kemampuan sering menyisakan jejak...

Jejak keagungan, jejak yang bisa dibaca dan menjadi pelajaran bagi sesama..

Mungkin ada di antara kita,

memilih menumpahkan kemarahan ketika harga diri dijatuhkan.

Mendahulukan emosi ketika orang menyakiti

dengan kalimat-kalimat sindiran yang disengaja.

Orang yang pandai memaafkan memilih untuk berterima kasih

dan meyakini adanya transfer pahala ketika mampu memaafkan.

Dan memilih tidak lagi harus khawatir,

karena harga diri manusia hanyalah akan jatuh di mata-Nya,

ketika dia menggadaikan diri pada perbuatan dosa dan maksiat….

Pandailah dalam memaafkan, sahabat…

Termasuk pandailah memaafkan diri kita sendiri…

Agar kita bisa menikmati kilaunya pagi…

bisa meresapi indahnya jingga senja hari…….

"...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.

Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu?

Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur :22)

Arkan

Terima kasih khusus buat sahabatku, Pak Willy, pertama kali saya dengar kisah ini dari Bapak …smoga sukses selalu sahabat…

Share : Kata-Kata Hikmah

Kamis, 20 Januari 2011

Kiamat; Antara Tangisan Dan seruling


Pernahkah sahabat menemukan hal istimewa dari anak-anak kita? Aku yakin pernah, meskipun varian, intensitas, volume, segmen dan emosi yang berbeda-beda. Dan menyaksikan keistimewaan dalam kepolosan jiwa mereka, inilah yang aku katakan istimewa.

Pernahkah menyaksikan anak-anak kita menangis? Pasti sering. Tapi, apa yang membuat mereka menangis? Pasti pula banyak macam ragamnya.

Di suatu sore, diantara bau keringat sisa lelah mengajar. Debu masih menempel berbaur dengan minyak alami kulit wajahku. Kepenatan masih mencubit-cubit pinggang, punggung dan kedua belah tangan dari mengendalikan bebek besi yang setia mengantar pulang dan pergi mengais rizki. Baru saja kubenamkan bokong di atas kursi plastik, anakku; Rayyan bercerita.

”Ayah, tadi aku nangis”, hi hi hi, lucu. Melihat mimik wajahnya aku tersipu. Ya Tuhaan, aku seperti melihat bayangan wajahku sendiri. Seolah-oleh aku tengah diajak berdialog dengan jiwaku. Rayyan tak ubahnya aku diusianya sekarang. Mirip. Isteriku pernah mengadu padaku, banyak guru SDnya menyebut Rayyan dengan “Abdul Kecil”.

“Nangis? Memang kenapa mas?”. Aku biasa memanggilnya dengan menambah kata mas; mas Rayyan, mengikuti budaya bundanya yang orang Jawa. Memang terdengar agak ganjil. Lazimnya, sebutan mas diakhiri nama dengan vokal o. Mas Parto, mas Joko, mas Tarmo, mas Trisno dan sebagainya. Lha ini, mas Rayyan. Ah biarlah, sing penting pantes.

”Itu, kakak Mikal cerita tentang kiamat. Kakak ceritanya sambil nangis. Aku ikut nangis. Rafi juga nangis”, lhaa..., tiga bocah kecil nangisin soal kiamat. It’s amazing.

”Coba-coba, ceritain lagi, ayah penasaran apanya yang bikin mas Rayyan nangisin kiamat”. Ahaaa ..., tubuhku segar kembali seolah telah mandi. Rasa penatku bagaikan debu menempel di atas batu licin dihempas angin. Buzzzzzzzzzz ...., hilang semua.

Ini adalah golden opportunity meminjam istilahnya bu Neno Warisman. Tokoh yang dulu pernah sempat aku menjadi wali kelas anaknya; Ghiffari Zaka Waly, siswa cerdas yang jarang disadari kecerdasannya oleh gurunya sendiri waktu itu. Golden opportunity adalah kesempatan emas yang tidak boleh dilepas tanpa memberikan apa-apa kepada mereka. Saatnya mencelup jiwa Rayyan dengan warna celupan Allah melalui pintu kiamat. Aku tak ingin melewatkan tangisan kiamat anakku Rayyan menguap tanpa bekas. Harus. Hanya saja, kadang aku dan kita tidak terlalu peka menangkap golden opportunity yang diciptakan anak-anak kita. Kita sering abai walau tidak terlalu salah karena mungkin energi kita sudah habis diterkam lelah sepanjang waktu.

Eh alaaa, Rayyan berkaca-kaca. Dia benar nangis lagi.

”Habis, aku takut. Ceritanya serem. Kata kakak, nanti langit pecah Yan, bumi bergoyang-goyang. Matahari engga ada sinarnya lagi. Hancur semuanya. Ayah sama bunda berpisah. Aku tidak kenal kakak lagi. Terus kakak nangis, ya aku nangis. Rafi juga nangis”, Aku tersentuh. Hatiku seperti melayang ke alam bawah sadar mengembara diantar oleh tiga anak kecil kelas 1, 2 dan 3 SD.

“Mas Rayyan percaya, Allah sayang pada kita?”, kataku mulai mengarahkan nalarnya. Rayyan mengangguk dan mulutnya mengatakan ya. ”Jika Allah sudah sayang sama mas Rayyan, sayang sama mba Mikal dan Rafi. Sayang pada kita semua, kiamat itu tidak akan menyakiti kita. Kita akan diselamatkan oleh Allah yang menyayangi kita. Oke?”

”Aku ingin di sayang Allah terus”, anakku Rayyan bergumam. Nah ... umpanku dicaploknya. Aku berbinar. Hatiku girang tidak alang kepalang. Ini yang aku tunggu-tunggu.

”Mas, kita semua bisa disayang Allah selamanya. Tetapi agar kita disayang Allah ada syaratnya”, aku pancing lagi ingin tahunya.

”Apa yah syaratnya?”, gooooooool. Aku mendapatkannya.

”Mas Rayyan sudah punya kok syaratnya, cuma masih harus ditambah. Kemarin, mas Rayyan sudah puasa Ramadhan sebulan kurang sehari karena sakit. Mas Rayyan sudah mau ngaji lagi. Allah pasti sayang. Tapi jika mas Rayyan solatnya juga rajin, hmmmm, Allah pasti sayang terus sama mas Rayyan. Tapi jika kita semua tidak mau puasa, tidak mau ngaji, tidak mau solat, Allah juga tidak mau sayang sama kita”. Ya Rabb, semoga ini membekas dalam kalbunya.

Aku senang bisa melukis tauhid di atas kanvas jiwa Rayyan. Harapanku, semoga lukisan iman itu lebih mempertegas syahadat di hadapan Rabbnya saat ia di alam rahim. Dan semoga, lukisan itu akan dibawanya sampai mati, sampai dibangkitkan dan menjadi bekalnya saat kiamat nanti. Aku kira, semua orang tua akan senang melakukannya.

Aku bersyukur masih ada anak yang menangis karena kiamat di zaman ini. Dunia sekarang adalah dunia lawakan, dunia sinteron dan dunia musik serta hiburan. Dunia seperti itu jarang mengajarkan tetesan air mata dan rasa takut pada Tuhan. Bahkan berita tentang kiamatpun diiringi gitar, gendang, perkusi, seruling dan goyangan. Pada akhirnya, berita tentang kiamat yang dihantarkan oleh musik tidak menggerakkan manusia mengingat kuburan, tetapi larut dalam kesyahduan suara seruling dan perkusi serta kesenangan.

Aku sempat melihat di televisi sang raja musik khusyu membawakan lagu kiamat. Tetapi tak ada satupun yang menangis. Bahkan walau dengan malu-malu, masih ada juga yang bergoyang. Tapi mungkin masih nyerempet-nyerempet relevan, sebab nanti di hari kiamat manusia bergoyang seperti mabuk, padahal mereka tidak mabuk. Hiii, serem lagi.

”(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah itu sangat keras”.(terjemah QS. Al Hajj [22]: 2)

Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua),

pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,

dari ibu dan bapaknya,

dari istri dan anak-anaknya.

Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.(terjemah QS. Abasa [80]: 33-37)

Bagaimana kita tidak tersentak memahami berita dahsyat di atas? Bagaimana mungkin dahsyatnya kiamat dihiburkan dengan seruling, gendang dan perkusi? Sedangkan generasi terbaik ummat ini tidak kering-kering air matanya membayangkan kerasnya yaumul qiyaamah. Astaghfirullah.

Diriwayatkan dari Abu Dzar bahwa Rosulullah bersabda: “Sesungguhnya aku melihat sesuatu yang tak bisa kalian lihat, mendengar apa yang tak kalian dengar, yaitu langit telah retak dan sudah semestinya langit berderak. Di sana tiada suatu tempat untuk empat jemari kecuali telah ada malaikat yang menyungkurkan dahinya bersujud kepada Allah. Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian pasti sedikit tertawa dan banyak menangis. Kalian juga tidak akan bersenang-senang dengan istri di tempat tidur, kalian tentu akan keluar ke jalan-jalan untuk memohon perlindungan kepada Allah” lalu mata Abu Dzar pun berlinangan tangis dan berkata: “demi Allah, seandainya bisa, lebih baik aku menjadi pohon saja yang diambil daunnya”(HR Tirmidzi: 2312).

Mikal, Rayyan, Rafi, semoga tangis kalian tidak sia-sia.

Depok, Januari 2011

Oleh Abdul Mutaqin

Selasa, 18 Januari 2011

Walau DIMADU tapi TETAP BAHAGIA ( KUNCI KEBABAHAGIAAN )


Sahabat Hikmah...

Kali ini saya ingin berbagi dan belajar hidup bahagia
Dengan seorang sahabat KKH...
Dia tetap fun saja, walaupun dia sudah dipolygami.

Setelah saya posting tulisan tentang IKHLAS,
Dia mengirim pesan ke inbox fb saya:

assalaamu 'alaikum pak ogy......
barusan tadi saya baca ttg ikhlas yg bpk tulis....
alhamdulillah......menyejukkan hati.
tggl 7 des (1 muharram) suamiku berterus terang
kalo dia udah menikahi janda tanpa anak pd tggl 4 maret 2010
bertepatan anakku yg bungsu dirawat di rmh sakit.

alhamdulillah........gak ada amarahku saat itu.
aku justru lega...
berarti aku gak perlu suhuzhon
dan suamiku gak hrs membohongiku trs.

anak2 sudah kukasih tahu........
kuajak mereka ’tuk tetap santun ke ayah dan istrinya.
aku gak melihat ini sbg keburukan,
justru aku melihat Allah ingin memberikan
nilai kemuliaan kepadaku dan anak2.
saya dan anak2 sdh sering ketemu istri ayahnya.......
sejauh ini fun2 aja.
mohon doanya agar aku dan anak2 dpt sabar dan ikhlas
dlm menjalani ini semua.......thx

Dia juga mengatakan:
kata orang bijak.......
"kalo kamu mencari kebahagiaan,
itu gak akan kamu temukan,
tapi.......kalo kamu bersyukur dgn apa yg kamu terima......
itulah kebahagiaan yg sesungguhnya".

alhamdulillah.....
Allah ngingetin aku agar ga bergantung pd makhluk,
krn ada Allah yg memelihara aku.
kalo Allah sdh kita jadikan sandaran hidup kita,
insyaallah hidup ini akan sangat nyaman tuk dijalani.
aku berterima kasih bnyk.......
dgn seringnya aku membaca "kata2 hikmah".........
bnyk ilmu yg aku bisa serap.....
jazakumullah

Sahabat Hikmah yang tercinta...
Yang menjadi titik perhatian bukan masalah polygaminya.
Tetapi bagaimana agar kita mendapatkan ’kebahagiaan’ dalam kondisi apapun.
Sungguh dengan ini saya belajar dengan pesan tersebut.
Dalam ’realita’ bukan hanya dalam ilmu.
Dari dia kita belajar untuk hidup ’bahagia’, bahwa:
”Kebahagiaan bukan untuk dicari,
Tetapi....apabila kita bersyukur dengan apa yang di terima......
itulah kebahagiaan yg sesungguhnya".

Dan insya Allah dia bisa begitu karena memahami tulisan-tulisan ”KATA-KATA HIKMAH” yang telah diposting, seperti dalam tulisan :
1) TIPS agar SABAR dan IKHLAS menerima KENYATAAN (http://www.facebook.com/note.php?note_id=459543320848)
2) It Always Between You and God ( IKHLAS ) (http://www.facebook.com/note.php?note_id=498603015848)
3) Menahan AMARAH untuk SURGA (http://www.facebook.com/note.php?note_id=499678160848)

Ayat Al-Quran dan hadits yang terkait adalah:
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah menjadi teman yang sangat setia." (QS Fushilat ,41: 34)

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Saya sangat salut dengan dia...
Memang KEBAHAGIAAN akan didapat...
Pada saat kita bisa BERBAGI dengan saudaranya yang lain...
BERSYUKUR dengan apa yang ada...
BERDAMAI dan MEMAAFKAN orang lain

KEBAHAGIAAN bukan DICARI…
Kebahagiaan diTEMUkan di dalam DIRI..
Dalam sikap MENERIMA apapun yang terjadi
Yaitu dengan berSYUKUR dan berSABAR dengan apa yang ada.
Dan dengan dorongan IKHLAS hanya mengharap Ridlo Allah semata.
Serta menjadikan Allah satu-satunya tempat ’berTAWAKKAL’.

Semoga kita bisa mengambil HIKMAH

Wassalam

O.F.A

KETIKA KERTAS PUTIH ITU SALAH GORES



Dari Abu Hurairah r.a. berkata :Rasulullah SAW bersabda : Tiada

seorang anakpun yang lahir kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka

kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia beragama Yahudi, Nasrani dan

Majusi (HR.Muslim)

Sahabat Rumah Yatim Indonesia yang senantiasa dalam naungan Cinta dan Kasih Sayang Allah SWT, diantara 3 kekayaan yang akan kekal sampai Alam Penantian kita kelak adalah Anak yang Shaleh yang senantiasa memberikan Penghargaan dan Do’a kepada kita sebagai orang tua, namun apa yang akan terjadi jika anak-anak yang kita lahirkan itu kesuciannya ternoda oleh tangan kotor dan perilaku kita sebagai orang tua ? , mungkin kisah dibawah ini dapat menjadi renungan untuk kita semua…….

--------------------.

Menjelang istirahat di sebuah kursus pelatiahan, sang Motivator mengajak para peserta untuk melakukan suatu permainan. " Siapakah orang yang paling penting dalam kehidupan Anda ? ", tanyanya., lalu Motivator itu menunjuk salah seorang wanita cantik bernama Nisa.

Nisa diminta maju menuliskan 20 nama orang yang paling berharga dalam kehidupannya. Nisapun kemudian menuliskan 20 nama di papan tulis, ada nama tetangga, teman belajar, saudara, orang tua dan orang-orang tercinta lainnya.

Kemudian sang motivator meminta mencoret satu nama yang dianggap kurang penting, nisa mencoret nama tetangganya, lalu motivator itu menyilahkan mencoret satu nama lagi yang kurang penting, sekarang Nisa mencoret nama teman belajarnya.

Begitu seterusnya sampai pada akhirnya di papan tulis tersisa 5 nama yaitu Ayahnya, Ibunya, kakeknya, neneknya dan nama suaminya. Suasana kelas mendadak sunyi, semua peserta pelatihan memusatkan perhatian kepada sang Motivator, menebak-nebak intruksi selanjutnya dari sang motivator itu. Di tengah keheningan sang motivator berkata " coret dua nama lagi ! ", dengan tangan gemetar Nisa dan gelisah diangkatnya spidol kemudian mencoret nama Ayah dan Ibunya.

Seketika itu pun pecah isak tangis di kelas demikian juga Nisa yang mengeluarkan buliran air mata membasahi pipinya seolah mengingat sesuatu yang cukup menyakitkan, kemudian dia coret juga nama kakek neneknya dan hanya tertinggal nama suaminya, lalu dia bergegas kembali ke tempat duduk karena tidak mampu menahan tangis.

Setelah suasana sedikit tenang, sang motivator itu lalu bertanya : " orang yang berharga dalam hidup Anda bukan kedua orang tua Anda ? orang tua yang melahirkan dan membesarkan Anda, kakek nenek yang mengasihi dan menyayangi Anda, sedangkan suami masih bisa dicari lagi apalagi Anda masih cukup muda. Mengapa Anda memilh sosok suami sebagai orang yang paling berharga ? boleh Anda maju lagi menjelaskannya ! ".

Semua mata tertuju kepada Nisa, wanita cantik yang sekarang berada di depan kelas, sambil terisak Nisa bercerita : " semenjak aku kecil sampai aku dewasa tidak pernah aku rasakan ciuman cinta dari papa dan mamaku, yang aku terima dari mama hanyalah cacian dan kata-kata yang menyakitkan, kamu bego, kamu bodoh, tolol dan lain-lain, dan ketika aku masih usia SD sebuah putung rokok papa mendarat di pahaku serta kekerasan fisik lain yang susah aku lupakan sampai sekarang, bersyukur aku punya kakek nenek yang sangat menyayangiku sebagai tumpuhan segala penderitaanku, namun sayang kakek meninggal sejak aku masih kecil sedangkan nenek tinggal cukup jauh dari rumahku ", mendadak suasana kelas semakin gaduh dengan isak tangis demikian juga air mata Nisa yang semakin deras berjatuhan.

Setelah suasana tangis di kelas mereda, sang motivator kembali bertanya : " lalu ada apa dengan suami Anda begitu berharga dalam hidup Anda ? ", Nisa tiba-tiba tersenyum, : " ketika hidupku diambang jurang kehancuran dan nista, dia hadir memenuhi relung-relung jiwaku yang sudah sekian lama hampa, dia membimbingku dan menunjukkan jalan yang lurus, dia membangkitkan semangat belajarku yang telah punah dan mengantarku meraih gelar sarjana, dia memotivasi aku dan memberikan kepadaku Visi Hidup menuju sukses di masa depan, Aku bersyukur bertemu dengan suami yang sangat perhatian dan selalu memahami problematikan hidupku, sehingga aku tidak lagi mendendam dengan kedua orang tuaku ".

Thank You Allah,

I Love You my husband forever

Mama, Papa, I am Sorry if I must far your life.

for You All, I am not as your thoughts

Sahabat, melahirkan anak atau Generasi yang Shaleh dan Sahalehah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan kita, karena betapa gelombang kemaksiatan sangat besar dan akan menghantam setiap kita, hanya dengan melibatkan Tangan Allah disetiap aktifitas pendidikan dan pembinaan terhadap anak dan generasi kita yang akan mampu mencetak Generasi yang unggul , Shaleh dan Shalehah sebagaimana yang kita semua harapkan

Bersama RYI, kita bantu bangun Generasi yang Shaleh dan Shalehah dari kalangan Yatim dan Dhu’afa,

Senin, 17 Januari 2011

It Always between You and God ( IKHLAS )


Sahabat Hikmah yang tercinta...

Apakah Engkau pernah bingung dengan apa yang Engkau lakukan ?
Engkau sudah berbuat baik tetapi orang lain memberikan respon yang tidak baik.
Pokoknya seperti cerita orang tua, anak dan keledai.
Sehingga apapun yang Engkau lakukan pasti ada yang komentar jelek.
Dengan kondisi ini tentu membuat Engkau tidak nyaman.
Merasa serba salah dan akhirnya merasa masa bodo.

Sahabat Hikmah yang disayang Allah...
Itulah pentingnya IKHLAS.
Ikhlas adalah melakukan amal, baik perkataan maupun perbuatan...
ditujukan untuk Allah semata.
Ikhlas berarti Engkau tidak memanggil siapa pun...
selain Allah Subhanahu wa ta'ala untuk menjadi saksi atas perbuatanmu.

Ikhlas menjadi benar-benar teramat penting
yang akan membuat hidup ini menjadi indah, ringan, dan bermakna.

Ikhlas akan membuat jiwa menjadi independen dan merdeka.
Tidak dibelenggu pengharapan akan pujian dan penghargaan.
Tidak takut akan celaan dan cemoohan.

Ikhlas adalah buah KEIMANAN yang mendalam.
Yakin akan KEBENARAN yang sedang dilaluinya.
Berdasarkan PETUNJUK Allah dan mengharap KERIDLOAN-Nya


Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Kecuali orang-orang yang bertobat dan mengadakan perbaikan dan
berpegang teguh pada (agama) Allah dan
tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah.
Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman
dan kelak Allah akan memberikan kepada
orang-orang yang beriman pahala yang besar."
(QS An-Nisa [4]: 146).

Mengenai hal ini ada kata-kata dari Ibu Theressa yang bisa kita mengambilnya sebagai HIKMAH :


It Always between You and God

Bila engkau baik…
Orang mungkin akan menuduhmu menyembunyikan motif egoismu.
Biar begitu, tetaplah bersikap baik.

Bila engkau jujur dan berterus terang...
Orang mungkin akan menipumu.
Biar begitu, tetaplah berbuat jujur dan berterus terang.

Bila engkau sukses...
Mungkin engkau akan mendapat teman-teman palsu dan musuh-musuh sejati.
Biar begitu, tetaplah meraih sukses.

Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun...
Mungkin akan dihancurkan oleh seseorang dalam semalam.
Biar begitu, tetaplah membangun.

Bila engkau menemukan ketenangan dan kebahagian,
Orang mungkin akan iri hati dan dengki.
Biar begitu, tetaplah berbahagia dan temukan kedamaian hati.

Kebaikan yang engkau lakukan hari ini...
Mungkin akan dilupakan orang keesokan harinya.
Biar begitu, tetaplah lakukan kebaikan.

Berikan pada dunia milikmu yang terbaik...
Dan mungkin itu tak akan pernah cukup.
Biar begitu, tetaplah berikan pada dunia milikmu yang terbaik.

Ketahuilah...
Pada akhirnya...
Semua ini adalah masalah...

Antara engkau dengan Tuhanmu.
Bukan antara engkau dengan mereka.

Wallahu a'lam bishshowab

O.F.A

Andai Saja Dia Bicara


Sahabat Hikmah yang tercinta…
Mushola di perumahan kami kecil adanya…
Di sebuah kawasan pemukiman desa pondok aren.. di sebelah sudut barat laut Bintaro…

Suatu saat guru dan juga sahabat kami, mengisi sebuah acara di mushola kecil kami…
Untaian kalimatnya sangat eloquent (fasih) dan menggugah semangat (ghiroh)…
Tiba di penghujung acara, beliau membacakan sebuah untaian kalimat indah tentang kitab suci kita…

Kami tertunduk sahabat…hampir semuanya seperti sindiran pada perbuatan kami sendiri…
Selepas acara, karena sangat berkesan…aku minta salinannya (beliau membacakan dari secarik kertas)..beberapa tetangga yang ikut kajian tersebut juga memintanya..

Sayangnya, ..Ust. kami hanya punya 1 copy dan tidak punya filenya…
Sebagai pemburu dan pencinta ilmu, aku menawarkan diri untuk mengetik ulang dan kemudian membaginya kepada tetangga yg meminta kalimat indah tersebut….
Dan berikut ini, saya bagikan kepada sahabat semua….
Semoga bisa menjadi ilmu yang memberikan manfaat pada Ust. kami (jazakallah Tadz)
dan juga kita semua..…
Kalimat indah tersebut adalah begini…

Waktu engkau masih kanak-kanak, engkau laksana kawan sejatiku..
Dengan wudhlu, kau sentuh aku dalam keadaan suci…
Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari…
Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari
Setelah usai engkaupun menciumku mesra, mesra sekali…

Sekarang engkau telah dewasa…
Nampaknya kau tidak berminat lagi kepadaku..?
Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah..?
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuan?
Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja?

Sekarang aku engkau simpan rapih sekali,
hinga kadang engkau lupa dimana menyimpannya..
Aku sudah engkau anggap sebagai perhiasan rumahmu saja,
Kadang kala aku dijadikan maskawin agar engkau dianggap bertaqwa
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syaitan

Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian
Di atas lemari, didalam laci, aku engkau padamkan…

Dulu ..pagi pagi..di rumah-rumah engkau bacakan beberapa halamanku…
Sore harinya, aku kau baca beramai-ramai bersama teman-temanmu di surau….
Sekarang pagi-pagi sambil minum kopi…
Engkau bacakan koran pagi atau nonton berita tv..

Waktu senggang kau sempatkan membaca buku karangan manusia
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah maha perkasa
Engkau campakkan, engkau lupakan…

Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembukaan surat-suratku (basmalah)
Di perjalanan engkau lebih asik menikmati musik duniawi
Tidak ada kaset berisi ayat Allah yang terdapat dalam laci mobilmu
Sepanjang perjalanan radiomu tertuju ke stasiun favoritmu
Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja
E-mail temanmu yang ada ayat-ayat ku pun kadang kau abaikan
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu…
Benarkah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku…?

Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan tv
Menonton pertandingan liga inggris, italia, musik, film atau sinetron laga

Waktupun cepat berlalu….aku semakin kusam dalam lemari
Mengepul debu, dilapisi abu, dan mungkin dimakan kutu…
Seingatku hanya awal bulan ramadhan engku membacaku kembali
Itupun hanya beberapa lembar dariku…
Dengan suara dan lafadl yang tidak semerdu dulu…
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi membaca..

Apakah koran, tv, radio, komputer dapat memberimu pertolongan
bila engkau dikubur sendirian menunggu kiamat tiba..??
Engkaupun kan diperiksa oleh malaikat suruhannya…
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya

Setiap saat berlalu ….kuranglah jatah umurmu..
Dan akhirnya kubur senantiasa menunggumu
Engkau bisa kembali pada Tuhanmu sewaktu-waktu
Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu
Bila aku kau baca selalu dan kau hayati
Dikuburmu nanti….aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan
Yang akan membantu engkau membela diri
Bukan koran yang membantumu..

Dalam perjalan di akhirat nanti akulah Qur’an kitab suci yang senantiasa menemani dan melindungimu
Peganglah aku lagi…bacalah aku kembali setiap hari..
Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci…
Yang berasal dari Allah Tuhan yang maha mengetahui
Yang disampaikan Jibril kepada Nabi..
Sentuhlah aku kembali…

Bacalah…dan pelajari aku kembali lagi
Setiap datangnya pagi dan sore
Seperti dulu….dulu sekali…
Jangan aku engkau biarkan sendiri dalam bisu dan sepi
Maha Benar Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

Allah telah berfirman:
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan". (QS. Al Furqan : 30)

Share : Kata-Kata Hikmah

Melihat Kembali POLIGAMI dengan HIKMAH


Sahabat Hikmah..
Kali ini saya perlu menjelaskan lebih jauh tentang poligami,
Karena ada di antara kita sahabat yang anti poligami,
dan ada juga sahabat yang mendukung dengan sangat.

Sahabat yang anti poligami...
Mereka telah membenci poligami dengan membabi buta.
Padahal poligami adalah salah satu syariat Allah.
Membenci poligami berarti membenci salah satu aturan Allah.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Allah.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Islam.
Membenci aturan Allah berarti tidak ridlo dengan Rasulullah.
Padahal Surga dimasuki orang ridlo kepada Allah dan diridloi oleh Allah.

”Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS Al Bayyinah : 8)

Sebagai seorang muslim kita harus ridlo Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul (‘radhiitu billahi robban wa bil Islami diinan wa bi Muhammadin nabiyyan’ wa rasuulan)


Sahabat yang mendukung poligami dengan sangat...
Mereka berkampanye tentang poligami.
Mereka menganggap berpoligami adalah kemuliaan.
Bahkan sebagian mengukur kebaikan agama seseorang,
adalah bila dia berpoligami dan mau dipoligami.
Karena mereka menganggap poligami adalah sunnah Rasul yang harus diikuti.

Lalu bagaimana melihat poligami dengan bil-hikmah ?
Poligami adalah bagian dari aturan Allah,
Poligami adalah salah satu solusi yang diberikan oleh Allah.
Tetapi dalam pelaksanaannya harus dengan syarat yang telah ditentukan.
Dan tidak gampang untuk setiap orang bisa melaksanakannya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS An-Nisa, 4:3)

Pada saat ayat tersebut turun...
Poligami sudah menjadi budaya masyarakat saat itu.
Bahkan memiliki isteri dan selir lebih dari empat.
Dengan ayat ini Allah membatasi hanya empat isteri saja.
Itupun dengan bil-hikmah Allah menawarkan ...
Bagi orang yang takut tidak berlaku adil ...
Maka hendaknya menikah dengan seorang isteri saja.

Ayat tersebut bukan memotivasi dan mengapresiasi poligami.
Ayat tersebut adalah cara Allah mengajak hidup berkeluarga secara adil.
Seperti proses Allah mengharamkan khomer...
Yang sudah menjadi bagian dari budaya saat itu.
Allah tidak langsung mengharamkannya.
Demikian juga dengan poligami.
Para sahabat disuruh memilih yang terbaik buat mereka
Jadi hukum poligami adalah mubah (boleh) dengan syarat.
Dan syaratnya adalah orang tersebut yakin dapat berlaku adil.
Bila syarat tidak bisa dipenuhi...
maka berubah menjadi makruh (dibenci) atau haram (dilarang).

Orang yang menambah isteri berarti menambah amanah,
Menambah tanggung jawab, beban dan ujian.
Dan bila memahami makna hidup adalah ujian...
Maka jangan sekali-kali meminta diuji atau minta amanah.
Seperti halnya meminta jabatan.
Kecuali diberi amanah.

Dan langit, bumi dan gunung pun enggan memikul amanah...
kecuali manusia yanga mau mau menerima...
Bahkan meminta dan memperebutkannya...

”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”( QS Al-Ahzab : 72)

’Kullukum raa’in wa kullukum mas’uulun ’an ra’iyyatihi’
”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”

Kemudia apa yang dimaksud adil ?
Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Melakukan sesuatu yang seharusnya.
Melakukan sesuatu sesuai kehendak Allah dan Rasul-Nya
Lawan dari adil adalah zhalim,
yang berarti berbuat aniaya dan dosa.
Jadi adil tidak jauh berbeda dengan taqwa.

”Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah:8)

Dalam Al-Quran Allah menjelaskan bahwa berlaku adil dengan isteri-isteri adalah sangat susah :
”Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa, 4:129)

Karena untuk berlaku adil adalah tidak mudah,
Maka hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukannya.
Yaitu hanya orang-orang yang sangat bertaqwa saja yang bisa berlaku adil.
Sehingga apabila belum bisa adil dan bertaqwa dengan satu isteri...
Mengapa berani menambah isteri lagi?
Bila ingin lebih mudah dalam menjalani ujian hidup...
Dan takut berlaku tidak adil...
Bukankah lebih baik beristeri satu saja ?

Tidak ada keadilan...
Orang yang berpoligami dengan sembunyi-sembunyi
karena dia telah berbohong dan berdusta,
Yang berarti dia telah berbuat zhalim kepada dirinya,
isteri-isterinya dan anak-anaknya...
serta orang-orang lain yang telah dibohongi.

Tidak ada keadilan...
Orang yang tidak bisa adil dan bertaqwa dengan satu isteri...
Kemudian dia menambah isteri lagi...
Satu amanah saja tidak bisa memenuhi hak-haknya ?
Apatah lagi dengan lebih dari satu isteri ?
Bukankah ini adalah kezhaliman dengan diri ...
Dan orang-orang yang menjadi tanggungannya?

Tidak ada keadilan….
Orang yang berpoligami tanpa keputusan bersama…
Karena keputusan bersama adalah awal dari keadilan.
Karena Keluarga harus penuh keharmonisan dan kebersamaan.
Dan keadilan juga berdasarkan keharmonisan dan kebersamaan.

Tidak ada keadilan…
Bila berpoligami hanya menuruti hawa nafsu saja..
Karena menuruti hawa nafsu selalu bertentangan dengan keadilan.

Tidak ada keadilan…
Bila dengan poligami hilang kebahagiaan
Karena kebahagiaan adalah cermin Keadilan.

Poigami sunnah Rasulullah ?
Poligami memang sunnah Rasul...
Karena poligami merupakan bagian dari pernikahan.
Dan menikah adalah sunnah Rasul.
(’Sunnah’ menurut Imam Syafi'i adalah penerapan Nabi Muhammad Shalallahu ’alaihi wa sallam terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus poligami Rasulullah sedang mengejawantahkan surat An-Nisa ayat 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Sehingga dari sekian perkawinannya Rasulullah menikah denga janda mati, kecuali dengan Aisyah binti Abu Bakar Radliyallahu ’anha.)

Jadi Hukum asal poligami adalah sama dengan menikah yaitu mubah.
Dan bisa berubah menjadi sunnah, wajib, makruh, bahkan haram.
Jadi bukan seperti sholat sunnah atau puasa sunnah….
Sehingga orang termotivasi untuk melakukan poligami...
Seperti termotivasi untuk melakukan amalan sunnah (nawafil).

Orang yang melakukan banyak amalan sunnah (nawafil)…
akan membuat baik agamanya,
dan Allah akan semakin mencintainya.
Akan tetapi orang yang telah melakukan poligami
belum tentu menjadikan baik agamanya.
Kalau dia bisa adil dan bertaqwa baru akan membuatnya mulia.
Tetapi bila dia tidak adil maka akan membuat dia celaka.
Ketaqwaannya bukan diukur dengan pelaksanaan poligami tersebut,
tetapi dari keadilannya (baca taqwanya).

”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat : 13)

Lalu bagaimana Rasulullah melakukan poligami?
Rasulullah hidup pada masa jahiliyah,
dimana orang biasa berpoligami lebih dari 4 isteri.
Tetapi Rasulullah memulai hidupnya dalam berkeluarga dengan monogami,
yaitu dengan beristerikan Khadijah binti Khuwalid.
Pernikahan ini berlangsung selama 28 tahun.
Dua tahun sepeninggal Khadijah baru Rasulullah berpoligami.
Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau.

Sahabat Hikmah…
Bila suami-iateri telah sepakat untuk berpoligami…
Musyawarahkan lagi dan perhatikan hal-hal yang berat untuk berlaku ADIL di bawah ini:
1. Tidak sanggup menafkahi.
2. Tidak sanggup membahagiakan.
3. Tidak sanggup mengelolah kecemburuan.
4. Tidak sanggup mengatur waktu.
5. Memberikan citra negatif pada dakwah.
6. Membuat keretakan hubungan keluarga besar suami-isteri.
7. Mengurangi produktifitas dakwah.
8. Mengurangi perhatian terhadap anak-anak.
9. Menguras tenaga, pikiran dan perasaan.
10. Menambah masalah hidup yang sudah berat.
11. Menambah amanah yang akan dipertanggungjawabkan.

Bila Engkau dan isteri merasa berat untuk hal-hal tersebut…

Maka bersenang-senanglah dengan istri satu-satunya…..!!
Bersyukurlah dengan apa yang ada...

Nikmati dan buatlah harmonisasi dan variasi...
Dan buatlah lebih terbuka dalam komunikasi..
Bila Engkau menginginkan sesuatu dengan wanita lain...
Lakukanlah dengan isterimu yang sudah ada dan halal untukmu...
Nikmatilah dan syukurilah...

Dari Jabir, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat wanita, lalu Baginda masuk ke tempat kediaman Zainab, untuk melepaskan keinginan Baginda kepadanya, lalu keluar & bersabda, "Wanita kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa syaithan.......apabila seseorang di antara kamu melihat wanita yang menarik, hendaklah ia mendatangi isterinya karena pada diri isterinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu." (Hadis Riwayat Tirmizi)

Bila Engkau tidak dapat memiliki apa yang Engkau sukai...
Maka sukailah apa yang Engkau miliki.

Wallahu a’lam bishshowab.
Semoga dapat mengambil HIKMAH.

O.F.A

Sabtu, 15 Januari 2011

LIPAT GANDAKAN HIKMAH & BAROKAH DENGAN MENGULANG


Sahabat Rumah Yatim Indonesia yang dimuliakan Allah SWT,

ada satu hal yang cukup menarik tentang cara Allah SWT mendidik kita semua, yaitu dengan cara MENGULANG KATA-KATANYA atau PERINTAHNYA, tidak sedikit kalimat dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang diulang-ulang, demikian juga perintah seperti Syahadat, Sholat, Puasa, Sedekah, Thawaf dan lain-lain, mengapa sih semua itu gak sekali saja seumur hidup, sholat lagi sholat lagi, puasa lagi puasa lagi, ngaji lagi ngaji lagi, sedekah lagi sedekah lagi, caapek deh ?

Coba Bagaimana kalau Matahari terbit sekali saja, besok besok gak mau terbit lagi, Bumi, Bulan dan Planet yang lain juga ngambek Cuma sekali saja berputar dan gak mau berputar lagi, atau bagaimana kalau kita sekolah atau kuliah masuk sekali saja beso-besoknya gak usah masuk lagi, atau kalau kita sudah kerja masuk kantornya sekali saja besok-besoknya gak usah masuk kantor lagi.he he he….

Pertama kali kita Sholat, ya sholat saja gak perlu nunggu kita bisa Sholat Khusyu',
terus kita lakukakan berulang-ulang, tapi " lho kok gini-gini aja gak berasa apa-apa ?",
akhirnya kita kan mikir, kita analisis gerakannya, kita dalami bacaan dan do'anya lalu kita lakukan sepenuh hati dan perasaan barulah kita tahu nikmatnya sholat sebagai sarana komunikasi dan konsultasi kepada Yang Maha Segala-galanya.
Akhirnya Sholat tidak lagi jadi Beban kewajiban tetapi memang kita butuh Sholat.

Pertama kali kita sedekah, ya sedekah saja, karena orang-orang pada sedekah masukin uang ke kotak amal, memberi makan anak Yatim, membangun masjid, ya ikutan juga sedekah begitu saja gak nunggu kita kaya dan gak nunggu diminta-minta, gak nunggu kita ikhlas, wis pokoknya sedekah saja begitu, karena seringnya kita bersedekah maka kita mulai menganalisis,
lho ternyata berapapun kita keluarkan harta kita untuk sedekah tidak menjadikan kita miskin, cukup-cukup saja kebutuhan hidup ini, bahkan ternyata banyak orang menjadi kaya raya dengan menggunakan SEDEKAH SEBAGAI SEBAB menjadi berkelimpahan rezekinya mereka, cepat mendapatkan jodoh, memudahkan dapat keturunan, memelihara kesehatan , memanjangkan umur dan menolak bala, karena mereka sangat yakin banget dengan Pesan-pesan Nabi sebagai berikut :

" Belilah kesulitanmu dengan Sedekah ".

" Obatilah penyakitmu dengan Sedekah "

" Perbanyak sedekah karena sedekah itu dapat memanjangkan umur "

" Bersegeralah bersedekah sebab musibah itu tidak pernah mendahului sedekah "

Khalifah Ali bin Abi Thalib juga menasehati " Pancinglah Rezekimu dengan Sedekah "

Sahabat, pesan kali ini mengajak kita semua ketika ada luang waktu, cobalah membaca kembali pesan dan kisah-kisah yang pernah kami kirimkan, lalu silahkan Anda tulis beberapa hikmah yang bisa Anda ambil, kemudian gak usah pikir panjang segera laksanakan.

Untuk mendapatkan arsip Pesan Kisah-Kisah yang pernah kami kirimkan silahkan klik saja http://www.rumah-yatim-indonesia.org/ , lalu download 75 Kisah Getaran Jiwa, Kisah 12 Keagungan Muhammad SAW, dan lihat juga kolom News untuk kisah-kisah yang terbaru, silahkan copy paste, lalu edit sendiri, kalau Anda ingin mendapatkan nilai lebih, silahkan print out lalu bagikan kepada keluarga dan sahabat Anda yang gak melek internet.

Sahabat, tidak pernah ada ruginya kita mengulang suatu kebajikan dan amal shaleh, termasuk salah satunya mengulag-ulang sedekah sebagai sarana mengulang rezeki kita di dunia dan investasi kita di akhirat. Yuk kita ulang sedekah bersama Rumah Yatim Indonesia.

Menahan MARAH untuk SURGA


Sahabat Hikmah yang tercinta...

Ternyata surga dirempati oleh orang yang bisa menahan amarah.
Surga ditempati orang yang senang memaafkan.

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran : 133-134)

Apakah Anda mau masuk surga?
Mulai sekarang TAHAN AMARAH dan MAAFKANLAH !

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Berilah saya nasihat” Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan marah” Lelaki itu terus mengulang-ulang permintaannya dan beliau tetap menjawab, “Jangan marah” (HR. Bukhari).

Imam Nawawi rohimahulloh mengatakan, “Makna jangan marah yaitu janganlah kamu tumpahkan kemarahanmu. Larangan ini bukan tertuju kepada rasa marah itu sendiri. Karena pada hakikatnya marah adalah tabi’at manusia, yang tidak mungkin bisa dihilangkan dari perasaan manusia”.

Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam juga pernah menasihatkan, “Apabila salah seorang dari kalian marah dalam kondisi berdiri maka hendaknya dia duduk. Kalau marahnya belum juga hilang maka hendaknya dia berbaring”(HR. Ahmad, Shohih).

Dahulu ada juga seorang lelaki yang datang menemui Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam“Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka”. Maka beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan” (HR. Thobrani, Shohih)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rohimahulloh juga mengatakan, “Bukanlah maksud beliau adalah melarang memiliki rasa marah. Karena rasa marah itu bagian dari tabi’at manusia yang pasti ada. Akan tetapi maksudnya ialah kuasailah dirimu ketika muncul rasa marah. Supaya kemarahanmu itu tidak menimbulkan dampak yang tidak baik. Sesungguhnya kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh syaithan ke dalam lubuk hati bani Adam. Oleh sebab itulah anda bisa melihat kalau orang sedang marah maka kedua matanya pun menjadi merah dan urat lehernya menonjol dan menegang. Bahkan terkadang rambutnya ikut rontok dan berjatuhan akibat luapan marah. Dan berbagai hal lain yang tidak terpuji timbul di belakangnya. Sehingga terkadang pelakunya merasa sangat menyesal atas perbuatan yang telah dia lakukan”.

Tips menanggulangi kemarahan

Syaikh Wahiid Baali hafizhohulloh menyebutkan beberapa tips untuk menanggulangi marah. Diantaranya ialah :
(1) Membaca ta’awudz yaitu, “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim”.
(2) Mengingat besarnya pahala orang yang bisa menahan luapan marahnya
(3) Mengambil sikap diam, tidak berbicara
(4) Duduk atau berbaring
(5) Memikirkan betapa jelek penampilannya apabila sedang dalam keadaan marah
(6) Mengingat agungnya balasan bagi orang yang mau memaafkan kesalahan orang yang bodoh
(7) Meninggalkan berbagai bentuk celaan, makian, tuduhan, laknat dan cercaan karena itu semua termasuk perangai orang-orang bodoh.

Syaikh As Sa’di rohimahulloh mengatakan:
“Sebaik-baik orang ialah yang keinginannya tunduk mengikuti ajaran Rasul shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang menjadikan murka dan pembelaannya dilakukan demi mempertahankan kebenaran dari rongrongan kebatilan.
Sedangkan sejelek-jelek orang ialah yang suka melampiaskan hawa nafsu dan kemarahannya. Laa haula wa laa quwwata illa billaah” (lihat Durrah Salafiyah).

Menurut Al-Ghazali, kita memang tidak mungkin menghindari kemarahan. Kemarahan tidak secara normatif dianggap sebagai penyakit, demikian tulis Said Hawwa. Kemarahan yang penyakit – lanjutnya - adalah kemarahan yang zhalim dan cepat marah serta lambat reda. Kemarahan yang baik dipicu oleh hal-hal yang baik. Sedangkan kemarahan yang zhalim dipicu arogansi, ‘ujub, senda gurau, kesia-siaan, pelecehan, pencibiran, perdebatan, pertengkaran, penghianatan dan ambisi dunia.

Semoga kita MENAHAN AMARAH, BERDAMAI dan MEMAAFKAN...

Wassalam

O.F.A

Senin, 10 Januari 2011

Jimat Nabi Musa


Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala. Sekarang ini kita hidup di zaman yang –katanya- serba modern. Penemuan-penemuan alat transportasi dan komunikasi menjadikan bumi yang luas ini serasa semakin sempit. Demikianlah, kehidupan peradaban manusia saat ini berada pada puncak kejayaannya. Kehidupan manusia saat ini menjadi serba mudah dan praktis.

Namun sayang, kehidupan yang modern itu hanya berlaku untuk urusan duniawi saja. Sedangkan untuk urusan agama, sebagian kaum muslimin saat ini justru masih sangat primitif. Mereka masih beragama dan menganut keyakinan-keyakinan yang sama persis dengan keyakinan umat jahiliyyah yang hidup ratusan tahun yang lalu. Di antara keyakinan jahiliyyah yang masih mereka ikuti dan mereka pelihara sampai saat ini adalah keyakinan bahwa benda mati tertentu memiliki kekuatan dan kesaktian, sehingga bisa dipakai sebagai jimat.

Kepercayaan terhadap Jimat

Sebagian masyarakat kita masih memelihara kepercayaan terhadap benda-benda mati. Mereka menganggap bahwa benda mati tertentu memiliki kekuatan, kesaktian, atau keistimewaan yang sangat dahsyat, sehingga bisa dijadikan sebagai jimat, senjata, atau yang lainnya. Padahal, kepercayaan seperti ini hanyalah bersumber dari khurafat, khayalan, dan halusinasi semata.

Keyakinan seperti ini masih mendarah daging dalam sebagian kaum muslimin di negeri kita ini. Tentu kita tidak asing lagi dengan sebutan “batu akik”, yang menurut sebagian orang memiliki kekuatan ghaib atau kekuatan supranatural tertentu sehingga bisa dipakai sebagai jimat atau senjata kesaktian. Bahkan kita jumpai para pedagang yang menjual jimat model ini di daerah-daerah tertentu. Atau keyakinan sebagian orang bahwa pusaka peninggalan kerajaan seperti keris, tombak, atau kereta raja memiliki kekuatan mistis tertentu yang dapat memberikan perlindungan ghaib kepada pemiliknya.

Inilah realita masyarakat kita. Di tengah gemerlap modernisasi kehidupan dunia ini, ternyata masih ada orang-orang yang ketergantungan terhadap benda mati (baca: jimat) dan mendarah daging dalam kehidupannya. Sampai-sampai ketika ada yang berusaha meluruskan keyakinannya itu, dia akan kaget dan terpana dengan adanya “pemahaman baru” yang bertolak belakang dengan apa yang diyakininya selama ini.

Jimat Menurut Hukum Syari’at

Ironisnya, selain mempercayai jimat, mereka juga mengaku menganut ajaran agama Islam. Padahal ajaran agama Islam yang mulia ini, yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah telah begitu gamblang menjelaskan kepada umatnya tentang haramnya memakai jimat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dengan tegas memvonis hal itu sebagai salah satu bentuk kesyirikan, dosa besar yang paling besar di sisi Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka sungguh dia telah berbuat syirik.”[1]

Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat beliau untuk memotong jimat yang digantungkan di leher hewan ternak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat, “Janganlah kalung yang terbuat dari tali (jimat) dibiarkan tergantung di leher unta, melainkan harus dipotong.” [2]

Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mendoakan keburukan bagi orang-orang yang memakai jimat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, semoga Allah tidak mengabulkan tujuan yang dia inginkan. Dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah (salah satu jenis jimat), semoga Allah tidak menjadikan dirinya tenang.” [3]

Rincian Hukum Memakai Jimat

Dalil-dalil di atas –dan masih banyak lagi dalil yang lain- sungguh tegas menunjukkan bahwa memakai jimat termasuk bentuk kesyirikan. Para ulama kemudian memberikan perincian tentang hukum memakai jimat ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Memakai jimat dan sejenisnya, apabila orang yang memakainya meyakini bahwa jimat itu berpengaruh dengan sendirinya tanpa (taqdir) Allah, maka dia melakukan syirik akbar dalam tauhid rububiyyah. Karena dia meyakini bahwa ada pencipta selain Allah Ta’ala. Apabila pemakainya hanya meyakini jimat itu sebagai sebab, tidak dapat berpengaruh dengan sendirinya, maka dia melakukan syirik ashghar. Karena dia telah meyakini sesuatu sebagai sebab (sarana), padahal bukan sebab. Maka dia telah menyekutukan Allah dalam menentukan sesuatu sebagai sebab, padahal Allah tidaklah menjadikan sesuatu itu sebagai sebab.” [4]

Lihatlah dalam kasus jimat ini. Orang yang berakal pasti mengetahui bahwa tentu tidak ada hubungannya antara menggantungkan jimat di pojok rumah agar aman dari pencuri dan perampok. Atau antara menggantungkan jimat di leher agar terhindar dari marabahaya. Dia menggantungkan diri dan urusannya kepada sesuatu yang pada hakikatnya tidaklah dapat menimbulkan pengaruh apa-apa. Bahkan menyelamatkan dirinya sendiri pun, jimat itu tidak akan mampu. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan tentang terputusnya pertolongan Allah Ta’ala bagi orang yang memakai jimat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu, maka dia akan digantungkan kepada sesuatu tersebut.” [5]

“Buktinya, Nabi Musa pun Memakai Jimat!”

Sayangnya, meskipun telah jelas dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang kesyirikan pemakaian jimat, para pemuja jimat itu berdalil (lebih tepatnya: berdalih) dengan tongkat Nabi Musa ‘alaihis salaam yang memiliki kesaktian sehingga bisa digunakan untuk membelah lautan. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala yang artinya, “Lalu Kami wahyukan kepada Musa, ‘Pukullah laut itu dengan tongkatmu!’ Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar.” (QS. Asy-Syu’ara [26]: 63)

Maka kita sampaikan kepada mereka, “Apakah para pemuja jimat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk memakai jimat-jimat mereka sebagaimana Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Musa untuk memakai tongkatnya?” Maka jika mereka menjawab “Ya”, berarti mereka telah mendustakan begitu banyak dalil syari’at yang sangat gamblang melarang pemakaian jimat.

Namun, jika mereka menjawab “Tidak”, maka berarti analogi mereka tentang pemakaian jimat dengan tongkat Nabi Musa jelas-jelas merupakan analogi yang keliru dan salah besar, karena kondisi keduanya sangat jauh berbeda. Oleh karena itu, dalih para pemuja jimat itu pada hakikatnya hanyalah dalih dan argumentasi akal-akalan saja yang digunakan untuk melawan dalil-dalil yang telah ditetapkan oleh syari’at.

Sehingga klaim mereka bahwa kekuatan yang ada dalam jimat tersebut bersumber dari Allah Ta’ala -sebagaimana tongkat Nabi Musa- sehingga tidak masalah bagi kita memanfaatkannya, adalah klaim dusta atas nama Allah Ta’ala. Karena jimat-jimat tersebut adalah benda mati yang sama sekali tidak memiliki kekuatan dan kesaktian sebagaimana yang mereka khayalkan selama ini. Andaikata jimat itu memang benar memiliki kekuatan, maka itu bukanlah dari Allah Ta’ala. Akan tetapi berasal dari setan yang dipuja-puja dan disembah oleh para pembuat dan pemakai jimat itu, sebagai timbal-balik atas penyembahan yang manusia lakukan kepada setan.[6]

Keyakinan Seperti Ini Telah Dihapus oleh Rasulullah

Kepercayaan khurafat terhadap jimat ini –yang bersumber dari masyarakat jahiliyyah zaman dahulu- sesungguhnya telah dihapus dengan diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau berkhutbah pada Haji Wada’, “Ketahuilah, seluruh perkara jahiliyyah terkubur di bawah kedua telapak kakiku.[7]

An-Nawawi rahimahullah berkata,“Adapun perkatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,’(Terkubur) di bawah kedua telapak kakiku’, (hal ini) merupakan isyarat akan terhapusnya perkara tersebut.[8]

Demikianlah, karakteristik jahiliyyah tersebut telah dihapus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diganti dengan ajaran beliau yang berporos pada ajaran tauhid. Yaitu beribadah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah Ta’ala saja, hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah Ta’ala saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, Dzat Yang Maha perkasa dan Maha kuasa atas segala seuatu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Jika Engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan jika Engkau memohon pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah.” [9] Semoga Allah menyelamatkan kita dari dosa kesyirikan.

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim

Jumat, 07 Januari 2011

Janji Tak Tertunai


Suatu hari suamiku pernah merasa tak enak badan, tak berselera makan, terasa ada sesuatu yang mengganjal hati padahal tak ada sebab apapun yang terjadi. Setelah kucoba bantu mengingat-ingat, ternyata dia belum melaksanakan janjinya untuk berpuasa dua hari (nazar) atas suatu tugas yang telah selesai dengan lancar. Alhamdulillah, terasa lega seusai berpuasa, ternyata 'janji hati' yang belum ditunaikan dapat menyebabkan gangguan pikiran dan berpengaruh pada kesehatan.

Menepati janji adalah akhlaq mulia yang diperintahkan dalam syari’ah Islam. Dalam firmanNya, “(Bukan demikian), sebenarnya barang siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa."(QS. Âli ‘Imrân : 76)

Ibuku mengisahkan salah seorang sahabatnya yang berusia jauh lebih tua dari ibu. Budhe Fulanah, dulunya dia pegawai bank yang sangat disegani masyarakat, penampilan necis, cantik, anggun dan bersuamikan seorang karyawan di perusahaan minyak ternama. Budhe Fulanah ini tak hanya sahabat ibu, ia masih saudara dekat ayah, yang sangat dihormati keluarga besar dan kerabat. Tadinya dia adalah orang yang sangat baik hati, gemar bersedekah dan selalu menolong sesama. Namun Saya jadi kurang menyukainya saat mengetahui bahwa ia pernah meminjamkan uang kepada ibuku, tapi dikenakan bunga alias riba 10%. Istilahnya 'tega makan saudara sendiri', padahal kalaupun tak ada bunga, pastilah dibayar lebih oleh ibu, sebagaimana kebiasaan membalas budi baik orang lain.

Tak disangka, dua puluh tahun-an lalu saat ia diwajibkan pensiun dini—akibat likuidasi bank tempatnya bekerja, ternyata awal merosotnya kesejahteraan rumah tangga sampai saat ini. Tadinya beliau berjanji ingin menyumbangkan dana untuk suatu yayasan panti asuhan dan memasukkan uang pensiunnya untuk tabungan haji. Namun kemudian dengan berbagai alasan, hal itu tidak ia tunaikan, apalagi saat suaminya merayu, “nanti aja tabungan hajinya, mi, pada saat papi pensiun kan bisa, sumbangan yayasan kan nanti-nanti juga bisa, sekarang anak-anak perlu uangnya buat jalan-jalan keluarga, kita juga bisa renovasi rumah...” Begitulah, lalu sekitar lima belas tahun lalu si papi juga mengajukan pensiun dipercepat—akibat termakan isu perusahaan saat orde baru hampir tumbang.

Namun kenyataannya si papi tak hanya berkhianat pada Sang Khaliq, janji untuk memasukkan uang ke rekening tabungan haji tetap tak ditunaikannya, bahkan ia juga malah terpergok oleh sang istri : secara nyata-nyata dia berselingkuh dengan janda di dekat rumah, dan ternyata telah berkali-kali berbuat zina, hancur, hancurlah hati Budhe Fulanah, hancurlah 'cita-cita keluarga' itu. Tiga anaknya pun mengalami kehancuran—dalam perkuliahan harus out, meniru prilaku sang papi, hingga berstatus mba (married by accident) saat menikah, Astagfirullah, na'udzubillahi mindzaliik.

Dana pensiun si papi telah habis untuk membangun beberapa tingkat rumahnya, menikahkan anak-anaknya, hingga membiayai persalinan para cucu mereka. Curhatnya pada ibuku, "naik haji sekarang sudah tinggal mimpi..." semacam nada putus asa, sebab raganya pun tak lagi sehat, keluar-masuk rumah sakit, kadang harus menggunakan tongkat untuk berjalan, penglihatan pun mulai kabur. Namun yang paling menyedihkan adalah bahwa dia terlalu sayang pada anak-cucu sehingga tak dapat membedakan hal yang benar dan yang salah. Satu persatu saudara kami mengadu bahwa Budhe Fulanah datang ke rumah mereka, meminta bantuan dana untuk berobat kaki, pinggang, dan lain-lain, selalu itu alasannya tapi ternyata si budhe tidak pergi berobat, uang itu malah dikirimkan buat anaknya yang pengangguran, atau bahkan malah dia sendiri yang tertatih-tatih berangkat ke ibu kota demi menjenguk para cucu. Janji dirinya untuk berangkat ke tanah suci bukan saja tertunda-tunda, melainkan sudah tak ada usaha untuk menunaikan ikrar suci itu.

Satu hal yang pasti, ibuku mengingatkan, ambil ibroh dari pengalaman orang lain seperti contoh budhe Fulanah tersebut, “Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri.” (QS. Yûnus [10] : 44), adalah introspeksi diri sebagai solusi. Amanah dan janji yang dilanggar pasti berimbas pada kehidupan yang dijalani.

“Dan (sungguh beruntung) orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Mukminûn [23] : 8), ayat indahNya mengingatkan kita untuk selalu menunaikan amanah dan janji. Jadi teringat pula nasehat para guruku, "kalau berjumpa teman lama, jangan hanya bertanya kabar atau anaknya sudah berapa…tanyakan juga apakah Saya punya janji yang belum tertunai padamu, wahai teman?" bisa jadi langkah kaki kita makin lancar dalam menjalani alur hidup saat janji tersebut telah tunai.

Sayangnya, para penguasa yang sekarang sedang 'menikmati' kekuasaannya di kursi-kursi empuk, banyak yang lupa pada janji-janji, saking kebanyakannya—mungkin mereka bingung mau menunaikan yang mana dulu kira-kira. Akhirnya malah sudah sibuk kasak-kusuk dengan pemilu selanjutnya (yang masih lama, euy!), alasannya "kalau nanti terpilih lagi, kan bisa menunaikan janji dan melanjutkan cita-cita...bla...bla..."Mungkin mereka lupa, "...Dan penuhilah janji; karena janji itu pasti diminta pertanggung-jawabannya." (QS. Al-Isrô [17] : 34)

Contoh kisah pribadi Umar bin Abdul Azis, Sejak di angkat menjadi Khalifah Umar bertekad, dalam hatinya ia berjanji tidak akan mengecewakan amanah yang di embannya. (beliau tau diri bahwa yang menggajinya adalah rakyat, subhanalloh!). "aku memikul amanat umat ini dan aku tangisi orang-orang yang menjadi amanat atasku, yaitu kaum fakir miskin yang lemah dan lapar, ibnu sabil yang kehilangan tujuan dan terlantar, orang-orang yang dizalimi dan dipaksa menerimanya, orang-orang yang banyak anaknya dan berat beban hidupnya. Merasa bertanggung jawab atas beban mereka, karena itu, aku menangisi diriku sendiri karena beratnya amanat atas diriku..."beliau menangis akibat beratnya amanah yang dipikul—bukan malah berpesta dan bersiap dipilih lagi dsb.

Konon semasa ia menjabat sebagai Khalifah, tak satu pun mahluk dinegerinya menderita kelaparan. Tak ada serigala mencuri ternak penduduk kota, tak ada pengemis di sudut-sudut kota, bahkan tak ada penerima zakat karena setiap orang mampu membayar zakat. Keren!

Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Azis mendapat hidangan sepotong roti yang masih hangat, harum dan membangkitkan selera dari istrinya.

"Dari mana roti ini?" tanyanya.

"buatan saya sendiri," jawab istrinya.

"Berapa kau habiskan uang untuk membeli terigu dan bumbu-bumbunya?"

"hanya tiga setengah dirham saja," jawab istrinya.

”Aku perlu tahu asal usul benda yang akan masuk kedalam perutku, agar aku dapat mempertanggung jawabkannya di hadirat Allah SWT. Nah, uang tiga setengah dirham itu dari mana?" lanjutnya.

"setiap hari saya menyisihkan setengah dirham dari uang belanja yang anda berikan, wahai Amirul Mukminin, sehingga dalam seminggu terkumpul tiga setengah dirham. Cukup untuk membeli bahan-bahan roti yang halalan thayyiban," kata istri Khalifah menjelaskan.

"Baiklah kalau begitu. Saya percaya, asal usul roti ini halal dan bersih. Namun, saya berpendapat lain. Ternyata biaya kebutuhan hidup kita sehari-hari perlu di kurangi setengah dirham, agar kita tidak mendapat kelebihan yang membuat kita mampu memakan roti atas tanggungan umat ini," tegas Khalifah.

Dan sejak hari itu, Umar membuat instruksi kepada bendaharawan Baitul Maal untuk mengurangi jatah harian keluarga beliau sebesar setengah dirham.

"Saya juga akan berusaha mengganti harga roti itu, agar hati dan perut saya tenang dari gangguan perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi," sambung Khalifah.

Pernah kubaca kisahnya lagi, suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Abdul Azis di kunjungi bibinya. Maksud sang bibi, ingin meminta tambahan tunjangan dari Baitul Maal. Ketika itu, Amirul Mukminin sedang makan kacang bercampur bawang dan adas, makanan rakyat awam. Lalu Umar menghentikan makannya, kemudian mengambil sekeping uang logam satu dirham dan membakarnya. Dibungkusnya uang itu dengan sepotong kain dan di berikannya kepada bibinya seraya berkata,"Inilah tambahan tunjangan uang yang bibi minta...”Bibi menjerit kepanasan ketika menyentuh bungkusan berisi uang logam panas itu. Umar berkata dengan yakin,"Kalau api dunia terasa sangat panas bagaimana kelak api neraka yang akan menbakar aku dan Bibi karena mengkhianati amanah dan menyelewengkan harta kaum muslimin?"Sungguh tersentuh nurani membaca kisah teladan seperti ini.

Masya Allah, kenapa pula di zaman ini malah kursi kepemimpinan diperebutkan, malah para penguasa berlomba-lomba mengumpulkan harta agar bisa tercukupi tujuh turunan, mencari-cari alasan "agar rakyat mengeluarkan uang lebih banyak" untuk proyek-proyek "yang aneh-aneh", semacam pengadaan kolam renang, study banding ke benua lain, pengecatan bangunan baru, dana renovasi rumah anggota dewan, sekalian dana nge-laundri baju dan sepatu-lah, lucu! Padahal yang ngasih gaji—alias rakyat masih banyak yang kelaparan, yang di dalam negeri 'tidak merasakan manfaat langsung dari pajak', yang di luar negeri 'ada rasa takut dipungli-in plus dirampok saat memasuki bandara di negara sendiri'.

Duhai Robbi, Tolong bukakan mata hati semua pemimpin dan penguasa negeri, ingatkanlah mereka akan janji-janji membawa kesejahteraan, keamanan bagi rakyat dan meningkatkan pemberantasan korupsi & kolusi yang sudah amat parah itu, dan selamatkanlah kami dari kezaliman-kezaliman mereka, amiin...
Wallahu ‘alam bisshowab...

By

bidadari_Azzam