Senin, 08 Agustus 2011

Rahasia Meraih Sukses Tanpa Henti


Rasanya tidak ada kata yang paling diingat oleh manusia kecuali kata ‘sukses’ dan ‘gagal’. Dua kata ini paling diingat karena manusia hidup diantara dua kontinum kata tersebut. Perjalanan hidup manusia adalah perjalanan menuju sukses dan menjauhi kegagalan.

Sukses adalah kondisi dimana Anda berhasil meraih apa yang diidamkan. Sebaliknya, gagal adalah kondisi dimana Anda tidak berhasil meraih apa yang diharapkan. Anda menginginkan kesuksesan dan menghindari kegagalan.

Walau sukses merupakan hal yang diidamkan, tapi tidak semua orang mempunyai pandangan yang sama tentang arti sukses. Yang paling umum dipahami adalah sukses identik dengan memiliki harta yang banyak, popularitas yang tinggi atau jabatan yang bergengsi. Yang lain mengartikan sukses dengan tercapainya tujuan. Ada lagi yang mengidentikkan sukses dengan memperoleh kebahagiaan. Berbagai pandangan yang beragam tentang makna sukses tentu membuat arti sukses menjadi nisbi dan beralih menjadi kata-kata tanpa makna. Apakah memang demikian?

Apakah tidak ada pengertian sukses yang benar? Benar dalam arti memiliki argumentasi yang logis dan sesuai dengan nilai-nilai universal? Apakah sukses dalam pengertian memperoleh kekayaan, ketenaran dan kedudukan merupakan arti sukses yang sesungguhnya? Pertanyaan-pertanyan inilah yang coba dijawab dalam artikel yang akan dinuat di Eramuslim secara bersambung ini.

Selain mencoba memberikan jawaban terhadap makna sukses, tulisan ini juga akan mengungkap rahasia kepada Anda tentang bagaimana cara memperoleh sukses yang benar secara mudah dan tanpa henti. Tentu perlu ada upaya untuk memperoleh sukses tanpa henti (unstoppable succsess). Akan tetapi sebelum Anda berupaya meraih sukses, Anda perlu lebih dahulu memahami apa makna sukses yang sesungguhnya, sehingga Anda tidak meletakkan ‘tangga pada tempat yang salah, sebelum menaikinya’. Hal tersebut sama saja dengan kesia-siaan. Anda hanya akan menuai penyesalan, bukan sukses yang sesungguhnya.

Tulisan tentang rahasia sukses dan bagaimana cara memperolehnya ini sengaja dibuat praktis dan tidak terlalu ‘ilmiah’ agar para pembaca mudah memahaminya. Diharapkan pemikiran ini menjadi bacaan ringan yang memberi pengaruh besar bagi perubahan diri Anda menuju kesuksesan tanpa henti. Tulisan ini cocok untuk siapa saja, baik bagi Anda yang sedang berusaha meraih sukses maupun untuk Anda yang telah memperoleh sukses. Agar bermanfaat, saya anjurkan agar Anda membaca tulisan ini sampai selesai dengan pikiran yang terbuka dan tanpa prasangka lebih dahulu.

Apa yang Dimaksud Sukses?

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-bintang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan si sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali-Imran [3] : 14)

Setiap orang pasti ingin sukses. Tidak ada orang yang ingin hidupnya gagal. Ketika Anda sukses, Anda merasakan keberhasilan mencapai cita-cita. Tidak peduli apapun cita-cita tersebut. Ketika gagal, Anda merasakan kekecewaan dan kesedihan karena tidak berhasil mencapai apa yang Anda idamkan. Sukses dan gagal menjadi dua kondisi yang saling berlawanan. Sukses menjadi idaman setiap orang. Sedang gagal menjadi momok yang dijauhi setiap orang.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, sukses berarti berhasil atau beruntung. Sedang kesuksesan berarti keberhasilan atau keberuntungan. Jadi sukses atau kesuksesan terkait erat dengan pencapaian hasil atau keberuntungan karena mendapatkan sesuatu. Sebaliknya tidak sukses adalah kegagalan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Atau ketidakberuntungan karena tidak mendapatkan sesuatu.

Menurut John C. Maxwell, sukses adalah mengetahui apa tujuan hidup Anda; bertumbuh untuk mencapai kemampuan maksimal Anda; dan menabur benih untuk memberikan manfaat kepada lainnya. Henry Wadsworth L menyebutkan sukses sebagai melakukan apa yang dapat Anda kerjakan dengan baik dan melakukan sebaik-baiknya apa yang Anda kerjakan. Sedang Napoleon Hill mengatakan sukses adalah mereka yang selalu memberi, membentuk dan mengontrol egonya sendiri, tidak menyisakan tempat untuk mengharapkan adanya keberuntungan atas tiap pekerjaan atau kesempatan, atau atas segala perubahan nasib.

Apapun makna sukses yang kita ketahui, namun kita lebih mudah mengucapkan kata ‘sukses’ daripada mengalami kesuksesan itu sendiri. Kesuksesan menjadi kata ‘sakral’ yang sulit diraih. Karena kebanyakan orang mengartikan sukses sebagai tujuan yang akan diraih, bukan proses yang sedang dialami. Inilah yang membuat sukses menjadi sekedar impian bagi banyak orang.

Bayangan kita tentang sukses biasanya adalah bayangan tentang banyaknya halangan yang harus kita lalui untuk memperoleh kesuksesan. Halangan yang sulit dan membutuhkan banyak pengorbanan, sehingga akhirnya banyak orang menganggap sukses sebagai ilusi yang tak mungkin terwujud.

Pandangan Umum tentang Sukses

Yang terbayang dalam benak sebagian orang tentang sukses adalah orang yang berhasil mengumpulkan kekayaan. Punya harta melimpah, rumah yang besar dan mewah. Kendaraan model terbaru dan jumlahnya lebih dari satu. Tanah yang dimilikinya ada dimana-mana. Sering shopping dan travelling ke luar negeri. Pendek kata, apa saja kebutuhan yang diinginkannya akan mudah terpenuhi karena banyak uang.

Sukses bagi kebanyakan orang juga berarti ketenaran. Orang yang berhasil menjadi populer di lingkungannya. Orang tersebut sukses karena namanya dikenal dan dikenang banyak orang. Aktivitasnya sering dibicarakan dan diliput media massa. Ia menjadi public figure. Biasanya, semakin populer seseorang semakin banyak pula harta kekayaan yang dimilikinya.

Gambaran lain tentang sukses adalah orang yang berhasil menduduki jabatan tinggi. Entah itu namanya manajer, direktur, jenderal, menteri atau ketua sebuah organisasi. Apapun nama jabatannya, jika organisasinya semakin besar dan jabatannya semakin tinggi, maka orang menganggapnya sebagai kesuksesan. Biasanya, dengan jabatannya itu ia bisa memperoleh apa saja, termasuk mudah memperoleh kekayaan dan ketenaran.

Kesuksesan yang digambarkan banyak orang adalah kesuksesan dalam harta, popularitas dan jabatan. Sukses seseorang biasanya diukur dari seberapa banyak harta yang dimilikinya. Seberapa tinggi popularitasnya dan seberapa besar jabatannya. Apalagi jika ketiga hal tersebut ada pada diri seseorang, maka semakin sukseslah orang menganggapnya. Apakah anggapan ini salah? Tentu saja tidak! Berhasil memperoleh kekayaan, populeritas dan kedudukan adalah kesuksesan. Kita tidak dapat memungkiri bahwa orang yang kaya, terkenal dan memiliki jabatan adalah orang sukses. Hal ini sudah merupakan anggapan umum.

Namun, pertanyaan yang perlu direnungkan adalah apakah sukses karena harta, popularitas dan jabatan merupakan kesuksesan yang sejati? Bagaimana jika orang yang kaya, tenar atau berkedudukan itu justru sering gelisah, sedih atau tidak merasa bahagia? Bukankah kondisi itu banyak terjadi di sekeliling kita?

Jadi apa indikator yang lebih tepat untuk mengukur kesuksesan seseorang? Sebab ternyata harta, popularitas dan jabatan tidak dapat dijadikan indikator bagi kesuksesan seseorang. Adakah ukuran yang lebih tepat daripada ukuran harta, ketenaran dan kedudukan dalam mengukur kesuksesan? Jika ada, apa itu? Dan bagaimana kita mencapainya?

Inilah pertanyan-pertanyan yang semestinya Anda jawab sebelum melangkah lebih jauh untuk meraih sukses. Hidup hanyalah sekali. Oleh karena itu, janganlah Anda sia-siakan hidup ini hanya untuk mengejar kesuksesan semu. Yaitu, kesuksesan yang tidak jelas ukurannya karena sekedar mengikuti apa kata orang tentang arti sukses. Ini ibarat bersusah payah naik tangga, padahal tangganya berada di dinding yang salah. Hanya penyesalan yang akan didapatkan, karena segala jerih payah kita ternyata sia-sia belaka. Kesuksesan yang perlu Anda raih adalah kesuksesan yang bersandar pada pengertian yang benar tentang sukses itu sendiri, sehingga hidup tidak menjadi sia-sia.

Mengapa Muncul Kekeliruan tentang Pengertian Sukses?

Anggapan bahwa sukses berarti kaya, tenar, atau berkedudukan muncul karena berbagai pengaruh yang ada di sekitar kita. Pengaruh tersebut bisa datang dari keluarga, teman pergaulan, pendidikan, sampai pada media massa yang ada di sekitar kita. Semuanya seakan-akan sepakat untuk menonjolkan pengertian sukses hanya berupa kekayaan, ketenaran, dan kedudukan. Tak ada kesuksesan selain tiga pengertian itu.

Begitu kuatnya pengertian sukses yang identik dengan kekayaan, ketenaran dan kedudukan, sehingga banyak orang yang hidupnya hanya mengejar ketiga hal tersebut. Bahkan di antara mereka ada yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, yang penting mereka bisa kaya, populer, atau memiliki jabatan.

Sikap hidup yang dominan mengejar kekayaan, popularitas atau kedudukan sebenarnya tak bisa lepas dari ideologi yang berkuasa di dunia saat ini. Setelah Uni Soviet dengan ideologi komunismenya runtuh, maka Amerika dan Barat leluasa menyebarkan ideologi kapitasme dan liberalismenya tanpa saingan. kapitalisme yang memunculkan pola hidup materialisme mewabah kemana-mana. Liberalisme yang berdampak pada gaya hidup permisifisme menyebar semakin marak ke belahan dunia timur. Didukung oleh kekuatan media massa mereka yang besar, maka semakin banyak orang terpengaruh dengan slogan-slogan kebebasan, hak azasi, dan keterbukaan yang mereka dengungkan. Slogan tersebut sebetulnya tidak salah, yang salah adalah penerapannya yang kebablasan dan hanya menonjolkan kenikmatan materil. Media massa Barat selalu mengeksploitasi bahwa yang dimaksud sukses itu ukurannya adalah harta, popularitas dan kedudukan.

Padahal secara kasat mata kita dapat melihat banyak contoh yang menunjukkan kekayaan, populeritas, dan kedudukan belum tentu membuat orang sukses. Ada orang yang justru hidupnya menderita dan tidak bahagia karena harta, populeritas atau kedudukan yang dimiliki. Salah satu contohnya adalah bintang film Home Alone Macaulay Culkin. Culkin adalah seorang bocah lucu yang berbakat dalam dunia film. Ia berasal dari keluarga yang berbahagia. Ayah dan ibunya hidup rukun walau mereka hidup miskin. Bakat Culkin berakting menarik perhatian sutradara film Home Alone, yang kemudian mengajaknya bermain dalam film tersebut. Home Alone akhirnya menjadi film box office dan membuat nama Culkin terkenal. Honornya meningkat drastis. Keluarganya yang miskin berubah menjadi kaya raya.

Namun ternyata popularitas dan kekayaan tersebut berakibat buruk pada keluarganya. Pertengkaran ayah dan ibunya semakin meningkat. Ayahnya ingin mengeksploitasi Culkin. Sedang ibunya ingin agar Culkin berkembang wajar seperti anak-anak lainnya. Seiring dengan meningkatnya popularitas dan kekayaan yang diterima Culkin, hubungan antara ayah dan ibunya semakin tidak harmonis yang akhirnya berujung pada perceraian. Culkin frustasi dan terlibat pada penggunaan obat terlarang. Ia akhirnya menikah pada usia 19 tahun karena “kecelakaan” dengan pacarnya. Hidup Culkin dan keluarganya justru tidak bahagia karena harta dan popularitas. Kini Culkin mencoba merintis kembali karirnya dari bawah dengan paradigma yang berbeda tentang arti kesuksesan.

Contoh lain adalah apa yang menimpa Lady Diana, mantan istri putra mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles. Hidup dengan gelimang harta, popularitas dan kedudukan yang tinggi tak membuatnya bahagia. Suaminya, Charles, dianggap tak memberi cinta yang penuh kepadanya. Charles ternyata lebih mencintai wanita lain, Camilla. Diana dan Charles akhirnya bercerai. Padahal waktu itu banyak orang yang menganggap mereka sebagai pasangan serasi. Diana kemudian bertualang dari satu pelukan lelaki ke pelukan lelaki lain. Ia mencari cinta yang tak pernah didapatkannya. Diana akhirnya tewas mengenaskan ketika mobil yang ditumpanginya bersama Dodi, kekasihnya, menabrak dinding terowongan di jalanan kota Paris karena berusaha menghindari kejaran paparazzi.

Masih banyak contoh lain tentang orang-orang yang tak bahagia karena kekayaan, ketenaran dan kedudukannya. Antara lain, apa yang menimpa Tina Turner, Jimmi Hendrix, Janis Joplin, Brian Jones, dan Elvis Presley, yang mati over dosis karena merasa kesepian di tengah ketenaran mereka sebagai rocker. Contoh lain, kegelisahan yang dialami Christina Onasis, wanita kaya pewaris kerajaan minyak Onasis, yang perkawinannya selalu kandas, sehingga ia mengaku kepada media sebagai orang yang tak bahagia. Marilyn Monroe, Hitler, Stalin, Mussolini adalah nama-nama lainnya, yang hidupnya tak bahagia di tengah-tengah kedudukan, kekayaan dan popularitas yang mereka miliki.

Pada tahun 1923, sebuah kelompok kecil orang-orang terkaya di dunia bertemu di hotel Edgewater Beach di Chicago, Illinois. Pada saat itu, mereka mengendalikan uang lebih besar daripada jumlah uang yang dimiliki Amerika Serikat. Disini adalah daftar nama mereka dan apa yang akhirnya terjadi pada mereka :

  • Charles Schwab : presiden perusahaan baja mandiri terbesar, mati dalam keadaan bangkrut.
  • Arthur Cutten : spekulan tepung yang terbesar, mati di luar negeri dalam kondisi bangkrut.
  • Richard Witney : direktur bursa Saham New York, mati setelah dibebaskan dari penjara Sing-Sing.
  • Albert Fall : anggota kabinet presiden Amerika Serikat, mandapat pengampunan dari penjara dan mati di rumahnya.
  • Jess Livermore : investor terbesar Wall Street, mati bunuh diri.
  • Leon Fraser : direktur Bank Penyelesaian Internasional, mati bunuh diri.
  • Ivan Kreuger : kepala monopoli terbesar dunia, mati bunuh diri.

Masih banyak ratusan contoh lainnya yang menunjukkan kekayaan, ketenaran dan kedudukan bukanlah ukuran kesuksesan. Mungkin jumlah orang yang gagal dan merasa tidak bahagia dengan kedudukan, kekayaan atau populeritasnya lebih banyak daripada orang yang merasa sukses dan bahagia dengan kedudukan, kekayaan dan ketenarannya.

Jadi, kekayaan, ketenaran dan kedudukan bukanlah jaminan kesuksesan itu sendiri. Ia hanya sarana untuk memperoleh sukses sebenarnya. Artinya, ada sukses yang lebih tinggi nilainya dari sekedar kaya, tenar atau berkedudukan. Apakah itu? Kita akan membahas hal tersebut pada tulisan-tulisan berikutnya.

Dampak Kekeliruan Memandang Sukses

Memandang sukses sebagai ketenaran, kedudukan dan kekayaan tentu memberikan berbagai dampak yang negatif, antara lain :

1. Menghalalkan segala cara
Kekayaan, ketenaran dan kedudukan adalah ‘sumber daya’ yang langka. Ia seperti puncak dari piramida. Sedikit sekali orang yang bisa mencapainya dari sekian banyak yang menginginkannya. Karena langka, orang perlu bersaing untuk mendapatkannya. Ada yang berupaya mendapatkannya dengan cara yang sportif dan halal, tapi banyak juga yang menghalalkan segala cara untuk memperolehnya.

Godaan untuk menghalalkan segala cara dalam memperoleh harta, popularitas dan jabatan sangat besar karena susahnya memperoleh ketiga hal tersebut dengan cara yang halal. Apalagi budaya dan lingkungan kita juga sudah menganggap biasa cara-cara yang haram untuk memperoleh ketiga hal tersebut. Ditambah lagi, masyarakat juga memandang ketiga hal tersebut sebagai simbol kesuksesan. Orang yang tidak memperolehnya akan dipandang sebelah mata. Hingga akhirnya banyak orang yang tergoda untuk menghalalkan segala cara dalam memperoleh kekayaan, ketenaran atau kedudukan.

2. Egois dan kurang peduli
Mental orang yang mengejar harta, ketenaran dan kedudukan akan mudah menjadi egois. Hanya mementingkan dirinya sendiri dan tak peduli dengan orang lain. Baginya, buat apa memikirkan orang lain kalau hal itu hanya akan menghalanginya untuk memperoleh harta, populeritas atau kedudukan. Ia menghibur dirinya dengan mengatakan, “saya akan peduli kepada orang lain kalau sudah sukses memperoleh kekayaan, ketenaran atau kedudukan.” Padahal ketika kekayaan, ketenaran atau kedudukan sudah diperolehnya, ia mungkin lebih egois lagi karena mental itu sudah terlanjur mengakar dalam dirinya.

3. Tidak dapat menikmati proses mencapai sukses
Orang yang menjadikan kekayaan, ketenaran dan kedudukan sebagai tujuan suksesnya akan menjadi sulit menikmati proses mencapai sukses. Hal ini karena ia menganggap sukses sebagai ‘garis finish’ dari proses panjang yang melelahkan untuk sukses. Baginya proses mencapai sukses bukanlah kesuksesan itu sendiri, sehingga ia hanya terfokus pada tujuan yang dianggapnya sebagai sukses sebenarnya. Akhirnya, ia tak dapat menikmati proses perjalanan untuk sampai ke tujuan. Kegembiraan hanya dirasakan kalau ia mencapai tujuan. Selain itu yang dirasakan hanyalah tekanan, kegelisahan dan kekhawatiran. Orang semacam ini menjadi jarang mendapatkan kebahagiaan.

4. Mengabaikan yang lebih bermakna
Orang yang hidupnya hanya untuk mengejar kekayaan, ketenaran dan kedudukan akan mudah mengabaikan kewajiban atau tuntutan lain yang tak ada hubungannya langsung dengan upaya memperoleh harta, ketenaran dan kedudukan. Sudah banyak contohnya orang yang terlalu sibuk mengejar harta menjadi abai terhadap keluarganya. Orang yang ingin mendapatkan jabatan menjadi tega menyikut teman dekatnya. Orang yang ingin tenar menjadi rela menyerahkan kehormatannya. Padahal keluarga, hubungan baik dengan teman dan kehormatan adalah sesuatu yang bermakna dalam hidup. Semua itu dikorbankannya demi memperoleh harta, popularitas dan jabatan.

5. Hidup yang tidak seimbang
Orang yang terfokus hidupnya untuk memperoleh kekayaan, ketenaran dan kedudukan akan sangat berpotensi untuk hidup tidak seimbang. Ia tidak sempat lagi untuk istirahat yang cukup dan berolahraga. Lupa untuk beribadah kepada Tuhan. Tidak sempat lagi untuk belajar. Lupa untuk membina hubungan dengan orang-orang terdekatnya, dan lain-lain. ‘kelupaan-kelupaan’ itu disebabkan waktunya habis tercurahkan untuk mengejar kekayaan, ketenaran atau kedudukan.

6. Gagal memperoleh sukses sesungguhnya
Akhirnya, orang yang menganggap kesuksesan sebagai kekayaan, ketenaran atau kedudukan akan gagal memperoleh sukses sesungguhnya. Ia seperti mengejar fatamorgana. Ia lupa bahwa ada sukses sesungguhnya yang perlu diperoleh daripada sekedar mengejar kekayaan, kedudukan atau ketenaran. Sukses itu tak pernah terpikirkan olehnya karena ia sibuk dengan mengejar harta, popularitas dan jabatan yang tinggi.

Berbagai dampak negatif dari memandang sukses sebagai kekayaan, ketenaran dan kedudukan semestinya menyadarkan kita tentang arti sukses sesungguhnya. Kita perlu memahami hakikat sukses sesungguhnya, sehingga tidak tertipu mengejar sukses semu sepanjang usia kita. Seperti apa itu sukses sesungguhnya dan bagaimana kita dapat mencapainya? Hal inilah yang perlu dijawab semua orang sebelum ia ingin sukses.

Mengapa kita perlu mengetahui indikasi sukses yang sesungguhnya? Sebab hidup hanya sekali. Kita perlu menggunakan hidup yang singkat ini untuk mencapai kesuksesan sejati. Orang yang hidupnya hanya untuk mengejar kesuksesan semu berupa harta, populeritas dan jabatan akan menyesal kelak. Ia seperti mencari air laut untuk diminum. Semakin diminum, semakin dahaga. Semakin dicari kesuksesan semu itu, semakin gelisah dan tak terpuaskan.

Persis seperti yang dikatakan Ali bin Abu Tholib, “Sesungguhnya dunia ini bagaikan ular yang licin, namun mematikan bisanya. Karena itu berpalinglah daripadanya dan dari apa yang mengagumkan engkau, karena sedikitnya yang dapat engkau bawa sebagai bekal; dan jangan risaukan dia karena engkau yakin akan berpisah dengannya; dan letakkan kesenanganmu dalam kewaspadaan terhadap apa-apa yang ada di dalamnya, sebab penghuni dunia begitu ia mulai merasa senang, langsung ia akan terjerumus ke jurang kebinasaan”.

Jika kekayaan, ketenaran dan kedudukan bukan sukses sesungguhnya, lalu apa yang disebut sukses sesungguhnya itu? Jawabannya ada pada makna sukses berikut ini :

1. Sukses adalah keseimbangan hidup
2. Sukses adalah memberikan manfaat bagi orang lain
3. Sukses adalah proses mencapai cita-cita mulia
4. Sukses adalah menikmati kemenangan-kemenangan
5. Sukses adalah ‘akhir yang baik’

Sukses dengan lima makna di atas adalah sukses yang dapat Anda peroleh dengan mudah dan tanpa henti. Hal ini karena sukses tidak lagi dipandang sebagai tujuan berupa kekayaan, ketenaran atau kedudukan, tapi sebagai perjalanan.

Kita akan mencoba membahas makna sukses sesungguhnya itu pada tulisan-tulisan berikutnya. Bersiaplah dan bukalah mata hati Anda untuk menerima paradigma ‘baru’ tentang sukses sejati.


Hidup Seimbang adalah Kesuksesan

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. 67 : 3)

Indikator kesuksesan bukanlah ketika Anda kaya, tenar atau memiliki jabatan yang tinggi. Usahawan John D. Rockefeller, seorang pria kaya yang mendermakan uangnya lebih dari $350 juta selama hidupnya, pernah ditanya berapa jumlah uang yang diperlukan untuk memberi kepuasan kepadanya. Jawabannya, “Hanya sedikit saja”. Novelis H.G. Wells juga pernah berkata bahwa kekayaan, ketenaran dan kekuasaan sama sekali bukan ukuran kesuksesan.

Dalam konteks yang agak berbeda, Hasan Al Bashri pernah berkata, “Barangsiapa mengajakmu berlomba-lomba dengan kebajikan, maka berlombalah dengan dia! Dan barangsiapa mengajak berlomba-lomba dengan dunia, maka lemparkanlah dunia itu pada lehernya! Dunia dengan perhiasannya yang berupa kekayaan, ketenaran dan kedudukan akan membuat kita tergoda untuk berlomba-lomba mendapatkannya." Hasan Al Bashri memahami bahwa hal itu adalah kesuksesan semu, maka ia berkomentar dengan agak keras agar dilemparkan saja ‘dunia’ itu.

Oleh karena itu, cukuplah sudah bukti bahwa kaya, popularitas dan jabatan bukanlah kesuksesan dan kebahagiaan yang Anda idamkan. Ia hanyalah salah satu sarana agar Anda mendapatkan peluang lebih banyak untuk memperoleh sukses sesungguhnya. Itu pun hanya salah satu sarana, bukan sarana satu-satunya. Anda perlu lebih terfokus untuk mencari kesuksesan yang sejati. Yang betul-betul bisa membuat Anda bahagia. Apa itu? Yang pertama adalah menjaga keseimbangan hidup Anda.


Keseimbangan adalah Hukum Alam

Coba Anda lihat alam semesta ini. Anda pasti melihat ada keseimbangan di dalamnya. Ada gunung dan lembah. Ada air dan api. Ada laki-laki dan wanita. Ada miskin dan kaya. Ada warna hitam dan putih.

Ketika dinosaurus punah, alam ditempati oleh binatang-binatang penggantinya yang lebih cocok dengan situasi alam yang telah berubah. Ketika manusia menebangi hutan sembarangan, alam yang tidak seimbang bereaksi dengan mengirimkan air bahnya kepada manusia, sehingga terjadi bencana banjir. Alam bekerja dengan hukum keseimbangan.

Tubuh kita juga bekerja dengan hukum keseimbangan. Kita melangkah dengan seimbang dengan bobot yang didistribusikan secara sama pada kedua belah kaki kita. Tangan kanan dan kiri kita bergerak secara harmonis dan saling bantu membantu. Mata kita ada sepasang, sehingga kita bisa melihat dengan lebih jelas dibandingkan kalau kita hanya melihat dengan sebelah mata. Bentuk raut muka kita juga seimbang antara kanan dan kiri.

Nafas kita juga bergerak teratur dan disesuaikan dengan detak jantung kita. Otak bagian dan kiri kita juga seimbang beratnya. Ketika kita bekerja terlalu lelah dan kurang istirahat, tubuh kita bereaksi dengan menampakkan gejala kesakitan tertentu. Kemudian ketika tubuh benar-benar sakit, maka zat-zat antibodi di dalam tubuh berusaha untuk menyembuhkannya agar tubuh kita kembali berada dalam keseimbangan. Tubuh kita bekerja dengan prinsip keseimbangan.

Jika alam dan tubuh kita bekerja dengan prinsip keseimbangan, maka manusia yang sukses juga adalah manusia yang hidupnya seimbang. Mengapa? Karena kita tak mungkin melawan hukum keseimbangan yang telah given (ada dengan sendirinya) di alam semesta ini. Kita akan ‘kalah’ melawan alam dan tubuh kita sendiri jika kita mencoba hidup tidak seimbang. Sebab kita hidup di dalamnya dan menjadi anggota dari alam semesta yang seimbang ini.

Mungkin Anda pernah melihat ada orang yang mampu melawan hukum keseimbangan alam. Misalnya, orang yang bisa menaklukan gunung Everest (gunung tertinggi di dunia) tanpa bantuan alat oksigen; atau orang yang bisa bertahan di dalam balok es yang sangat dingin; atau orang yang mampu berjalan di atas api. Namun contoh-contoh yang disebutkan itu juga masih berada dalam hukum keseimbangan alam. Karena orang yang mampu melakukannya pasti telah melakukan latihan dan usaha-usaha tertentu, sehingga ia kelihatannya ‘hebat’ di mata orang lain. Tapi sebenarnya ia melakukan hal itu karena bekerja sama dengan hukum keseimbangan alam.

Apa yang Dimaksud Hidup Seimbang?

Hidup seimbang berarti hidup dengan menjaga dua bentuk keseimbangan, yaitu keseimbangan internal dan eksternal.

Keseimbangan internal adalah keseimbangan dalam memenuhi hak dari diri Anda sendiri. Diri Anda memiliki empat dimensi, yaitu dimensi fisik, emosional, mental dan spritual. Masing-masing dimensi perlu dilayani haknya agar diri Anda seimbang. Hak dari dimensi fisik adalah kesehatan tubuh. Hak dari dimensi emosional adalah perasaan yang bersih. Hak dari dimensi mental adalah pikiran yang jernih. Hak dari dimensi spritual adalah kedekatan dengan Tuhan. Semua itu perlu dipenuhi haknya jika Anda ingin dikatakan hidup dengan seimbang.

Keseimbangan eksternal adalah keseimbangan dalam memenuhi hak orang-orang di sekitar Anda. Anda mungkin sudah mengtahui bahwa setiap orang pasti memiliki beberapa peran yang berbeda dalam hidupnya. Anda misalnya, mungkin memiliki peran sebagai ayah bagi anak Anda, suami bagi isteri Anda, anak bagi orang tua Anda, mahasiswa jika Anda kuliah, dan juga menjadi warga di dalam lingkungan sekitar Anda. Dalam contoh tadi berarti Anda memiliki 5 peran dalam hidup Anda.

Orang yang hidupnya seimbang melayani semua peran dalam hidupnya dengan baik. Artinya, ia memenuhi semua hak dari setiap peran hidupnya. Ketika Anda dapat memenuhi semua hak tersebut, baik dalam keseimbangan internal maupun eksternal, maka Anda telah berhasil menyeimbangkan hidup Anda. Sebaliknya, jika satu atau lebih dari hak-hak dalam hidup Anda terbengkalai, maka berarti hidup Anda tidak seimbang.

Dampak dari Orang yang Tidak Hidup Seimbang

Jika Anda hidup tidak seimbang, maka Anda melawan hukum keseimbangan. Anda tak dapat melawan hukum keseimbangan itu. Cepat atau lambat Anda akan merasakan akibatnya, yaitu :

1. Gelisah terus menerus
Dampak pertama dari hidup yang tidak seimbang adalah kegelisahan yang terus menerus. Anda merasa ada yang tidak lengkap dalam hidup ini. Ada yang tercecer dan yang terabaikan, sehingga Anda sering dilingkupi rasa bersalah (feeling guilty).

Mungkin Anda pernah menyaksikan film Leathal Weapon. Film yang berkisah tentang dua orang polisi. Polisi yang satu sudah lama berkarir dan bahagia dengan keluarganya. Sedang polisi yang satu lagi baru berkarir dan rumah tangganya kurang bahagia. Ia bercerai dengan istrinya.

Dikisahkan dalam film itu bagaimana konflik batin yang dialami polisi yang bercerai dengan isterinya itu. Ia sering diliputi rasa bersalah dan penyesalan, sehingga hidupnya selalu gelisah. Ia digambarkan sering melakukan tindakan yang ceroboh, nekat, dan emosional dalam menjalankan perannya sebagai polisi. Untung ia selalu didampingi oleh polisi bijak yang keluarganya bahagia, sehingga selalu selamat dari bahaya melawan kekejaman penjahat.

2. Keberhasilan yang selama ini telah dicapai akan berubah menjadi kegagalan
Kehidupan yang tidak seimbang akan menghancurkan kesuksesan Anda selama ini. Sebagai contoh, ketika Anda sukses berkarir tapi abai menyediakan waktu untuk mengurus isteri/suami Anda, maka cepat atau lambat istri/suami akan ‘merongrong’ keberhasilan Anda dalam karir.

Mereka akan menuntut Anda, bahkan mungkin menuntut secara berlebihan sebagai pelampiasan terhadap kewajiban Anda yang selama ini terabaikan. Jika Anda tak dapat memenuhinya, mungkin hubungan Anda dengan isteri/suami akan berakhir dengan perceraian atau pertengkaran terus menerus. Dampak dari kegagalan rumah tangga ini, bisa mengganggu konsentrasi Anda dalam karir, sehingga cepat atau lambat karir Anda yang sukses akan menurun prestasinya, bahkan dapat hancur jika Anda tak mampu mengatasinya. Ini adalah hukum keseimbangan. Hukum yang akan bereaksi ketika Anda hidup tidak seimbang.

3. Menyakiti orang lain
Ketika Anda hidup tidak seimbang, kemungkinan besar akan ada orang lain yang hak dan kewajibannya Anda abaikan. Ia mungkin akan kecewa dan sakit hati dengan Anda. Pada saat itu, Anda telah mengorbankan yang penting dalam hidup Anda, yaitu hubungan baik dengan orang lain. Rusaknya hubungan akan berdampak pada hilangnya kerjasama, bantuan dan rida dari orang lain. Hal ini jelas akan menyulitkan Anda untuk memperoleh sukses.

4. Tidak bisa menikmati kesuksesan yang lebih besar
Jika Anda hidup tak seimbang, Anda akan sulit untuk memperoleh kesuksesan lebih besar lagi. Hal ini karena ketidakseimbangan akan menganggu konsentrasi Anda untuk bergerak maju. Waktu, pikiran dan tenaga Anda habis untuk menyelesaikan masalah yang muncul dari ketidakseimbangan itu.

Sebagai contoh, Anda sibuk bekerja tapi lupa menjaga kesehatan tubuh. Ketika Anda jatuh sakit, mungkin butuh waktu lama untuk sembuh kembali. Bahkan mungkin sakit itu menjadi kronis dan menahun. Waktu, pikiran dan tenaga Anda jelas akan beralih pada penyembuhan penyakit tersebut. Konsentrasi Anda untuk sukses yang lebih besar lagi akan terganggu. Anda menjadi terhalang untuk memperoleh sukses berikutnya atau sukses yang lebih besar lagi.

5. Mengorbankan sesuatu yang berharga
Hidup yang tidak seimbang membuat Anda mengorbankan sesuatu yang berharga dalam hidup Anda. Hal itu bisa berupa hubungan baik dengan orang lain yang Anda hancurkan, kesehatan yang Anda abaikan, cita-cita luhur yang Anda lupakan, dan lain-lain. Sesuatu yang berharga itu mungkin baru disadari di kemudian hari, sehingga terlambat dan hanya penyesalan yang didapat. Persis seperti cerita seorang anak yang sibuk berkarir dan lupa kepada ibunya.

Suatu ketika, ia mendatangi ibunya yang lama tidak dikunjunginya di rumah jompo. Ia membawa es krim kesukaan ibunya. Es krim itu diterima ibunya dengan sangat gembira. Ibunya berkata, “Sungguh kamu anak baik yang memperhatikan orang lain. Anakku tidak seperti kamu, ia sudah lama melupakanku”.

Ternyata mata sang ibu sudah rabun dan telinganya sudah tuli. Ia tidak tahu bahwa yang memberikan es krim itu anaknya sendiri. Seketika itu juga si anak menangis tersedu-sedu. Ia sadar bahwa selama ini telah melupakan ibunya. Ia bertekad untuk lebih memperhatikan ibunya. Namun semua itu terlambat, karena keesokan harinya ibunya telah meninggal.

Hidup Seimbang adalah Kesuksesan

Mengapa kesuksesan itu berarti hidup seimbang? Paling tidak ada tiga alasan yang mendasarinya :

1. Hidup seimbang membuat Anda terbebas dari berbagai masalah yang tidak perlu terjadi.

Jika hidup Anda seimbang, Anda akan terbebas dari berbagai masalah. Sesungguhnya masalah itu muncul dari ketidakseimbangan. Misalnya, masalah kegemukan muncul karena ketidakseimbangan antara makan dengan olahraga. Masalah keluarga muncul karena ketidakseimbangan antara waktu untuk keluarga dan waktu untuk kegiatan lain. Masalah ekonomi muncul karena ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Masalah permusuhan dengan orang lain muncul karena ketidakseimbangan antara memahami dan dipahami oleh orang lain. Dengan hidup seimbang Anda bersikap preventif. Mencegah masalah sebelum masalah tersebut terjadi.

2. Hidup seimbang membuat perasaan Anda tenteram dan bahagia.

Perasaan tenteram dan bahagia terkait dengan keseimbangan. Coba Anda lihat pemandangan yang indah (karena teksturnya yang seimbang), maka Anda akan merasakan perasaan yang tenteram dan bahagia. Coba Anda dengarkan lagu yang merdu (karena nadanya yang harmonis), maka Anda akan merasa senang. Jika Anda hidup dengan seimbang, alam (hukum alam) akan membantu Anda untuk merasakan ketenteraman dan kebahagiaan. Hal itu karena Anda hidup selaras dengan hukum keseimbangan alam.

3. Hidup seimbang membuat Anda dapat mengembangkan potensi.
Manusia hidup dengan berbagai potensi. Potensi itu dapat berkembang jika disemai dalam ‘tanah’ yang tepat. ‘Tanah’ itu adalah hidup yang seimbang. Persis seperti tanaman yang akan tumbuh subur jika ditanam pada tanah dengan kandungan mineral yang seimbang. Potensi yang berkembang akan membuat Anda merasa lebih puas dan bahagia karena kebutuhan Anda untuk beraktualisasi diri dapat tercapai.

4. Hidup seimbang membuat Anda tidak menyesal meninggalkan dunia.

Jika Anda hidup seimbang, Anda akan mengalami perasaan tenteram dan bahagia sampai Anda dipanggil Tuhan kelak. Anda tidak akan menyesal meninggalkan dunia ini karena Anda tahu telah melaksanakan seluruh hak Anda dengan baik. Tidak ada orang yang Anda sakiti atau Anda abaikan. Anda juga merasa telah menjadi hamba Tuhan yang baik karena tidak menyia-nyiakan umur Anda untuk merusak diri sendiri dan orang lain. Anda akan pulang ke ‘rumah Tuhan’ dengan hati puas dan rida.

Empat hal inilah yang akan dialami oleh mereka yang hidupnya seimbang. Mereka menjadi orang yang sukses karena hidupnya seimbang. Sebaliknya, orang yang hidupnya tidak seimbang adalah orang yang gagal dalam hidup, walau ia kaya, tenar atau memiliki jabatan yang tinggi. Kekayaan, popularitas dan kedudukan yang tinggi tidak membantu seseorang untuk merasakan keempat hal diatas, jika ia gagal menyeimbangkan hidupnya.

Anda mungkin bertanya, adakah contoh orang yang sukses karena hidupnya yang seimbang? Tentu saja banyak contohnya. Mereka adalah para nabi dan rasul, ulama, orang-orang saleh dan para pahlawan. Kalau kita ingin menyebut namanya, beberapa diantaranya bisa disebutkan disini : Nabi Muhammad, keempat khalifah sepeninggal Nabi Muhammad (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu Tholib), para ulama seperti : Imam Malik, Syaf’i, Hambali, Hanafi, Nawawi, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain.

Para pahlawan pembela kebenaran, seperti Sholahudin Al Ayyubi, Omar Mukhtar, Sanusi, Hasan Al Banna, Sayyid Quthb, dan lain-lain. Belum lagi dari orang-orang yang tidak terkenal, tapi sebetulnya ada di sekeliling kita karena mereka berhasil hidup dengan seimbang. Ingat! Hidup yang seimbang tidak mengharuskan seorang itu kaya, tenar atau berkedudukan. Bahkan mungkin ia berasal dari orang yang miskin, tidak terkenal atau jabatannya rendah, tapi ia lebih sukses hidupnya daripada orang yang kaya, tenar atau berkedudukan namun hidupnya tidak seimbang.

Orang yang hidupnya seimbang akan mengalami kesuksesan tanpa henti karena sukses bukan lagi dilihat sebagai tujuan, tapi proses. Anda akan jarang sekali mengalami kesuksesan jika sukses itu merupakan tujuan. Apalagi jika sukses itu Anda anggap sebagai tujuan yang besar, seperti memperoleh harta yang banyak, popularitas yang melangit dan jabatan setinggi-tingginya. Namun jika sukses adalah proses, maka Anda akan lebih mudah mencapainya dan akan lebih sering mengalaminya. Bahkan bisa menjadi sukses tanpa henti jika Anda terus menjaga kesuksesan itu, yakni dengan menjaga keseimbangan hidup Anda.

Indikasi Hidup yang Seimbang

Lalu bagaimana cara untuk mengetahui apakah hidup Anda sudah seimbang? Apa indikasi dari hidup yang seimbang itu, sehingga Anda dapat mengevaluasinya dalam kehidupan sehari-hari? Memang, ada beberapa indikator dari kehidupan yang seimbang. Jika Anda memiliki satu dari beberapa indikator di bawah ini bisa dikatakan hidup Anda telah seimbang, yaitu :

1. Anda telah menyediakan kualitas waktu yang cukup untuk menjalankan peran Anda

Yang dimaksud hidup seimbang bukan berarti Anda menyediakan kuantitas (jumlah) waktu yang sama untuk setiap peran hidup Anda. Misalnya, waktu untuk peran sebagai karyawan 8 jam berarti waktu untuk menjalankan peran sebagai ayah/suami bagi keluarga juga harus 8 jam. Bukan begitu yang dimaksud hidup yang seimbang. Sebab pada prakteknya sulit bagi kita menyediakan waktu sama banyaknya untuk setiap peran hidup kita. Yang penting bukan berapa banyak (kuantitas) waktu yang Anda sediakan untuk setiap peran, tapi seberapa kualitas (mutu) yang Anda sediakan untuk menjalankan suatu peran. Walau Anda hanya menyediakan waktu untuk keluarga sehari 2 jam (karena Anda sibuk bekerja), tapi kualitas hubungan yang Anda lakukan sudah dirasakan cukup oleh keluarga Anda, maka Anda sudah menjalankan peran tersebut dengan baik.

Kualitas hubungan yang cukup ditandai dengan tidak adanya komplain (protes) dari orang yang Anda layani. Jadi yang penting bagi Anda dalam menjaga keseimbangan hidup adalah menjaga kualitas hubungan dari masing-masing peran dalam hidup Anda.

Begitu pula untuk keseimbangan internal. Bukan berarti menyediakan jumlah waktu yang sama untuk masing-masing dimensi dari diri Anda (fisik, mental, spritual dan emosional), tapi memberikan kualitas waktu yang cukup kepada masing-masing dimensi agar dapat berkembang secara optimal. Misalnya untuk olahraga (sebagai hak dari dimensi fisik) setiap harinya cukup 15 menit, tapi untuk membaca (sebagai hak dari dimesi mental) waktunya mungkin tidak cukup 15 menit, tapi 30-60 menit. Jadi masing-masing dimensi pada diri Anda mempunyai jumlah waktu yang berbeda untuk pemenuhan haknya.

Ketidakseimbangan dalam memenuhi hak dari setiap dimensi diri Anda biasanya ditandai dengan munculnya gejala ‘ketidakberesan’ dalam dimensi tersebut. Sebagai contoh, ketika Anda terserang flu berarti hal itu merupakan gejala bahwa Anda perlu lebih memperhatikan hak dari dimensi fisik Anda (Anda perlu lebih memperhatikan kesehatan fisik Anda). Jika Anda sering ketinggalan informasi dan sering tidak nyambung ketika ada orang yang berbicara mungkin itu merupakan gejala dari perlunya Anda lebih memperhatikan hak dari dimensi mental Anda (Anda perlu lebih banyak belajar dan membaca). Jika Anda sering merasa sakit hati dan dengki dengan orang lain mungkin itu merupakan gejala dari ‘kurang beresnya’ dimensi emosional Anda (Anda perlu mengasah perasaan Anda). Lalu jika Anda sering merasa kesepian dan kegersangan hati mungkin itu merupakan gejala dari ‘kurang beresnya’ dimensi spritual Anda (Anda perlu memperbanyak ibadah kepada Tuhan).

2. Tidak ada keluhan terus menerus dari orang-orang di sekitar Anda

Indikator lainnya dari hidup yang seimbang adalah ketika orang-orang di sekitar Anda tidak mengeluh secara berulang-ulang kepada Anda karena haknya untuk diperhatikan dan dilayani oleh Anda terasa kurang. Jika Anda menyediakan waktu yang sedikit untuk menjalankan sebagian peran Anda, tapi orang-orang yang Anda perlu penuhi haknya tidak mengeluh secara terus menerus, berarti Anda telah melayani peran tersebut dengan baik. Begitu pula jika keluhan tersebut hanya sesekali dan tidak begitu menunjukkan kekecewaan yang mendalam, maka hal itu masih dalam batas kewajaran. Belum menunjukkan bahwa peran Anda tidak terlayani dengan baik.

Jika ada orang yang mengeluh terus menerus kepada Anda karena haknya merasa terabaikan, maka Anda perlu menilainya dengan proporsional. Apakah keluhan tersebut masih dalam batas wajar atau tidak. Jika sudah berlebihan, Anda tak perlu melayaninya. Misalnya, sahabat Anda minta agar Anda menemaninya kemana pun ia pergi. Permintaan ini sudah berlebihan dan Anda tak perlu melayaninya. Karena kalau Anda layani, waktu Anda untuk melayani peran hidup yang lain akan terabaikan. Padahal Anda ingin agar semua peran hidup Anda terlayani dengan baik. Namun jika keluhan tersebut tidak berlebihan dan proporsional, maka Anda harus segera memenuhi hak-haknya agar hidup Anda kembali seimbang.

3. Tidak ada perasaan bersalah yang terus menerus yang Anda rasakan

Selain tidak ada keluhan, hidup yang seimbang juga ditandai dengan tidak adanya perasaan bersalah yang terus menerus dialami karena Anda merasa mengabaikan sebagian dari peran hidup Anda.

Namun hal ini juga perlu dinilai secara hati-hati oleh Anda apakah rasa bersalah itu obyektif atau tidak. Rasa bersalah yang obyektif muncul dari melanggar aturan yang bersumber dari nilai-nilai universal atau ajaran Tuhan. Sedang rasa bersalah yang tidak obyektif muncul dari perasaan diri sendiri atau pengaruh dari luar, padahal itu sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai universal atau ajaran Tuhan. Misalnya, jika Anda merasa bersalah karena sering tidak menepati janji maka hal itu merupakan rasa bersalah yang obyektif. Namun jika Anda merasa bersalah karena tidak mau memenuhi tuntutan pacar Anda untuk berhubungan seksual sebelum nikah, maka itu adalah perasaan bersalah yang subyektif. Rasa bersalah yang subyektif tidak perlu dijadikan indikasi dari ketidakseimbangan hidup Anda, tapi rasa bersalah yang obyektif perlu Anda jadikan sebagai indikasi dari ketidakseimbangan hidup Anda.

4. Berbagai peran/dimensi diri Anda saling mendukung satu sama lain

Indikasi lain dari hidup seimbang adalah ketika berbagai peran hidup Anda dan berbagai dimensi dalam diri Anda saling mendukung pencapaian misi hidup Anda. Misi adalah filosofi hidup Anda. Misi adalah keyakinan, nilai-nilai, ideologi atau agama yang menjadi pedoman hidup Anda. Ketika peran/dimensi dalam hidup Anda saling mendukung satu sama lain untuk pencapaian misi hidup Anda, berarti hidup Anda seimbang. Sebaliknya, ketika peran/dimensi dalam hidup Anda tidak saling mendukung pencapaian misi hidup Anda, berarti hidup Anda tidak seimbang. Misalnya, Anda berprofesi sebagai mahasiswa, tapi di sisi lain Anda juga menjadi bandar narkoba, maka peran-peran tersebut saling bertentangan satu sama lain dan tidak saling mendukung pencapaian misi hidup Anda.

by. Era Muslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar