Rabu, 28 Juli 2010

MENGENAL AL-ISLAM


Sahabat Hikmah…

Orang bilang ‘Tak kenal maka tak sayang…’
Maka dari itu marilah bersama kita mengenal lebih jauh tentang ISLAM


Di antara keistimewaan agama Islam adalah namanya.
Berbeda dengan agama lain, nama agama ini BUKAN berasal dari NAMA PENDIRINYA atau NAMA TEMPAT penyebarannya. Tapi, menunjukkan SIKAP dan SIFAT pemeluknya terhadap Allah.

Yang menamakan Islam juga bukan seseorang, bukan pula suatu masyarakat, tapi ALLAH Ta'ala, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Jadi, Islam sudah dikenal sejak sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. dengan nama yang diberikan Allah.

“….Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu IBRAHIM. Dia (Allah) telah MENAMAI kamu sekalian orang-orang MUSLIM dari DAHULU, dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi SAKSI atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi SAKSI atas segenap manusia, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS Al Hajj : 78)


Islam berasal dari KATA bahasa ARAB:

SALIMA- YUSLIMU- ISTISLAAM (artinya, TUNDUK atau PATUH)

selain YASLAMU - SALAAM (yang berarti SELAMAT, SEJAHTERA atau DAMAI).

Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung pengertian:

=> ISLAMUL WAJH (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah QS. 4:125)


“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang (ASLAMA WAJHAHU) ‘IKHLAS MENYERAHKAN DIRINYA’ kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. “


=> ISTISLAMA (tunduk secara total kepada Allah QS. 3:83),


“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah (ASLAMA) ‘menyerahkan diri’ segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”

=>SALAAMAH atau SALIIM (suci dan bersih QS. 26:89),


“kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang (SALIIM) ‘bersih’.”



=>SALAAM (selamat sejahtera QS. 6:54),


“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: " (SALAAMUN ALAIKUM) SELAMAT SEJAHTERA atas kalian. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “


=>SILM (tenang dan damai QS. 47:35).


"Janganlah kamu lemah dan minta (SILM)’ DAMAI’ padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu. "

Secara rinci Islam dapat kita artikan:

TUNDUK dan MENERIMA segala perintah dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah.

Manusia yang menerima ajaran Islam disebut MUSLIM.
Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total dan perbuatannya membawa PERDAMAIAN dan KESELAMATAN bagi manusia.
Dia terikat untuk MENGIMANI, MENGHAYATI, dan MENGAMALKAN Alquran dan Sunnah.

Kalimatul Islam (kata Al-Islam) me-ngandung pengertian dan prinsip-prinsip
yang dapat didefinisikan secara terpisah.

Dan, bila dipahami secara menyeluruh merupakan pengertian yang utuh.

1. Islam adalah KETUNDUKAN

Allah menciptakan alam semesta, kemudian menetapkan manusia sebagai hambaNya yang paling besar perannya di muka bumi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya, dengan alam semesta di sekitarnya, kemudian berusaha mencari jalan untuk kembali kepada Penciptanya. Tatkala salah berinteraksi dengan Allah, kebanyakan manusia beranggapan alam sebagai Tuhannya sehingga mereka menyembah sesuatu dari alam. Ada yang menduga-duga sehingga banyak di antara mereka yang tersesat. Ajaran yang benar adalah ikhlas berserah diri kepada Pencipta alam yang kepadaNya alam tunduk patuh berserah diri.

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang (ASLAMA WAJHAHU) ‘IKHLAS MENYERAHKAN DIRINYA’ kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. “ (QS. 4:125)

Maka, Islam identik dengan KETUNDUKAN kepada sunnatullah yang terdapat di alam semesta (tidak tertulis) maupun Kitabullah yang tertulis (Alquran).

2. Islam adalah WAHYU Allah

Dengan kasih sayangnya, Allah menurunkan Ad-Dien (aturan hidup) kepada manusia. Tujuanya agar manusia hidup teratur dan menemukan jalan yang benar menuju Tuhannya. Aturan itu meliputi seluruh bidang kehidupan: politik, hukum, sosial, budaya, dan sebagainya. Dengan demikian, manusia akan tenteram dan damai, hidup rukun dan bahagia dengan sesamanya dalam naungan ridha Tuhannya. (QS. Al-Baqarah: 38) Karena kebijaksanaanNya, Allah tidakmenurunkan banyak agama. Dia hanya menurunkan Islam. Agama selain Islam tidak diakui di sisi Allah dan akan merugikan penganutnya di akhirat nanti.

Sebagaimana firman Allah,
"Sesungguhnya Ad-Dien (agama) yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. 3:19)

Sebab, Islam merupakan satu-satunya agama yang bersandar kepada wahyu Allahsecara murni. Artinya, seluruh sumber nilai dari nilai agama ini adalah wahyu yang Allah turunkan kepada para RasulNya terdahulu. Dengan kata lain, setiap Nabi adalah muslim dan mengajak kepada ajaran Islam. Ada pun agama-agama yang lain seperti Yahudi dan Nasrani adalah penyimpangan dari ajaran wahyu yang dibawa oleh para nabi tersebut.

3. Islam adalah AGAMA Para Nabi dan Rasul

Perhatikan kesaksian Alquran bahwa Nabi Ibrahim adalah muslim, bukan Yahudi atau pun Nasrani. (QS. 2:132)

"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam (Muslim)".

Nabi-nabi lain pun mendakwahkan ajaran Islam kepada manusia. Mereka mengajarkan agama sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad saw. Hanya saja, dari segi syariat (hukum dan aturan) belum selengkap yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Tetapi, ajaran prinsip-prinsip keimanan dan akhlaknya sama. Nabi Muhammad saw. datang menyempurnakan ajaran para Rasul, menghapus syariat yang tidak sesuai dan menggantinya dengan syariat yang baru. (QS.3: 84)

" Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami (muslim)menyerahkan diri."

Menurut pandangan Alquran, agama Nasrani yang ada sekarang ini adalah penyimpangan dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Isa a.s. Nama agama ini sesuai nama suku yang mengembangkannya. Isinya jauh dari Kitab Injil yang diajarkan Isa a.s.. Agama Yahudi pun telah menyimpang dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa a.s.. Diberi nama dengan nama salah satu Suku Bani Israil, Yahuda. Kitab Suci Taurat mereka campur aduk dengan pemikiran para pendeta dan ajarannya ditinggalkan.

4. Islam adalah HUKUM-HUKUM Allah di dalam Alquran dan Sunnah

Orang yang ingin melihat Islam hendaknya melihat Kitabullah Alquran dan Sunnah Rasulullah. Keduanya, menjadi sumber nilai dan sumber hukum ajaran Islam. Islam tidak dapat dilihat pada perilaku penganut-penganutnya, kecuali pada pribadi Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Nabi Muhammad saw. bersifat ma'shum (terpelihara dari kesalahan) dalam mengamalkan Islam. Beliau membangun masyarakat Islam yang terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad saw yang langsung terkontrol perilakunya oleh Allah dan RasulNya. Jadi, para sahabat Nabi tidaklah ma'shum bagaimana Nabi, tapi mereka istimewa karena merupakan pribadi-pribadi didikan langsung Nabi Muhammad saw. Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan penduduk, ruhani dan amal, Alquran dan pedang sebagaimana telah dibuktikan dalam hidup Nabi, para sahabat, dan para pengikut mereka yang setia sepanjang zaman.

5. Islam adalah JALAN Allah Yang LURUS

Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup bagi seorang muslim. Baginya,tidak ada agama lain yang benar selain Islam. Karena ini merupakan jalan Allah yang lurus yang diberikan kepada orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. (QS. 6:153)

"..Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.


6. Islam Pembawa KESELAMATAN Dunia dan Akhirat

Sebagaimana sifatnya yang bermakna selamat sejahtera, Islam menyelamatkan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Keselamatan dunia adalah kebersihan hati dari noda syirik dan kerusakan jiwa. Sedangkan keselamatan akhirat adalah masuk surga yang disebut DaarusSalaam.

Allah menyeru (manusia) ke Daarus Salaam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam). (QS. 10:25)

"Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)."

Dengan enam prinsip di atas kita dapat memahami kemuliaan dan keagungan ajaran agama Allah ini.

Nabi Muhammad saw. bersabda, "Islam itu tinggi dan tidak ada kerendahan di dalamnya." Sebagai ajaran, Islam tidak terkalahkan oleh agama lain. Maka, setiap muslim wajib meyakini kelebihan Islam dari agama lain atau ajaran hidup yang lain. Allah sendiri memberi jaminan.

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS.5:3)


Disandur dari : Aus Hidayat Nur

Bijaksana


Sahabat Hikmah...

Yang INDAH hanya SEMENTARA,
Yang ABADI adalah KENANGAN,
Yang IKHLAS hanya dari HATI,
Yang TULUS hanya dari SANUBARI,
Tidak mudah mencari yang HILANG,
Tidak mudah mengejar IMPIAN,
Namun lebih susah mempertahankan yang ADA,
Walaupun tergenggam bisa terlepas juga.


Ingatlah pada pepatah,

"Jika kamu TIDAK MEMILIKI apa yang kamu SUKAI,
maka SUKAILAH apa yang kamu MILIKI saat ini"


Belajar menerima apa adanya dan berpikir positif...


Hidup bagaikan MIMPI…
Seindah apapun,
Begitu terbangun semuanya SIRNA tak berbekas.

Rumah mewah bagai istana,
Harta benda yang tak terhitung,
Kedudukan dan jabatan yg luar biasa, namun...
Ketika nafas terakhir tiba, sebatang jarum pun tak bisa dibawa pergi,
Sehelai benang pun tak bisa dimiliki.

Apalagi yang mau diperebutkan ?
Apalagi yang mau disombongkan ?
Maka jalanilah hidup ini dengan keinsafan nurani.

Jangan terlalu perhitungan…
Jangan hanya mau menang sendiri…
Jangan suka menyakiti sesama …
Apalagi terhadap mereka yang berjasa dalam hidup kita ini…
Belajarlah mengasihi setiap hari…
Selalu berlapang dada dan mengalah,


Hidup ceria,
Bebas leluasa...
Tak ada yang tak bisa di ikhlaskan... .
Tak ada sakit hati yang tak bisa dimaafkan…
Tak ada dendam yang tak bisa terhapus....


Semoga renungan ini bisa menjadi motivasi…
Untuk kita menjadi manusia yang lebih baik dan bahagia......


Oleh : Lutfi S Fauzan

Senin, 26 Juli 2010

JANGAN PERNAH MENGELUH


JANGAN PERNAH MENGELUH

“Daripada menghitung kesulitan-kesulitan kita, cobalah
Menjumlahkan berkah-berkah yang telah kita terima!”.


Seorang musafir dengan seorang Pelayan kesayangannya mengadakan perjalanan jauh. Dalam perjalanan itu mereka membawa barang-barang berharga untuk dijual, seperti seekor kambing, ayam jago, serta sebuah obor.

Di sepanjang perjalanan, mereka berdiskusi tentang sifat Tuhan.”Tuhan itu baik, Dia selalu menyertai kemana pun kita pergi,”ujar Si Pelayan. “Aku tidak yakin dengan apa yang kau katakana, lihat saja mungkin Tuhan menyertai perjalanan kita, “ujar musafir, sinis.

Menjelang sore tibalah mereka di sebuah desa. Mereka berharap dapat beristirahat sejenak di desa itu, tetapi sayang tidak seorang pun yang bersedia menerima mereka. Penduduk di desa itu tidak mau menerima orang asing. Jadi mereka mengusir musafir dan Pelayannya. Mendapat perlakuan kasar seperti itu, musafir menggerutu,”Benar, kan, kataku ? Tuhan tidak menyertai kita. Buktinya, Dia tidak memberi kita tempat istirahat.”

Karena tidak ada tempat untuk beristirahat maka musafir dan Pelayannya terpaksa pergi ke tengah hutan yang letaknya tidak jauh dari desa. Sampai di sana musafir itu memasang tenda lalu berbaring melepas rasa lelah. Si Pelayan berusaha menghibur tuann tuannya, “Pasti menurut Tuhan, bermalam di tengah hutan ini merupakan yang terbaik bagi kita.”

Tidak lama kemudian terdengarlah suara binatang buas. Ternyata seekor serigala datang menerkam kambing milik sang musafir. Karena ketakutan, sang Musafir pun lari dan memanjat pohon untuk menyelamatkan diri. Dari atas pohon sang Musafir berkata kepada Si Pelayan “Masih beranikah engkau mengatkan bahwa Tuhan itu baik? Lihat saja Tuhan sudah membiarkan kita kedinginan di hutan ini. Tidak hanya itu saja, dia sudah membuatku rugi karena tidak dapat lagi menjual kambingku ke pasar.” Pelayan yang bijaksana itu berusaha menenangkan majikannya,”Tuan seharusnya bersyukur dan berterima kasih karena jika serigala itu tidak menerkam kambing, Tuan dan akulah yang diterkamnya. Tuhan memang baik karena sudah melindungi kita dari maut.”

Musafir masih berada di atas pohon ketika hembusan angina kencang memadamkan obor yang merupakan satu-satunya penghangat yang ia miliki di tengah cuaca yang begitu dingin. Sang musafir itu masih saja mengeluh dan tidak memedulikan kata-kata Si Pelayan. Dengan sindiran sinis ia berkata, “Kelihatannya kebaikan Tuhan kepada kita begitu nyata di sepanjang malam ini.”

Keesokan harinya Mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Ketika melewati desa yang kemarin mereka singgahi, mereka terkejut melihat keadaan desa yang porak-poranda. Setelah bertanya kepada para penduduk tahulah sang Musafir bahwa semalam sekelompak perampok telah menjarah desa tersebut. “Telah terbukti bahwa Tuhan itu memang baik. Jika semalam kita menginap disana, barang-barang Tuan yang berharga akan ikut dirampok. Dan, kalau saja angina kencang tidak memadamkan obor, perampok-perampok itu pasti dapat melihat barang-barang dengan jelas lalu mengambilnya semua,”ujar Pelayan. Sang musafir tertunduk malu. Ia lalu menangis karena dia sepanjang jalan ini ia hanya mengeluh dan menggerutu kepada Tuhan.


Mengeluh hanya akan menguras tenaga dan membuang waktu kita dengan percuma. Menggerutu tidak akan pernah menyelesaikan persoalan, justru menambah beban. Ketika sedang dilanda masalah, belajarlah untuk tetap bersyurkur. Kata-kata positif memang tidak langsung mengubah keadaan, tetapi setidaknya kita memiliki suasana hati yang lebih baik. Hati dan pikiran yang tenang akan membuat kita kuat dalam menghadapi masalah apa pun. Mungkin ada yang berkata,”Bila keadaan sedang kacau, saya tidak mungkin mengucapkan kata-kata yang baik.”Bila tidak dapat berkata-kata yang baik, ada baiknya Anda juga memutuskan untuk tidak berkata-kata sama sekali. Diamlah. Bukankah sering kali diam justru menyelesaikan segalanya? Belajarlah berdiam diri sejenak dan setelah itu lihat apa yang akan terjadi.

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-NYA. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS: An-Nisa:32)

“Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar Zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-NYA.” (QS: An-Nisa:40).

“Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu supaya kamu berterimakasih.” (QS:Al-Maidah: 6)

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji?”(QS: Al-Ankabut:2)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS: Al- Insyirah: 5-6).

Allah SWT berfirman dalam hadis qudsiy, ana `inda dzonni `abdi = AKU TERGANTUNG BAGAIMANA HAMBA KU BERPRASANGKA KEPADAKU.

Semua harapan, semua prasangka, semua hajat makhluknya bisa dilayani oleh kehendakNya.

Selasa, 20 Juli 2010

Menghafal Al-Quran Bisa Bikin Gila?

Menghafal Al-Quran Bisa Bikin Gila?

Oleh Anung Umar

Pernahkah terlintas dalam pikiran anda pertanyaan di atas? Atau dari saudara-saudara anda? Kalau saya pribadi, terus terang belum pernah. Lho, kalau begitu pertanyaan itu fiktif dong? Tidak juga, pertanyaan tadi muncul dari mulut teman saya. Lho kok bisa?

Ceritanya begini, sekitar enam tahun lalu teman saya pergi menuntut ilmu syar'i ke sebuah pondok pesantren di luar jawa, tepatnya di suatu kota besar di Sulawesi. Dia pergi dengan tekad dan semangat yang membumbung tinggi untuk menggapai ilmu sebanyak-banyaknya. Akan tetapi ketika baru saja menginjakkan kakinya di pondok pesantren itu, semangatnya langsung goncang, badannya terasa lemas dan kepalanya terasa pusing. Ada apa? Pondok pesantren sudah bubar? Bangunannya hancur? Atau pesantren lagi diliburkan?

Bukan, bukan, bukan itu semua, ia hanya stress. Stress karena apa? Ia melihat ada santri yang gila! Kemudian ia juga mendengar dari santri lama bahwa sebelumnya ada pula santri yang gila! Makin bertambah stressnya. Bukan hanya itu saja, ia juga mendengar cerita santri di situ bahwa kedua santri yang gila ini termasuk santri yang menonjol dan terkenal cerdas! Teman saya benar-benar stress!

Teman saya ini bertanya kepada santri lama tentang penyebab gilanya si santri itu? Santri lama ini menjawab kalau ia tidak mengetahui penyebab gilanya, tapi yang jelas 2 santri gila ini tergolong santri yang menonjol dan cerdas, bahkan santri yang terakhir ini banyak hafalan Al-Qurannya, selain itu ia juga dikenal kuat hafalannya. Pernah suatu hari ia melanggar peraturan pondok, maka ustadz pun memberinya hukuman berupa kewajiban menghafal sekitar 30 hadits, entah berapa lama batas waktu yang diberi ustadz, yang pasti ia hafal semuanya dalam waktu satu malam!

Teman saya tercengang mendengar kehebatan santri "super" itu, ia pun kagum sekaligus takut. Karena Ia berpikir, "Kalau ia yang banyak hafalan Al-Qurannya saja bisa gila, maka apalagi saya yang hafalannya pas-pasan!"Akhirnya ia pun mendatangi ustadz pimpinan pondok untuk mengadukan keresahannya, ia berkata, "Ustadz, apa mungkin orang yang menghafal Al-Quran bisa gila?

Ustadz menenangkannya dengan memberinya faidah dari perkataan Ibnul Qayyim, Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa penyebab menyimpangnya Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashrani) itu, karena satu dari dua perkara: Suulqashd (rusaknya niat/tujuan) atau Suul'amal (rusaknya amal). Adapun Yahudi menyimpang karena rusaknya niat mereka sedangkan Nashara menyimpang karena rusaknya amal mereka. Teman saya puas dan lega dengan penjelasan ustadz dan hilanglah stressnya lalu ia pun mulai semangat lagi untuk menuntut ilmu.

Mungkin ada yang bertanya, "Lho apa hubungannya antara kerusakan Ahlul Kitab dengan santri gila itu?" Awalnya saya juga kurang mengerti, tapi setelah dipikirkan lebih cermat, ternyata "connect" juga. Perkataan ustadz tadi dengan menyebutkan penjelasan dari Ibnul Qayyim sebenarnya sudah jelas. Memang jawaban ustadz tidak menyebutkan secara gamblang tentang santrinya itu, akan tetapi dari perkataannya secara tersirat bisa dipahami seperti ini, "Sebagaimana Ahlul kitab menyimpang karena rusaknya niat atau amal mereka, maka demikian pula si santri ini bisa seperti itu."

Makanya teman saya tadi berkata kepada saya, "Betul memang jawaban ustadz, kita kan nggak tahu apakah niat dia (santri gila) waktu menghafal Al-Quran bener-bener ikhlas apa nggak, karena mungkin aja ada orang yang belajar agama atau rajin menghafal Al-Quran, eh, rupanya pengen dipuji atau dihormatin orang."

Setuju! Setuju, temanku! Memang benar, orang yang tidak ikhlas itu kalau beramal dengan amalan yang ringan walaupun sedikit saja, rasanya berat sekali, sebaliknya orang yang ikhlas, ketika beramal dengan amalan yang berat akan terasa ringan bahkan menkmatinya. Selain itu, orang yang tidak ikhlas dalam beramal ketika ia tidak mendapatkan imbalan duniawi atas amalannya, apakah itu pujian, sanjungan atau penghormatan, ia merasa gelisah dan sesak dadanya, sebaliknya orang yang ikhlas, ketika ia sedang beramal atau sesudahnya, ia tetap tenang, khusyu dan lapang dadanya, baik ada pujian yang ia dengar maupun tidak.

Mungkin ada yang bertanya dan ini memang terjadi, "Saya pernah berdzikir sebanyak ribuan kali pada suatu malam dan saya ikhlas, insya Allah, tapi kok saya jadi seperti orang gila, tak sadar dengan apa yang saya ucap dan badan saya jadi goyang sendiri tanpa disengaja?"

Kalau kembali kepada penjelasan Ibnul Qayyim tadi, sebenarnya ia tinggal bertanya kepada dirinya sendiri, "Kalau memang niat saya sudah ikhlas dan benar, tapi sudah benarkah amalan saya? Sesuaikah dengan yang dituntunkan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam? Apakah Rasul shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdzikir seperti itu?"

Itulah syarat diterimanya suatu amalan yaitu harus ikhlas niatnya dan benar amalannya (sesuai sunnah Rasul) atau menurut bahasa yang tersirat dari perkataan Ibnul Qayyim tadi, "Tidak rusak niatnya dan tidak rusak amalannya."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niat Dan setiap orang (akan mendapatkan) apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya (dalam rangka menjalankan ketaatan kepada) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya menuju apa yang ia niatkan." (HR. Bukhori dan Muslim)

"Siapa yang berbuat suatu amalan yang tidak ada padanya perintah dari kami, maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim)

Kalau begitu, jika ada yang bertanya kepada kita, "Apakah yang menghafal Al-Quran bisa gila?" Jawab saja dengan tegas dan lantang, "Ya, bagi orang yang tidak ikhlas dalam menghafalkannya atau tidak sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam!"

Jakarta,7 Sya`baan 1431/19 Juli 2010

Insya Allah, Ada Jalan


Insya Allah, Ada Jalan

Sabtu, 17/07/2010 07:54 WIB | email | print | share

Oleh Dwi Asri Anggianasari

“Sungguh, ketika kau yakin untuk bisa mewujudkan sesuatu,

maka kau benar-benar akan mampu”

Hari ini aku banyak tersenyum. Mengingat kembali perjuangan selama menyelesaikan skripsi, membuatku tak henti-hentinya bersyukur. Bagaimana tidak, proses total penyelesaian skripsiku TIDAK SAMPAI 2 BULAN! Menjadi pemecah asumsi bahwa skripsi yang bersifat action research, katanya, minimal bisa diselesaikan selama 1 tahun! Alhamdulillah, Ya Rabb, begitu banyak kemudahan yang Engkau berikan…

Aku tidak akan panjang lebar menjelaskan bagaimana bisa skripsi action research diselesaikan selama kurang dari 2 bulan, karena aku pun tidak tahu. Tapi aku ingat betul pada kata-kata yang muncul tiba-tiba di dalam kepalaku saat itu: “Insya Allah ada jalan, Ang”. Entah mengapa kata-kata itu bisa muncul padahal fakta menunjukkan bahwa apa yang ku kejar mulai sulit terprediksi, padahal belum satu BAB pun yang ter-ACC, padahal belum pula aku tahu apakah aku mampu untuk menggerakkan para warga komunitas sasaranku. Bahkan, jujur, pembimbing pernah mengatakan “sepertinya sulit bagimu untuk lulus semester ini” (mengatakan hal serupa hingga 2 kali). Hatiku sangat hancur, aku down, semangatku pudar, dan rasanya ingin berhenti saja karena takut semua menjadi sia-sia. Tapi aku sadar bahwa aku sedang berjuang dan berjuang tidak diakhiri oleh kepasrahan tanpa perjuangan. Aku tak ingin “mati” disitu! Aku tak ingin menghentikan langkah kaki! Walau terseok, aku tak peduli! Ikhtiar adalah tugasku, biar Allah yang menentukan takdirnya. Husnudzon, Ang..

Alhamdulillah… keyakinan yang entah muncul dari mana dengan slogannya “Insya Allah ada jalan” itu telah merubah pandanganku tentang apa yang kuhadapi. Ini tantangan! Ini tantangan! Ini tantangan! Dan harus aku berani hadapi!

Apakah aku takut gagal? Tidak mungkin tidak! Beberapa kali aku menangis dan mengadu bahwa mungkin saja aku tidak bisa. Tapi seseorang berkata, “untuk apa kamu takut pada sesuatu yang belum kamu kerjakan? Untuk apa takut pada sesuatu yang belum kamu ketahui jika tidak kamu kerjakan?”. Ah, dia benar! Dan aku tak ingin kalah sebelum bertempur! Tak ingin berpikir jatuh sebelum terbang, tak ingin menyia-nyiakan apa yang sudah aku rencanakan. Maka, bismillah.. aku pun mulai turun lapangan.

Mungkin ini nekad, karena saat aku turun lapangan, belum satu BAB pun yang aku kerjakan dengan benar sehingga bisa dikatakan tak ada panduan. Tapi entahlah, saat itu aku berharap, rencana kasar yang sudah aku susun mungkin bisa aku andalkan. Bukankah tekad sudah membulat? Lalu tunggu apa lagi?

Hari demi hari, rencana demi rencana, wawancara demi wawancara, rumah demi rumah, tahap demi tahap, Alhamdulillah dapat diselesaikan. Subhanallah, hampir bisa dikatakan tak ada ujian yang memberatkan. Semua lancar. Semua mudah. Semua bisa. Semua, Ya Allah.. Jika bukan Engkau yang turut “ikut campur” maka semua tak akan seperti ini… Aku sadar bahwa setiap hati, Engkau yang miliki, termasuk hati dari Pak RW, Bu Bidan, para kader, warga… Alhamdulillah..

Semoga perjalanan yang lurus memang berawal dari niat yang lurus.

Dan di sinilah aku: di kamar yang masih berantakan dengan kertas-kertas skripsi dan revisiannya, penuh dengan corat coret time table yang kususun saat itu, penuh dengan field note yang menjadi panduanku untuk menulis skripsi. Berantakan seperti hutan! Tapi tak apa karena semua itu juga penuh dengan rasa syukur karena telah berhasil lulus dan akhirnya menyandang gelar S.Sos.

Sebenarnya, bukan masalah gelar “S.Sos” yang menjadi poin kegembiraan dan rasa syukurku, tetapi beribu-ribu hikmah serta pelajaran tentang bagaimana rasanya berjuang, tentang bagaimana rasanya menghindari keputus-asaan, tentang bagaimana rasanya bangkit walau rasa takut menyerang, tentang bagaimana rasanya tetap bertahan, tentang bagaimana rasanya berhusnudzon pada Allah, tentang bagaimana rasanya sujud panjang untuk memohon kelulusan, dan tentang bagaimana rasanya berbagi cerita dan keluhan tentang perjuangan skripsi bersama kalian, para Kessos’er Muda 2006.

Satu pelajaran yang aku pahami selama proses skripsi ini kukerjakan (dan ingin kubagikan kepada teman-teman):

“KELUARLAH DARI ZONA NYAMANMU”

“KELUARLAH DARI INVISIBLE BLACK BOX MU”

Karena keduanya sering kali membuat kita terjebak pada satu pandangan, pada satu stereotype, pada satu jalan, pada satu keterpurukan. Padahal kita sadar bahwa manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Andaikan saat itu aku berhasil dikalahkan oleh rasa keterpurukan karena merasa takut gagal, maka aku tidak akan ada disini, menuliskan tulisan ini. Alhamdulillah… Dan aku juga sadar bahwa perjuangan skripsi kemarin adalah akhir perjuangan kuliah, namun ia juga adalah awal dari perjuangan menuju dunia baru: dunia paska kampus. Dimana pun kita nanti (setelah lulus) berada, yakinlah bahwa jika semua dilandasi dengan niat yang lurus, maka selalu akan ada jalan untuk bisa menjadi lebih baik. Insya Allah…

“Jika kita bisa menjadi LUAR BIASA,

mengapa kita harus berhenti di sini dan menjadi orang biasa?”

Jakarta, 14 Juli 2010

Kamis, 15 Juli 2010

Bukan CINTA yang LAIN (BCL)


Bukan CINTA yang LAIN (BCL)


Jauh sebelum cinta menjelma menjadi pertemuan dua fisik, ia terlebih dahulu bertaut di alam JIWA.......

Jika ada pertemuan fisik yang tidak didahului oleh pertemuan jiwa itu bukanlah CINTA...........

Disini kita bisa memahami.
sepasang laki-laki dan wanita bisa melakukan hubungan seks tanpa cinta

Atau, pernikahan bisa berlangsung tanpa cinta.

dan itu semua SALAH

Pernikahan atau Rumah Tangga Tanpa Cinta…
hanya tinggal menunggu kapan akan ROBOH-nya bangunan itu.


Sebagai manusia jiwa kita memiliki tabiat kimiawi yang sangat unik. ....

Dan tidak bisa ditebak.....

Seorang perempuan lembut bisa jadi mencintai seorang laki-laki kasar,......

Kerena kelembutan dan kekasaran adalah dua kutub jiwa yang bisa bertemu seperti air dan api: saling tergantung dan saling menggenapkan.......

Karena itu lah…
Islam hadir sebagai solusi

Jika ada dua anak adam saling jatuh Cinta
Islam mengatakan dengan tegas…
bahwa hanya PERNIKAHAN-lah tempat Cinta itu mekar tumbuh dan bermanfaat.....

Tidak hanya sampai disana
Islam juga, memudahkan semua jalan
menuju Pernikahan itu
dari Mahar sampai Walimah
semua di tata dengan kemampuan Umatnya....
inilah kebarokahan Islam untuk semesta...

Siapapun dirimu....!!
Jika Cinta itu telah hadir di alam jiwa
maka upayakanlah jalan menuju PERNIKAHAN

Maka Mintalah Pada Rabb Kita
dalam doa-doa bersampul air mata
di dinginnya waktu 1/3 malam terakhir......
atau
di hangatnya waktu dhuha......
atau
di sejuknya senja waktu ashar......

agar Alloh memudah kan
semua langkah kita

membukakan hati orangtuamu.....
melapangkan rezekimu.

Disinilah Cinta harus kita posisikan
dalam menggapai keridhoan Alloh.....

Menikahi Wanita itu
Karena kita mencintai Alloh....

Menikahi wanita itu
Karena kita ingin menjaga kesucian dan kehormatan diri..

Menikahi wanita itu
karena kita ingin ibadah meninggikan kalimat-kalimatNYa
di muka bumi....

Bukan Karena Cinta yang lain
yang semu
yang sementara.....

)I(hamzah)I(


Sahabat Hikmah…

Dalam Al Quran Allah SWT menjelaskan dalam surat yang terkenal:

“Dan di antara TANDA-TANDA KEKUASAAN-Nya ialah Dia menciptakan untukmu ISTERI-ISTERI dari jenismu sendiri, supaya kamu CENDERUNG dan merasa TENTERAM kepadanya, dan DIJADIKAN-Nya di antaramu rasa KASIH dan SAYANG (CINTA). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat TANDA-TANDA bagi kaum yang berfikir. (QS. 30:21)

Jadi Hanya lewat pernikahan, cinta yang merupakan ANUGERAH Allah SWT.


Wallahu a’lam

Ketika Allah Memilihmu Untukku..


Ketika Allah Memilihmu Untukku..


Padamu yang Allah pilihkan dalam hidupku..
Ingin ku beri tahu padamu..
Aku hidup dan besar dari keluarga bahagia..
Orang tua yg begitu sempurna..
Dengan cinta yg begitu membuncah..
Aku dibesarkan dgn limpahan kasih yang tak terhingga..
Maka, padamu ku katakan..
Saat Allah memilihmu dalam hidupku,
Maka saat itu Dia berharap, kau pun sanggup melimpahkan cinta padaku..
Memperlakukanku dgn sayang yang begitu indah..


Padamu yang Allah pilihkan untukku..
Ketahuilah, aku hanya wanita biasa dengan begitu banyak kekurangan dalam diriku,
Aku bukanlah wanita sempurna, seperti yang mungkin kau harapkan..
Maka, ketika Dia memilihmu untukku,
Maka saat itu, Dia ingin menyempurnakan kekuranganku dgn keberadaanmu.
Dan aku tahu, Kaupun bukanlah laki-laki yang sempurna..
Dan ku berharap ketidaksempurnaanku mampu menyempurnakan dirimu..
Karena kelak kita akan satu..
Aibmu adalah aibku, dan indahmu adalah indahku,
Kau dan aku akan menjadi 'kita'..


Padamu yg Allah pilihkan untukku..
Ketahuilah, sejak kecil Allah telah menempa diriku dgn ilmu dan tarbiyah,
Membentukku menjadi wanita yg mencintai Rabbnya..
Maka ketika Dia memilihmu untukku,
Maka saat itu, Allah mengetahui bahwa kaupun telah menempa dirimu dgn ilmuNya.. Maka gandeng tanganku dalam mengibarkan panji-panji dakwah dalam hidup kita..
Itulah visi pernikahan kita..
Ibadah pada-Nya ta'ala..


Padamu yg Allah tetapkan sebagai nahkodaku..
Ingatlah.. Aku adalah mahlukNya dari tulang rusuk yang paling bengkok..
Ada kalanya aku akan begitu membuatmu marah..
Maka, ketahuilah.. Saat itu Dia menghendaki kau menasihatiku dengan hikmah,
Sungguh hatiku tetaplah wanita yg lemah pada kelembutan..
Namun jangan kau coba meluruskanku, karena aku akan patah..
Tapi jangan pula membiarkanku begitu saja, karena akan selamanya aku salah..
Namun tatap mataku, tersenyumlah..
Tenangkan aku dgn genggaman tanganmu..
Dan nasihati aku dgn bijak dan hikmah..
Niscaya, kau akan menemukanku tersungkur menangis di pangkuanmu..
Maka ketika itu, kau kembali memiliki hatiku..


Padamu yang Allah tetapkan sebagai atap hunianku..
Ketahuilah, ketika ijab atas namaku telah kau lontarkan..
Maka dimataku kau adalah yang terindah,
Kata2mu adalah titah untukku,
Selama tak bermaksiat pada Allah, akan ku penuhi semua perintahmu..
Maka kalau kau berkenan ku meminta..
Jadilah hunian yg indah, yang kokoh…
Yang mampu membuatku dan anak-anak kita nyaman dan aman di dalamnya..


Padamu yang Allah pilih menjadi penopang hidupku…
Dalam istana kecil kita akan hadir buah hati-buah hati kita..
Maka didiklah mereka menjadi generasi yg dirindukan syurga..
Yang di pundaknya akan diisi dgn amanah-amanah dakwah,
Yang ruh dan jiwanya selalu merindukan jihad..
Yang darahnya mengalir darah syuhada..
Dan ku yakin dari tanganmu yg penuh berkah, kau mampu membentuk mereka..
Dengan hatimu yg penuh cinta, kau mampu merengkuh hati mereka..
Dan aku akan selalu jatuh cinta padamu..


Padamu yang Allah pilih sebagai imamku…
Ku memohon padamu.. Ridholah padaku,
Sungguh Ridhomu adalah Ridho Ilahi Rabbi..
Mudahkanlah jalanku ke Surga-Nya..
Karena bagiku kau adalah kunci Surgaku..

Dari Ummu Salamah, ia berkata, "Rasulullah S.A.W bersabda : "Seorang perempuan jika meninggal dan suaminya meridhoinya, maka ia akan masuk surga." (HR. Ahmad dan Thabrani)

( Oleh Aztriana 180610/ 01'50 Makassar.. ^_^v )

Kerinduan Akan Surga


“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuautu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabb-nya yang paling besar.” (QS An Najm [53]:13-18)

Dalam sebuah perjalanan menyusuri pesisir Banten, Hamba itu berteduh sebentar di sebuah masjid tua yang terlihat indah dari kejauhan. Saat itu waktu dhuhur telah lama berlalu dan waktu ashar masih sepantaran dikejauhan untuk ditunaikan. Masjid terlihat sepi dari pengunjung tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Ketika hamba itu mendekat, terdengar lantunan ayat-ayat suci yang menggetarkan jiwa. Ayat-ayat surah An Najm diatas dilantunkan dengan begitu indah dari sebuah suara di dalam masjid. Hamba itu mendekat dengan perlahan tanpa ingin membuat sang pemilik suara terusik dengan kedatangannya. Terlihat dari sebuah jendela masjid berjeruji kuno, seorang pemuda dengan wajah yang begitu teduh. Jauh dari kesan lusuh. Sejenak ia terhenti dengan qira’ah Quran-nya yang melantun begitu indah. Terusik dengan kedatangan hamba itu. Ia tersenyum dan menyapa dengan salam seraya berucap, “Tempat wudhu pria ada di sebelah sana, Pak dan kamar mandi ada di belakang masjid.” Sambil menunjukkan arah dengan tangannya yang terbuka penuh keramahan.

Sekembalinya dari tempat wudhu, hamba itu melihatnya telah selesai melantunkan ayat-ayat yang begitu indah tadi. Saat ini ia telah berganti peran. Dengan sebuah sapu yang sederhana, ia menggerakkannya kesana kemari untuk membersihkan lantai beranda masjid yang tidak terkesan kotor. Ia kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Hamba itu bertanya kepadanya untuk menghilangkan rasa penasaran yang ada di pikiran, apa yang menyebabkannya memilih ayat-ayat surah An Najm diatas sebagai Qira’ah Quran-nya ditengah siang itu. Sepenggal ayat-ayat suci yang bercerita tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Hamba itu menduga, hal itu ia lakukan karena beberapa hari lagi orang-orang akan memperingati peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang di negara ini menjadi hari libur nasional dan memperingatinya menjadi sebuah ritual tahunan yang selalu dilakukan. Bisa jadi masjid ini juga akan melakukannya, dan pemuda tadi sengaja menghapalnya untuk melantunkannya pada malam peringatan Isra’ dan Mi’raj nanti.

Ketika hamba itu bertanya, pemuda itu sedikit kaget dan berusaha untuk tersenyum sembari berkata, “Saya hanya seorang marbot (penjaga masjid), Pak! Saya bukanlah Qari (pelantun ayat-ayat al Quran). Tugas saya hanya membersihkan masjid dan menjaganya dari gangguan anak-anak yang suka bermain disini. Saya suka akan ayat-ayat Surah An Najm, karena ada kisah yang teramat indah disana.” Ia untuk kemudian terdiam sembari memandang ke dalam masjid. Terlihat matanya berkaca-kaca. Lama keheningan itu berlalu dan hamba itu mencoba untuk sabar menanti kisahnya. “Saya selalu merindukan surga dan pertemuan dengan Allah kelak, Pak! Saya amat yakin bahwa surga itu telah ada jauh sebelum bumi ini diciptakan dan surga itu berada di dekat Sidratil Muntaha.” (Sidratil Muntaha: tempat dimana Allah Azza wa Jalla bersemayam di atas arsy-Nya Yang Maha Agung). “Setiap kali saya membaca-nya, keyakinan itu bertambah kuat dan kerinduan itu semakin dalam. Saya memilih pekerjaan ini karena saya melihat diluar sana penuh dengan hiruk pikuk kehidupan yang melalaikan. Saya tidak akan kuat menghadapinya. Disini saya dapat merindukan surga dan pertemuan dengan Allah setiap saat dan jika kerinduan itu memuncak, saya membaca surah An Najm ini sebagai pengobat rindu saya.”

Sungguh sebuah jawaban yang begitu indah dan tulus yang memaksa keadaan itu berbalik. Kini hamba itu tidak kuasa menahan air mata nya yang menggenang dan mencari jalan keluar untuk membasahi wajahnya. Anak muda tadi terlihat tegar dan kembali tersenyum. Tanpa menunggu lama, ia kembali menganyunkan tongkat sapunya untuk membersihkan lantai yang belum sempat ia bersihkan.

Lama hamba itu terdiam. Disebuah desa yang jauh dari peradaban, disebuah dusun kecil pesisir pantai yang selalu terdengar derai ombak nya, Allah telah mempertemukan hamba itu dengan seorang hamba pilihan-Nya yang penuh dengan keshalihan. Memilih untuk menjauh dari hiruk pikuk dunia demi mengharap surga yang kekal nan abadi dan pertemuan yang agung kelak dengan-Nya. Hamba itu berkata dalam hatinya, “Maha suci Engkau ya Allah yang telah memberi pelajaran bagi hamba Mu ini. Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku hidayah agar selalu merindukan surga-Mu dan lindungi aku dari hiruk pikuk dunia ini yang dapat menghalangiku dari bersimpuh dihadapan-Mu kelak dalam keadaan Engkau ridha kepadaku.”

Suatu malam Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya sedang berada diluar kota Madinah. Ketika itu terlihat jelas bulan purnama. Nabi saw menatapnya sambil berkata:
“Kamu akan melihat wajah Tuhan mu sebagaimana kamu melihat bulan itu, tidak silau memandangnya dan tidak pula terhalang karena sesuatu. Sedapat mungkin kamu melakukan shalat sebelum terbit matahari (shubuh) dan sebelum terbenamnya (ashar). Cepatlah kamu kerjakan.” (HR. Muslim)


Yang fakir kepada ampunan
Rabb-nya Yang Maha Berkuasa

AKU MAKIN CINTA


AKU MAKIN CINTA


Saat ku lelah..
Mengais setiap asa dan harapan..
Ku temukan ketidak pastian..


Saat ku letih..
Mengejar ribuan mimpi-mimpi dan cita-cita..
Tapi yang ku peroleh di genggaman tak sesuai keinginan..


Saat ku terseok, berpeluh..
Mendaki setiap keinginan..
Tapi ku sadari aku masih berpijak di bumi..


Kembali ku kecewa..

Begitu banyak permintaan..
Begitu banyak harapan..
Juga begitu banyak kekecewaan..


Smuanya ku gantungkan pada-Mu,
Berharap Kau memberi semua yang ku pinta..
Menanti semua asa Kau jadikan nyata..


Saat Kau memberikan semua yang tak ku pinta..
Ingin ku marah, menuntut, dan menghujat pada-Mu..


Namun, aku tak bisa..
Aku hanya bisa terdiam, terpekur dan merenungi semua..


Dan ku dapatkan..

Hingga nafasku saat ini,
Semua telah Kau atur dengan demikian sempurna..
Hingga detak jantungku saat ini,
Semua yang Kau beri adalah yang terbaik dari smua pilihan yg ada.
Hingga desiran darahku saat ini,
Semua langkahku begitu Kau jaga..
Dan hingga setiap detik yang ku lalui kini,
Kau senantiasa mengarahkanku ke arah yang terindah..
Jalan menuju suatu titik yang jauh lebih indah,
Jauh lebih manis dari semua yang ku pinta..


Kini ku sadari..
Kau tak memberi apa yang ku pinta,
Tapi Kau selalu memberi apa yg aku butuhkan..


Rabbana..
Tahukah Kau, betapa cinta dan sayangku padaMu selalu..
Dan akan selalu bertambah..


Dan aku pun tahu,
Kasih dan Rahmat-Mu padaku membumbung, melangit luasnya..


Karena ku tahu,
Bahwa terkadang Kau mengabulkan permohonanku
Dengan tidak memberikan apa yang ku pinta..
Karena Kau tahu setiap petaka yang tersembunyi di balik keinginanku..

Karenanya aku makin mencintai-Mu..


(Oleh Aztriana)

Rencana Allah Itu Indah


Rencana Allah Itu Indah

Senin, 05/07/2010 08:03 WIB | email | print | share

Oleh Eko Prasetyo

Ketika tengah mengerjakan tugas kantor malam itu, ponsel saya berbunyi. Ada pesan pendek. Bunyinya: ”Mas, cepat pulang ya, perutku sakit banget.”

Rupanya pesan tersebut berasal dari istri saya. Saya agak ragu untuk mengiyakan. Sebab, saat itu belum waktunya jam pulang alias belum deadline. Saya masih harus menyelesaikan editing berita. Jam menunjukkan pukul sekitar 22.00. Dalam kebimbangan itu, ponsel saya kembali berbunyi. Istri saya kembali mengeluh sakit dan minta diantar ke rumah sakit.

”Sebentar sayang, aku selesaikan mengedit satu berita dan segera pulang,” balas saya. Tanpa pikir panjang, saya meminta izin kepada atasan untuk pulang dengan alasan mengantarkan istri ke rumah sakit. Alhamdulillah, saya mendapatkan izin pulang.

Sesampai di rumah, saya melihat istri saya sudah lemas dan menangis. Wajahnya pucat sekali, seperti menahan sakit yang amat sangat. Dia mengeluhkan sakit pada bagian perut. Kami menduga bahwa itu adalah sakit maag.

Saya membawa istri saya ke rumah sakit terdekat di daerah Sepanjang, Sidoarjo. Di sana, dia diagnosis terkena radang lambung. Diduga, luka pada lambunglah yang membuat istri saya mengeluh sakit. Setelah diperiksa dan mendapatkan obat, kami pulang.

Sekitar pukul tiga dini hari, istri saya terbangun dan kembali merintih sakit. Kali ini, dia merasakan sakit yang lebih hebat daripada sebelumnya. Terus terang, saya agak panik waktu itu. Saya lantas mengambil botol, lantas saya isi dengan air hangat. Berikutnya, saya mendekapkannya pada perutnya. Namun, istri saya tetap mengeluhkan sakit. Jadilah, pagi itu saya begadang merawat istri dan menenangkannya.

Paginya, pukul 06.00, saya kembali membawanya ke dokter di daerah Kodam Brawijaya. Alhamdulillah, setelah mendapatkan perawatan intensif, istri saya tidak mengeluhkan sakit serupa. Saya kemudian mewanti-wanti istri saya untuk menjaga pola makannya agar maag tersebut tidak kambuh.

Sejujurnya, malam sebelum ketika istri saya sakit tersebut, di dompet saya hanya ada uang Rp 15 ribu. Sesaat sebelum saya izin pulang ketika itu, saya diberi uang yang jumlahnya lumayan oleh seorang pejabat di redaksi. Saya baru mafhum bahwa itu adalah uang terima kasih karena saya telah membantunya dalam persiapan seminar internasional. Beliau kebetulan menjadi salah satu narasumbernya.

Saya betul-betul tak menyangkanya. Mungkin, ini pertolongan dari Allah SWT semata. Kerap kali, saya mengalami hal-hal yang kadang sulit diterima akal sehat. Misalnya, ketika tak punya uang dan saya membutuhkannya, ada saja rezeki berupa materi yang datang.

Dulu, ketika memiliki adik asuh yang yatim piatu, rezeki itu seolah-olah tak henti menyapa. Jika dinalar dengan logika, gaji saya mungkin tak cukup untuk membantunya. Apalagi, saat itu, saya masih punya cicilan kredit motor dan utang lainnya.

Karena itu, hingga kini, saya tak bosan meminta istri saya untuk rajin bersedekah selagi masih sehat. Sebab, Allah tentu akan mengganti sedekah ikhlas dengan berlipat-lipat. Saya sangat sadar bahwa dalam setiap hasil keringat ini ada hak orang duafa dan anak yatim. Meskipun hanya menjadi buruh dengan penghasilan tak seberapa, saya berjanji untuk berusaha menjaga hak-hak mereka. Ketika bersedekah, saya tak berharap menerima pertolongan seperti ketika istri saya sakit tadi. Mudah-mudahan selalu dan tetap seperti itu.

”Ya Allah luruskan niatku dalam memelihara cinta-Mu dengan tanggung jawabku sebagai anak, suami, ayah, dan pemimpin bagi keluargaku.” Amiin.

Kuncinya: Bersyukur!


Kuncinya: Bersyukur!

Oleh Eko Prasetyo

Dulu, saya termasuk orang yang tidak peduli dengan manajemen. Hidup rasanya tak teratur. Berangkat ngantor, kerja, pulang, setelah itu istirahat. Begitu yang terjadi setiap hari. Saya merasa tidak dapat apa-apa. Keringat rasanya terbuang sia-sia. Hidup rasanya benar-benar tak teratur.

Hingga suatu ketika, dalam sebuah khotbah salah Jumat, saya menyadari kesalahan itu. Saya mendapatkan pencerahan tentang pentingnya memanajerial segala hal, termasuk kehidupan sehari-hari. Hidup harus diatur agar lebih teratur. Artinya, saya harus mampu me-manage setiap hal dan dimulai dari diri sendiri.

Awalnya terasa sulit. Ternyata, me-manage waktu untuk menata hidup ini tidak mudah. Dibutuhkan niat yang kuat dan usaha keras. Saya sering mengeluh.

Misalnya, meski berusaha me-manage diri sendiri, saya tetap merasa kekurangan. Saya tetap merasa sepi dan tak berarti. Buku-buku bertopik manajemen dan seminar bertema serupa rajin saya ikuti, terutama jika diadakan di Kota Pahlawan. Namun, hasilnya nihil. Saya merasakan banyak ruang kosong di jiwa ini; hampa.

Suatu ketika, saya memanggil tetangga saya, sebut saja Pak Agus, untuk memperbaiki listrik di tempat tinggal saya. Pada saat itu, terjadi dialog yang renyah. Sembari bekerja, Pak Agus berbagi cerita tentang keluarganya. Dia menuturkan bahwa istrinya baru diterima bekerja sebagai cleaning service. Dia mengatakan sangat bersyukur dengan hal itu. ”Alhamdulillah, bisa membantu keuangan keluarga kami,” tuturnya.

Sehari-hari, Pak Agus bekerja sebagai tukang. Dalam sehari, dia mendapatkan upah Rp 30 ribu. Jika ada proyek, itu berarti rezeki nomplok buat Pak Agus. Jika sepi proyek, Pak Agus berupaya menambal kebutuhan dengan menjadi tenaga serabutan. Sedangkan istrinya diupahi Rp 400 ribu sebulan. Jika ditotal, upah Pak Agus plus upah istrinya rata-rata tak lebih dari Rp 1,4 juta per bulan. Mereka punya dua anak laki-laki. Salah satunya memasuki pendidikan di sebuah SMK.

Saya berpikir, untuk bisa hidup layak di kota sebesar Surabaya, tentu join income Pak Agus dan istrinya tidak cukup. Pak Agus melanjutkan ceritanya. Dia dan istrinya juga tak lupa untuk menyisihkan sebagian kecil dari rezeki untuk ditabung.

Meski berpenghasilan sangat mepet, toh dia bisa menyekolahkan dua putranya. Bahkan, dia bisa membeli sebidang tanah di desanya, Tulungagung, Jawa Timur. Dengan perjuangan yang keras, dia kini bisa membeli sepeda motor bekas yang dipakai untuk mencari sesuap nasi bagi keluarganya. ”Yang penting, kita mesti bersyukur dengan apa yang diberi oleh Gusti Allah,” pesannya. Subhanallah.

Saya begitu malu dengan diri sendiri. Saya kadang merasa kurang dengan pendapatan yang lebih sedikit di atas penghasilan Pak Agus dan istrinya. Pelajaran yang saya dapat hari itu adalah salah satu manajemen terbaik, yakni bersyukur. Hal yang sangat dianjurkan dan mudah dilakukan, tapi kerap terabaikan.

”Wahai Tuhanku, jadikanlah aku orang yang pandai mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu-bapakku, dan jadikanlah aku orang yang beramal salih yang Engkau ridai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan orang-orang yang salih.”

Pelajaran Kebaikan Di Waktu Subuh


Pelajaran Kebaikan Di Waktu Subuh

Oleh Addy Aba Salma

Waktu menunjukkan pukul 04.00 subuh, tidak biasanya Qanitah bangun pada waktu itu. Qanitah adalah anak perempuan yang masih berumur empat tahun. Ada apa Qanitah se-subuh itu sudah bangun dari tidurnya. Mungkin karena Bundanya yang sudah bangun dari tidur, untuk melanjutkan sisa pekerjaan menghitung nilai-nilai anak muridnya di sekolah, karena akhir pekan ini akan ada pembagian raport di sekolah. Ya, karena Bunda Qanitah adalah seorang guru dan diamanahi sebagai wali kelas.

Ayah Qanitah akhirnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Dan ia melihat suasana kamar tengah yang sudah ada kehidupan, istrinya yang sedang melanjutkan menghitung nilai-nilai anak muridnya dengan ditemani Qanitah anak tersayangnya.

Dan akhirnya kumandang adzan subuh pun terdengar dari musholla belakang rumahnya. Allahu akbar… Allahu akbar… bersamaan dengan itu Qanitah langsung berkata sambil berjalan menuju Ayahnya, ”Ayah sudah adzan, sudah adzan, shalat di masjid Ayah… Qanitah ikut”. “Sekarang sholat apa Ayah, koq ada adzan ya…”, tanya Qanitah, “Sekarang shalat subuh Qanitah…, iya itu namanya adzan subuh…” jawab ayahnya sambil tersenyum. Ayah Qanitah segera bersih-bersih dan berwudhu.

Seperti hari-hari sebelumnya, Ayah Qanitah senantiasa berusaha untuk shalat berjama’ah di musholla. Dan sesekali memang Qanitah anaknya diajak untuk shalat berjama’ah di musholla, kecuali shalat subuh, karena memang biasanya Qanitah belum bangun dari tidur nyenyaknya. Ayah Qanitah juga sering berkata kepada anaknya, “Qanitah, kalau sholat harus berjama’ah di masjid. Bapak-bapak, anak laki-laki, sholatnya berjama’ah di masjid. Kalau anak perempuan sholat di masjid atau di rumah juga boleh”.

Ayah Qanitah menunggu anaknya untuk sekedar cuci muka, karena air masih sangat dingin bagi Qanitah yang masih berumur empat tahun, jadi ia hanya cuci muka saja untuk menghilangkan kantuknya yang masih terlihat di wajah lucunya, dan kemudian Qanitah mengenakan jilbab kecilnya.

Mereka melangkah bersama menuju musholla untuk shalat subuh berjama’ah. Sesampainya di musholla, yang hanya kurang lebih 30 langkah dari depan rumahnya, lqamat pun terdengar. Dan langsung mereka mengambil shaf kedua, karena shaf pertama sudah terisi penuh, Qanitah yang masih kecil berada di samping kanan ayahnya. Shaf kedua adalah shaf terakhir dari shalat subuh berjama’ah waktu itu, dan tidak juga terisi penuh. Begitulah kondisi shalat subuh di mushalla perumahan tempat Ayah Qanitah tinggal, tidak banyak jama’ah yang hadir. Kondisi seperti ini mungkin juga sama di masjid-masjid atau mushalla-mushalla lainnya. Sepi dari jama’ah yang hadir.

Tidak ada teman sebaya Qanitah pada waktu shalat shubuh berjama’ah itu. Setelah selesai shalat Qanitah pun coba melihat kebelakang, melihat shaf tempat shalat untuk anak-anak perempuan. Hanya hamparan sajadah panjang saja yang ada. Disitu biasanya Qanitah dan teman-teman sebayanya ketika shalat maghrib berjama’ah, disitu juga tempat untuk anak-anak perempuan mengaji Iqra’ setelah shalat Maghrib.

Setelah selesai berdo’a Ayah Qanitah mengajak anaknya untuk kembali kerumah. Sebelum keluar dari ruang mushalla, Ayah Qanitah mengeluarkan selembar uang kertas yang sudah di lipat dari sakunya Rp 5.000,-. Diberikannya lipatan uang kertas itu kepada Qanitah dan sambil berkata: “Qanitah ini uangnya cemplungin ke kotak amal jariah”, “Yang mana Ayah?...”, “Itu kotak amalnya...” Ayah Qanitah sambil menunjuk kotak amal yang ada di sebelah kiri pintu musholla, “Oh itu… celengan ya Ayah…”, “Bukan, itu bukan celengan, itu kotak amal” Ayah Qanitah menjelaskan, “Koq kaya’ celengan ya Ayah…”, “Iya ada lubang untuk cemplungin uangnya ya…”. Qanitah pun mengulurkan tangannya ke kotak amal itu, sambil mencemplungkan uang kertas yang ada dalam genggamannya, seraya berkata “Bismillahirrahmanirrahiiim…”

Merekapun melangkah keluar musholla dan berjalan menuju rumah. Alhamdulillah… Ayah Qanitah bersyukur kepada Allah SWT, karena anaknya mendapatkan pelajaran kebaikan di waktu subuh yang dapat ia berikan dan contohkan. Pelajaran kebaikan shalat subuh berjama’ah dan mengeluarkan sebagian rizki untuk di infaq-kan di jalan Allah.

”Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari Muslim)

“Barangsiapa yang sholat Isya’ berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh.” (HR. Muslim)

“Para malaikat berkumpul pada saat shalat subuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga subuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu solat ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga solat ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hamba-Ku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’.”(HR. Ahmad)

“Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali dua malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang ber-infaq”. Dan lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang bakhil” (HR. Bukhari Muslim)

Fitnah Dan Fakta


Fitnah Dan Fakta

Oleh Abi Sabila

Duarrr! Bagai ledakan petasan, suaranya menyebar ke segala arah dalam waktu yang sangat cepat, nyaris bersamaan. Begitupun kabar kehamilan si gadis yang baru lulus smu, dalam waktu singkat sudah menyebar ke seluruh penghuni komplek. Anehnya, kehamilan si gadis pertama kali justru diketahui oleh seorang tetangga yang curiga dengan perubahan fisik si gadis. Sementara ibu dan ayah gadis, baru menyadari setelah sang tetangga melaporkan bahwa si gadis kini sedang berbadan dua. Astaghfirulloh!

Duarr! Duarr! Layaknya petasan, yang dinyalakan tidaklah hanya satu. Ledakan-ledakan berikutnya terus terdengar besahutan, terkadang justru lebih dasyat dari ledakan pertama. Begitupun aib keluarga si gadis terus menjadi bahan pembicaraan warga komplek. Bapak-bapak yang biasa duduk dan merokok bersama ayah si gadis, menjadikan kabar ini sebagai bahasan favorit di pos ronda. Begitupun ibu-ibu yang biasa berbelanja bersama ibu si gadis, menjadikan isu ini bahan bergunjing di warung sayur. Dari hari ke hari, selalu ada kabar dan gosip terbaru dari keluarga si gadis.

Duarr! Seminggu setelah kabar kehamilan si gadis beredar, terdengar kabar baru dibawa bapak-bapak yang diundang ayah si gadis untuk membicarakan langkah-langkah yang akan ditempuh keluarganya. Si gadis sudah menunjuk siapa laki-laki yang telah berzina dengannya. Begitupun sang lelaki, dia telah mengakui semua perbuatannya dan bersedia bertanggung jawab. Secepatnya, mereka akan segera dinikahkan. Yang mengejutkan, ayah si gadis berniat mengadakan resepsi pernikahan putrinya dengan mengundang tak kurang dari lima ratus orang tetangga, kerabat dan juga sahabatnya. Semula ibu si gadis menolak keras keinginan suaminya untuk mengundang tamu sebanyak itu. Cukup aib ini diketahui warga komplek, tak perlu orang lain yang jauh menjadi tahu, begitu pertimbangannya. Namun karena sang suami tetap bersikeras, akhirnya diapun menyerah meskipun dia sadar betul bahwa sampai saat itu mereka tak memiliki tabungan sedikitpun dan untuk semua biaya yang diperlukan mereka harus berhutang.

Jika ibu si gadis semula menolak keras, maka si gadis yang sudah hilang rasa malu dan juga takutnya, tak memberikan reaksi. Tidak diusir dari rumah saja sudah cukup baginya. Kabar rencana pernikahan yang dilanjutkan dengan resepsi, jumlah undangan yang akan disebar dan besarnya biaya yang dianggarkan dan akan ditutup dengan berhutang, dengan cepat beredar di antara warga komplek. Bapak-bapak yang diundang musyawarahlah yang membawa kabar ini, diteruskan oleh ibu-ibu di perbincangan dini hari saat berbelanja di warung sayur. Astaghfirulloh!

Duarr! Pada hari yang ditentukan, pernikahan si gadis dan lelaki yang telah menghamilinyapun dilaksanakan. Siangnya, acara resepsi pernikahanpun jadi digelar. Puluhan bapak-bapak dan ibu-ibu warga komplek terlibat dalam kepanitiaan resepsi pernikahan si gadis. Tak sedikit dari tamu yang datang melihat keganjilan pada fisik pengantin perempuan yang baru dinikahkan beberapa jam sebelumnya. Bisik-bisik di antara tamupun disadari oleh tuan rumah dan segenap panitia resepsi.

Duarr! Kehebohan belum juga berhenti. Menjelang tengah hari, beberapa orang yang terlibat dalam kepanitian menemukan keanehan pada makanan yang dihidangkan. Nasi yang baru beberapa jam dimasak, terasa seperti basi. Kabar ini akhirnya sampai ke telinga tuan rumah yang diteruskan kepada juru masak yang didatangkan secara khusus oleh tuan rumah. Entahlah, sang juru masakpun tak tahu pasti apa penyebabnya. Semua bahan-bahan yang akan dimasak diperiksa, begitupun dengan cara dan lamanya memasak, semua dipastikan baik-baik saja dan seperti biasanya. Hanya saja, sang juru masak baru tersadar bahwa ia terlupa membuat ‘sesaji’ sebelum mulai memasak, seperti yang biasa ia lakukan jika diminta menjadi juru masak hajatan. Tanpa pikir panjang, ‘sesaji’ pun disiapkan sebelum tamu-tamu yang datang memprotes hidangan yang dijasikan. Astaghfirulloh!

Duarr! Resepsi pernikahan si gadis selesai dilaksanakan. Tapi kabar seputar resepsi masih terus diperbincangkan. Lirikan dan bisikan sesama tamu undangan tentang pengantin perempuan yang tak bisa menutupi perutnya yang membesar bukan lagi hal yang ‘menarik’ untuk diperbincangkan, semuanya sudah tahu. Juga mengenai hidangan yang terasa seperti basi sudah tak dibahas lagi. Kini warga ‘disibukkan’ dengan kabar kerugian yang ditanggung keluarga si gadis. Sedikitnya tamu yang datang jauh dari jumlah yang diundang, juga kecilnya sumbangan yang mereka berikan konon menyebabkan keluarga ini harus menanggung kerugian besar. Jangankan mendapatkan kelebihan, sekedar balik modalpun tidak. Yang ada, hutang mereka untuk acara resepsi ini tidak tertutupi, bahkan semakin menganga. Astaghfirulloh!

***

Dar! Der! Dor! Bertubi-tubi fintah-fitnah dunia datang menyerang. Dari arah kanan, kiri, depan dan belakang. Setiap waktu, setiap tempat, dan setiap pelaku membawa fintah yang berbeda-beda, silih berganti. Dan kisah diatas hanyalah contoh dari fitnah-fitnah yang terjadi. Fitnah berubah menjadi fakta. Fakta yang mencengangkan dan memprihatinkan. Fakta-fakta itu bisa kita temukan, lihat dan rasakan dalam masyarakat kita. Dari kisah ini saja, ada banyak sekali fakta-fakta dalam masyarakat yang semestinya bisa kita jadikan pelajaran, diantaranya;

Pertama, fakta bahwa pergaulan bebas, perselingkuhan hingga perzinahan semakin sering terjadi. Tak hanya di kota-kota besar, tapi di pelosok-pelosok desa fakta seperti ini mudah di dapati. Pelaku dan kasusnyapun semakin bervariasi. Berita mengenai rumah tangga yang hancur karena perselingkuhan, remaja-remaja kehilangan masa depan karena berzinah dengan teman sekolah, maraknya praktek aborsi akibat pergaulan bebas, sering kita temukan di media massa. Bahkan, ‘mungkin’ salah satunya terjadi tak jauh dari tempat tinggal kita. Astaghfirulloh!

Kedua, fakta bahwa rasa malu sudah mulai menghilang. Manusia cenderung senang membeberkan aib ketimbang menutupinya. Jangankan aib orang lain, aib diri sendiripun mereka pamerkan sendiri. Salah dianggap lumrah, dosa dianggap biasa, maksiat dianggap hebat. Rasa malu tak lagi berlaku, maka ketika Allah dengan rahmat Nya menutupi aib seseorang, justru dirinya sendiri yang membeberkan kepada orang lain. Astaghfirulloh!

Ketiga, fakta bahwa syirik masih sering menyertai dalam kegiatan sehari-hari. Iyya kana’ budu wa iyya kanas ta’in hanyalah sekedar bacaan dalam sholat saja. Kenyataannya dalam praktik sehari-hari, syirik masih sering kita dapati, dengan segala tingkatan dan macam ragamnya. Bersandar kepada selain Allah, mempercayai ramalan, dukun dan mengikuti segala petunjuknya yang tak jarang sangat bertentangan dengan akal sehat. Sayangnya, pelaku-pelaku syirik ini bukan saja mereka yang tidak berpendidikan, tapi mereka yang memiliki pendidikan dan juga jabatan tinggi, masih mengandalkan jasa dukun untuk melanggengkan posisinya.

Keempat, fakta bahwa syukur terhadap nikmat telah mengalami pegeseran makna dan caranya. Jika nabi pernah mencontohkan kepada kita untuk bersedekah, berbagi rezeki dengan cara mengundang mereka dalam syukuran yang kita selenggarakan, maka sekarang tujuannya berbeda. Orang mengundang tetangga, sahabat dan juga kerabat dalam pesta yang diadakan, bukan murni untuk berbagi, bersedekah sebagai bentuk syukur atas nikmat yang Allah berikan, tapi ada maksud lain yaitu sebuah keuntungan. Tidak semuanya sama, insya Allah masih banyak hamba-hamba Allah yang melakukannya dengan benar-benar karena Allah dan mengharap keberkahan Allah semata. Tapi perhitungan pendapatan hingga memunculkan istilah untung rugi dalam sebuah hajatan, menjadi bukti bahwa sekecil apapun tetap terbersit harapan dan keinginan untuk mendapatkan yang lebih dari apa yang sudah diberikan. Hajatan tak ubahnya seperti perniagaan, ada penjual ada pembeli, Tamu datang silahkan makan, sebelum pulang tinggalkan uang. Astaghfirulloh!

Kelima, fakta bahwa manusia cenderung senang ‘memakan bangkai’ sesamanya. Menggunjing, menyebarkan aib orang lain adalah hal yang paling sering dan paling mudah kita dapati. Tak hanya perempuan, laki-lakipun terkadang sama saja. Tak hanya di warung sayuran, di pos rondapun terkadang juga. Orang cenderung menjadikan aib, kejelekan orang lain sebagai bahan pergunjingan ketimbang menjadikannya sebuah peringatan kepada diri sendiri dengan mengambil pelajaran dari kesalahan ataupun kekhilafan orang lain. Ketika orang lain melakukan kesalahan, kekhilafan maka semua membicarakannya seakan tak pernah melakukan kesalahan atau lupa bahwa kitapun bisa melakukan hal serupa jika tidak bisa mengambil pelajaran darinya.

Zaman semakin mendekati akhirnya, fitnah-fitnah dunia yang semula tak pernah terduga kini sudah mulai bermunculan, datang bertubi-tubi dari depan, belakang, kanan dan kiri. Fakta-fakta telah terpampang di depan mata. Mari lindungi diri kita, keluarga kita dari fitnah-fitnah dunia. Lindungi anak-anak kita dari pergaulan bebas. Lindungi rumah tangga kita dari kehancuran akibat perselingkuhan. Murnikan akidah, sandaran, harapan dan ibadah kita hanya karena Allah dan hanya mengharap ridho Allah. Mari selamatkan diri dan keluarga kita dengan cerdas menyikapi setiap kejadian. Ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita pergunakan untuk mengoreksi diri sendiri. Sibuk membicarakan, sibuk menyalahkan jelas tidak bermanfaat. Jangan hanya bicara, jangan hanya melihat, tapi pikirkan hikmah dan pelajaran apa yang bisa kita ambil untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Fitnah-fitnah dunia akan terus terjadi, tapi setidaknya bisa kita hindari. Pertebal keimanan, pegang teguh tuntunan Al Quran dan sunnah nabi adalah salah satu cara cerdas selamat dari fitnah akhir zaman. Insya Allah.

http://abisabila.multiply.com

Keluarga Qur'ani


Keluarga Qur'ani

Oleh Halimah

Sekitar tiga tahun yang lalu, saya seringkali melihat seorang bapak yang menaiki motornya. Dalam satu harinya bisa empat lima kali melintasi jalanan di depan rumahku. Orangnya ramah, kadang walau masih memakai helm, tapi dia tetap memperlambat laju kendaraan roda duanya, untuk memberikan anggukan kepala sekedar menyapa dengan bahasa tubuh. Tentu saya sedikit bertanya, “siapa sih dia?”

Tapi karena kesibukan, seringkali keinginan untuk mengenalnya belum tercapai. Tapi bila saya bertemu kembali dengannya, barulah terpikirkan , “siapa dia?”.

Ternyata dia seorang ustadz yang khusus mengajarkan mengaji. Beliau seringkali lalu lalang di depan rumah, karena rumahnya memang di ujung gang. Bolak-baliknya karena ternyata beliau mengajar dibeberapa tempat. Selain itu, istrinya juga menekuni bidang yang sama. Hingga kendaraannya selalu terlihat, bila saya di depan ruma . Subhanallah.

Keluarga itu adalah keluarga yang bergelut dengan Al-Qur’an. Istri, suami, saudara-saudaranya mengajarkan Al-Qur’an. Beliau ternyata lulusan sebuah pesantren di Jawa yang khusus mengajarkan tentang Al-Qur’an.

Kemanapun beliau pergi merantau, maka adik-adiknya selalu mengikutinya. “Jadi kalau ustadz pindah ke Makkah, apakah kamu juga akan mengikutinya?” suatu saat saya bertanya kepada adik perempuannya. “Iya. Kemanapun kakakku pergi, saya akan mengikuti langkahnya.” Dengan mantap sang adik menjawab. Padahal adik-adik sang ustadz semuanya telah berkeluarga dan memiliki anak.

Beliau seorang yang sangat sederhana. Tapi saya melihat sinar kelembutan sekaligus ketegasan di wajahnya. Ada saat dia mampu membuat kami merasa malu sendiri, karena beliau mampu mengingatkan kealpaan kami, walau dengan bahasa yang sangat santun.

Bila bicara tentang kesejahteraan hidup, mungkin beliau termasuk yang berkekurangan. Tak punya penghasilan tetap. Rumah pun hanya sepetak bangunan yang dinding-dindingnya hanya berupa lembaran plywood. Tanpa ada plafond, jendela maupun pintu yang permanen. Semuanya serba minim.

Mengajarkan Al-Qur’an karena memang dirasakannya sebagai sebuah kebutuhan, untuk membagi ilmu yang dimilikinya. Yang beliau yakini akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Ta’ala di yaumil akhir. Beliau tak memasang tarip untuk setiap tetes keringatnya, karena saya melihat beliau adalah seorang yang sangat pemalu untuk meminta, walau pun beliau butuh. Hanya orang-orang yang mengerti keadaan beliau yang memberikan infak sesuai dengan keihlasan mereka.Jadi tak ada pendapatan tetap untuk setiap bulannya.

Ditengah keadaan yang bisa dikatakan serba kekurangan, malah beliau mampu merealisasikan mimpinya untuk membangun sebuah pesantren Al-Qur’an. Saat ini yang ada dipikirannya, “bagaimana caranya pesantren yang sedang dibangunnya ini dapat segera selesai dan menampung anak-anak, baik yang berada di lingkungan rumahnya maupun dari luar kota Sengata.”

Jika saya melihat keadaannya, maka saya dapat menilai bahwa betapa mulia hatinya. Tempat tinggalnya saja masih jauh dari yang diharapkan, tapi beliau malah memikirkan bagaimana Al-Qur’an dapat membumi di bumi Sengata, dengan cara memberikan seluruh waktunya untuk mengajarkan tartil Al-Qur’an dan membangun sebuah pesantren Al-Qur’an. Padahal biasanya yang terjadi pada diri kita adalah bagaimana kebutuhan kita dulu yang kita penuhi, barulah memikirkan oranglain.

“Saya lebih memilih mengajarkan Al-Qur’an karena untuk urusan ceramah, saya melihat sudah banyak ustadz yang melakukannya. Tapi untuk mengajarkan Al-Qur’an di Sengata, masih sangat sedikit.” Begitu jawaban beliau saat saya menanyakan kepadanya kenapa tidak mau ceramah saat beliau diundang untuk mengisi ta’lim yang dihadirinya.

Beliau mengatakan saat menghadiri sebuah ta’lim, yang hadir mengisi dengan membaca Al-Qur’an secara bergantian. Saat beliau mendengarkan, betapa yang hadir saat itu rata-rata bacaannya tidak sesuai dengan ilmu tajwid, maka beliau memberikan ceramah dengan titik berat bagaimana kita umat Islam harus memperbaiki bacaan Al-Qur’an.

Al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup ternyata tidak benar-benar dipelajari dengan ilmu tajwid. Padahal bila bacaan salah, maka maknanya akan salah atau bahkan jauh atau bahkan akan terbalik dari makna yang sesungguhnya. Disinilah pentingnya diperlukan sebuah kesungguhan untuk meluangkan waktu, agar setiap hurup di dalam Al-Qur’an yang dibaca, sesuai dengan makna yang sesungguhnya. Bukan asal baca. Begitu lah kira-kira yang beliau sampaikan disetiap pertemuan yang beliau hadiri.

Kembali kepada kehidupan sang ustadz yang hidupnya hanya untuk mengajarkan Al-Qur’an. Bahkan rumahnya disinggahi hanya untuk makan dan beristirahat. Jika ada waktu luang di rumahpun diisi untuk mengajarkan Al-Qur’an. Dari pagi hingga malam, tiada kata untuk berleha-leha. Karena beliau begitu mencintai Al-Qur’an dan ingin pula orang yang telah diajarkannya untuk mengikuti jejak langkahnya.

Hidup yang penuh barakah telah ditunjukkan sang ustadz beserta keluarga dan saudaranya. Setiap waktu dan keringatnya hanya untuk Al-Qur’an. Betapa beliau merupakan sebuah “cahaya” yang menerangi kegelapan makna hidup, ditengah-tengah umat manusia yang saat ini banyak yang hanya untuk mengejar materi. Yang tak pernah puas dengan apapun yang telah digenggamnya, bahkan selalu merasa berkekurangan hingga tiba saatnya dia harus melambaikan tangan dari dunia fana ini.

Mana Etiketnya?


Mana Etiketnya?

Oleh Usup Supriyadi

“…Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik” (QS. Al-Israa’ [17]:53)
“…Wa quulu linnasi husna – dan bertutur-katalah yang baik kepada manusia” (QS. Al-Baqarah [2]:83)

Bismillahirrahmannirrahim

Agama adalah nasihat, begitulah apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam sabdanya. Dan, karena itulah, aku tergerak untuk mencoba menasehati diriku sendiri dan kalian semua, saudaraku seagama. Ini adalah bukan sebuah upaya melancangkan diri atau apapun, bukankah kita diwajibkan untuk menyampaikan walaupun satu ayat?

Saudaraku -semoga Allah selalu menjaga kalian semuanya-

Dimuka sudah dimuat dua buah kalamullah yang mulia...tidak perlu kita menjadi ahli tafsir untuk memahaminya, karena sudah sangat jelas. Kita diwajibkan untuk bertuturkata yang baik kepada manusia...ya, ternyata tidak hanya kepada sesama muslim, tapi kepada manusia...yang mana sangat beragam, dari segi fisik maupun agamanya...

Saudaraku -semoga Allah selalu mengalirkan kasih sayang-Nya kepada kalian-

Aku dapati, diberbagai forum diskusi, betapa menyedihkannya, banyak terlontar kata-kata yang tidak semestinya dari bibir-bibir mulia kaum muslimin...apalagi di forum lintas iman, rasanya semua kaum agama dari manapun kebanyakan juga menghilangkan etiketnya, jadi seenakne saja...yang membuat aku miris ialah dimana diforum yang dikhususkan oleh umat Islam, di dalamnya juga kebanyakan umat Islam yang membacanya dan mengkajinya, tapi tetap ada saja yang tidak menggunakan etiket dalam berdiskusinya...

Aku (selama mengkaji sirah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam), belum pernah mendapati bahwa beliau membalas sebuah pernyataan yang menyakitkan dari kaum kafir dengan pernyataan yang penuh dengan kata-kata kasar, yang ada, penuh dengan kelembutan...berapa banyak pula para ulama yang mengeluarkan sebuah fatwa terhadap suatu hal, mereka memang saling mempertahankan fatwanya, akan tetapi tidak mengurangi rasa cinta dan saling menghormati diantara mereka...tapi kini, dikalangan kaum muslimin, ketika berbeda dalam hal-hal yang sebenarnya memang masih diperselisihkan oleh para pakar agama sendiri, jadi saling membenci...sebagaimana membencinya seorang kafir kepada seorang muslim...na'uzubillah....

Apakah karena di dunia maya?

Apakah karena tidak terlihat, apakah karena bisa menggunakan identitas palsu, nama palsu, dan lainnya, jadi bisa seenaknya?

katanya Allah ada, bukan?

Aku mengerti, bahwa boleh jadi saudara sekalian ingin membantah atau menyangga sebuah pernyataan saudara lainnya, akan tetapi ketika kita sudah tahu bahwa pernyataan yang akan kita sanggah dan bantah itu memang keliru dan penuh dengan kata-kata yang tidak patut, janganlah kita menasehti atau membenarkan kekeliruan yang ada dengan tingkah pola yang secara tidak langsung menyatakan bahwa yang bersangkutan bodoh atau lain halnya, kita harus sadar, bahwa walau bagaimana pun dia adalah saudara seagama kita....tugas kita hanya menyampaikan kebenaran dengan tuturkata yang baik, soal menerima atau tidak, itu kembali kepada pribadi masing-masing, dan bergantung kepada taufiq serta inayah-Nya...

Perlu diingat Kebenaran yg disampaikan dengan cara yang tidak santun, akan membuat orang membenci kebenaran itu sendiri...

Mulailah menggunakan diksi yang baik, dan bertuturkata yang baik dan benar. kita pun harus jujur, ketika kita mendapati sebuah komentar, maka janganlah kita terlaru terburu-buru membantahnya, lakukan dulu pencarian, siapa tahu, itu adalah kebenaran, hanya saja pengetahuan kita belum sampai ke situ. kita harus mengenali dan memahami kapasitas kita sendiri....

Aku pikir, orang akan lebih santun di dunia maya (tulis menulis) dari pada dunia nyata (tatap muka), ternyata malah sebaliknya...

Tapi, aku yakin....kaum muslimin tidak seperti itu....

benarkan? atau kini sudah berubah?

Ada baiknya kita berdo'a sebagaimana do'anya Nabi Musa Alaihissalam,

Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, Amiin

Wa Allahu A'lam

Belajar Dari Kemaksiatan


Belajar Dari Kemaksiatan

Oleh Anung Umar

Dulu ketika saya masih belajar di pondok pesantren, ketika masuk tahun ajaran baru, bertambahlah jumlah santri karena masuknya murid-murid baru. Dengan bertambahnya jumlah santri tentu menambah warna pondok, karena mereka berasal dari berbagai suku dan latar belakang keluarga yang berbeda, dan demikian pula karakter dan sifat mereka.

Diantara murid-murid baru yang saya amati, ada seorang anak yang menarik saya untuk berkenalan dengannya, dia seorang yang lembut tutur bicaranya, sopan dan ramah, umurnya ketika itu 17 tahun, sebut saja namanya Feri (nama samaran).

Setelah banyak bergaul dan berbincang dengannya, saya menyimpulkan kalau dia anak yang baik, mempunyai sopan santun dan adab yang baik kepada orang lain. Saya yakin, setiap orang yang bergaul dengannya tentu akan menyukainya. Akan tetapi yang membuat saya heran adalah kenapa ia selalu jadi bulan-bulanan teman-temannya? Kenapa ia sering dipermainkan teman-temannya?

Memang apa sih kekurangan dia? Apakah mereka lebih baik darinya, sehingga tega mempermainkannya?

Kalau dilihat dari IQnya memang dia tak terlalu menonjol di kelasnya, tapi dia juga tidak idiot, dia masih bisa mengikuti pelajaran walaupun kadang sedikit tersendat dan sebenarnya bukan dia saja yang seperti itu, tapi ada juga beberapa anak yang semisalnya dikelasnya.

Kalau dilihat dari usia, justru ia yang paling tua dibandingkan teman-temannya. Bukankah biasanya yang lebih tua dihormati oleh yang lebih muda?

Kalau dilihat dari adab dan sopan santun, justru ia yang paling menjaga itu semua dibandingkan teman-temannya. Adapun teman-temannya, mereka seperti anak-anak yang kurang terdidik dan kurang memililki adab (tidak semua tentunya, karena ada juga yang memiliki adab yang baik tapi sedikit jumlahnya).

Kalau dilihat dari sisi ibadah, jangan tanya, anak ini rajin shalat witir sebelum dikumandangkan adzan Subuh, dia juga menjaga shalat berjamaah, dan suka membaca Al-Quran. Adapun teman-temannya? Jangankan shalat witir, bisa bangun ketika adzan subuh saja sudah bagus, makanya selalu ada orang yang membangunkan mereka ketika adzan subuh. Begitu juga dalam membaca Al-Quran, seandainya tak ada ujian hafalan Al-Quran, mungkin mereka tak baca Al-Quran sama sekali. (tapi sekali lagi tidak semuanya seperti itu)

Lantas apa kekurangan anak ini sehingga bisa dipermainkan teman-temannya? Bukankah orang yang rajin ibadah, ramah dan sopan santun terhadap orang lain biasanya disukai dan disenangi orang ? Dan bukan malah menjadi permainan orang ?

Saya merasa kasihan kepadanya dan saya cuma bisa menghiburnya supaya dia bersabar, karena tak mungkin bagi saya menghukum teman-temannya, karena itu memang bukan wewenang saya, itu wewenang ustadz atau pengurus pesantren, tapi saya yakin suatu saat teman-temannya akan merasakan buah perbuatan mereka sendiri.

Suatu hari terjadi kehebohan di pondok, pondok yang selama ini tentram dan tenang tiba-tiba dikejutkan dengan berita adanya pencurian di dalam lingkungan pondok. Buku,alat-alat tulis dan barang-barang beberapa santri raib! Sebenarnya berita tentang barang-barang yang raib sudah mulai terdengar beberapa bulan sebelumnya, tapi mulai ramai setelah yang menjadi korban bukan hanya satu orang melainkan merembet ke yang lain.

Para ustadz dan pimpinan pondokpun dibuat pusing dengan adanya kejadian ini, karena memang belum pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya, dan yang membikin lebih pusing lagi adalah yang menjadi korban pencurian di sini bukan hanya satu santri tapi mungkin puluhan.

Maka pihak pesantren pun memutuskan untuk membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus ini dan menangkap pelakunya. Ditunjuklah beberapa orang untuk menjadi tim itu. Selanjutnya satu-persatu santri diperiksa dan digeledah kamarnya, karena mungkin saja pencurinya ternyata”orang dalam”.

Hari demi hari berlalu, tapi sepertinya belum ditemukan titik terang si pelaku. Namun alhamdulillah, setelah lebih dari seminggu, setelah dirunut satu persatu kronologis pencurian, akhirnya kerja tim investigasi membuahkan hasil. Hasil dan kesimpulan dari investigasi itu adalah pelaku pencurian yang terjadi di pondok selama ini ternyata “orang dalam”. Astaghfirullah, saya kaget mendengar itu, dan yang lebih mengagetkan lagi adalah pelakunya ternyata cuma satu orang!

Siapa orang itu? Orang itu ternyata Feri, anak yang sopan, ramah dan lembut tutur katanya itu! Dialah yang telah mencuri barang-barang santri selama ini! Saya kaget bukan kepalang ketika mengetahui kalau dialah si pencuri itu, saya setengah percaya mendengarnya. “Masak sih anak itu, apa tidak salah?” Itu yang ada di pikiran saya ketika itu dan memang ternyata dia pencurinya, karena dia sendiri mengakui perbuatannya. Dan "ajaibnya" dia mengaku bahwa dirinya mencuri bukan karena darurat dan bukan pula karena butuh uang, melainkan semata-mata karena hobi mengoleksi barang-barang curian!

Ternyata Feri sekian lama menyembunyikan perbuatannya itu di pondok. Saya terkesan dengan perilakunya selama ini, tapi saya tak tahu kalau dia ternyata menyimpan kemungkaran selama ini. Memang sepintar-sepintar tupai melompat pasti jatuh juga. Walaupun dia bisa menyembunyikan kemaksiatannya beberapa waktu lamanya tapi akhirnya terbongkar juga aib dan boroknya.

Maka benarlah Ibnul Qayyim tatkala berkata di dalam kitabnya Al-Jawabulkafi bahwa adakalanya seseorang yang terus menerus berbuat dosa dengan sembunyi-sembunyi, Allah akan bongkar dosa/aibnya ke khalayak ramai! Naudzubillah min dzalika…Itu kalau kemaksiatan seorang hamba kepada Allah saja dan tak ada unsur kezhaliman kepada orang lain, maka bagaimana pula kalau kemaksiatannya mengandung kezhaliman kepada orang lain (seperti mencuri,membunuh dan semisalnya)? Astaghfirullah…

Kemudian saya berpikir lagi, apakah karena kemaksiatannya itu pula dia menjadi bulan-bulanan teman-temannya? Sehingga seolah-olah terhina di hadapan mereka? Wallahu a’lam, mungkin itu sebabnya, karena Ibnul Qayyim dalam Al-Jawabulkafi menyebutkan bahwa di antara dampak negatif kemaksiatan adalah bisa mengakibatkan kehinaan bagi pelakunya. Kemudian beliau menyebutkan beberapa dalil yang menunjukkan itu, diantaranya:

Firman Allah Ta’ala, “Dan siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit." (QS Thaha;124)

Dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Dan Allah menjadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang yang menyalahi perintahku.” (HR Ahmad)

Kemudian perkataan Abdullah Bin Abbas, “kemaksiatan akan mengakibatkan kehitaman pada wajah, kegelapan dalam hati, kelemahan badan dan kekurangan rizki serta kebencian di dalam hati para makhluk Allah.”

Dan juga perkataan seorang ulama salaf, “Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada perilaku binatang dan istriku.”

Betapa mengerikan!! Karena itu kalau kita mengetahui orang terdekat kita atau orang lain membenci atau tiba-tiba menyakiti kita, maka jangan marah dulu, introspeksilah…
Mungkinkah kita telah berbuat dosa?

Mungkinkah kita telah melakukan kemaksiatan yang tidak diketahui orang lain dan kita belum bertaubat?

Mungkinkah kita telah menzhalimi orang lain?

Kita berlindung kepada Allah dari segala perbuatan maksiat baik yang nampak maupun tersembunyi, dan kita memohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang kita perbuat dan kita memohon kepada-Nya agar menutup aib kita baik di dunia maupun diakhirat. Amin…

Rahasia Dzikir Dibalik Rumah Tua


Rahasia Dzikir Dibalik Rumah Tua

Oleh Evi Andriani

Saya seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri. Biasanya orang memanggil saya dengan panggilan Ani. Rumah yang saya tempati dari sejak lahir bersama nenek dan kedua orangtua saya telah dibangun sejak tahun 1923. Tepatnya sebelum Indonesia merdeka.

Saya terbangun setiap harinya pada sepertiga malam terakhir. Ketika saya terbangun, selalu terdengar bunyi aneh, yaitu seperti orang berwudhu. Saya hanya berpikir positif saja, mungkin itu mama, ayah atau nenek saya yang mau sholat tahajud.

Setelah berhenti, saya pun lanjut ke kamar mandi untuk berwudhu. Anehnya, hampir setiap malam saya mendengar suara tersebut. Tanpa panjang lebar, saya bertanya kepada nenek saya,

“Nenek, kok setiap malam Ani selalu mendengar suara aktivitas orang berwudhu?”
Mendengar saya berbicara seperti itu nenek hanya tersenyum saja. Makin membuat saya penasaran.

“Tapi anehnya nek, tiap Ani kesana kok ga pernah liat orang yang berwudhu itu, dan kadang-kadang kalau Ani menghampirinya, tiba-tiba suaranya hilang. Bulu roma disekujur tubuh Ani pun langsung berdiri”

“Ani percaya dengan yang namanya Jin?” tanya nenek sambil tersenyum agar saya tak takut pada hantu.

“Percaya kok nek, karena kata ustadz bahwa Allah menciptakan di dunia ini ada manusia, jin, malaikat dan syetan”

“Nah, itu cucu nenek pintar. Yang Ani dengar tiap malam itu memang suara orang berwudhu. Dia adalah jin yang selalu menjaga rumah ini. Dia senang berada disini dan merasa adem karena kita selalu rajin sholat, baca Al-Qur’an dan beribadah setiap waktunya setiap hari”

Semenjak nenek bicara begitu, saya suka was-was kalau hendak berwudhu di malam hari. Jelasnya karena semua cucu nenek, kedua orangtua saya, bule dan pak lek serta tetangga pernah melihat hantu di rumah saya ini terutama jika malam hari tiba. Sementara hanya saya yang belum pernah melihat hantu tersebut.

Tapi saya selalu ingat pesan seorang guru ngaji saya bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam ghaib tempat dimananya jin dan syetan berada. Hanya Dialah yang Maha Mengetahui kehidupan jin dan syetan tersebut. Jikalau kita takut pada jin dan syetan alias “hantu” dan meminta pertolongan padanya, maka jin dan syetan tersebut akan besar kepala alias “sombong” sehingga ia berani mengganggu kita dan kadar keimanan kita kepada Tuhan semakin berkurang serta keimanan kita pada kehidupan ghaib yakni kehidupan jin dan syetan menjadi menyimpang dari syariat Islam.

Pernah ada sepupu saya laki-laki datang main ke rumah ini dan pulang jam 12 malam, dia melihat hantu besar hitam dipohon rambutan alias “gondoruwo”, langsung aja dia hidupkan mesin motor dan lari sekencang mungkin. Juga pejalan kaki yang lewat di rumah saya melihat hantu di pohon salak di belakang rumah saya dan ia pun lari terbirit-birit serta jikalau ada orang lewat gang sebelah rumah saya juga sering melihat makhluk halus warna putih di pohon bunga kenanga.

Macem-macem aja perkataan orang-orang kepada saya dan keluarga saya di rumah. Akhirnya kita pun mengalah, pohon salak dan pohon kenanga dipotong dan dibuang. Padahal bunga kenanga itu sangat harum banget. Saya suka mencium semerbak wanginya.

Sejujurnya awal mendengar cerita tentang hantu, saya juga takut. Tapi pada prinsipnya “hantu” itu tidak ada, yang ada hanyalah jin, setan dan iblis. Hantu mungkin bagian dari 3 makhluk tersebut. Manusia takut pada hantu karena di alam bawah sadar mereka selalu membayangkan seperti apa yang dikatakan orang-orang tentang wujudnya yang seram atau beda dari manusia yang Tuhan ciptakan dengan sempurna.

Sekarang ini pun banyak orang-oarang tertentu yang suka mengusik keberadaan mereka di alam ghaib. Semakin kita takut pada mereka maka semakin mereka senang karena telah berhasil menipu dan memalingkan kita dari kebaikan serta jauh dari Tuhan. Jikalau kita tidak takut pada “hantu”, maka ia tidak akan menggangu kita malah ia akan menjauh dari kita.

Mengapa? Karena Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita dari segala bentuk kejahatan yang diperbuat manusia dan jin, apabila kita selalu meyakini-Nya bahwa Dialah satu-satunya yang patut kita sembah serta hanya kepada-Nyalah kita takut dan tunduk. Biasanya kalau firasat saya tidak enak dan was-was terhadap keadaan disekitar saya maka saya hanya bertasbih menyebut nama-Nya dan membaca ayat Kursi.

Alhamdulillah hati ini pun tenang dan saya menghadapi keadaan dengan normal, santai dan riang gembira. Apapun yang dikatakan orang tentang rumah yang saya tempati, saya cuek saja. Hanya senyum diwajah dan sedikit nasehat saya berikan kepada orang-orang yang mengadu pada saya ataupun anggota keluarga saya di rumah tua ini. Itulah yang terjadi jika hati dan pikiran kita bersih, kehidupan menjadi harmonis dan damai.

Iblis sangat senang dengan orang-orang yang ingkar kepada Allah, bahkan ia telah berkata pada-Nya sebagaimana yang telah di jelaskan dalam Al-Qur'an :

"Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)" (QS. Al-A'raf : 17)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, bahwa setan dapat masuk ke dalam diri manusia, menyelami jiwanya, sehingga pada akhirnya ia dapat mengetahui keinginan manusia. Keinginan tersebut dijadikannya sebagai jembatan untuk mencapai tujuannya. Seseorang yang takut miskin sering dibisiki setan terus-menerus sehingga menjadi orang yang bakhil.

Zikir adalah jawaban yang tepat untuk menutup setiap celah atau pintu bagi masuknya setan ke dalam hati. Zikir merupakan sarana pensucian jiwa, pemutih dan pembersih hati yang semula gelap, tidak bersinar menjadi bercahaya, terang dan bening.

Semoga kita selalu mendekatkan diri kepada Allah salah satunya dengan zikir karena akan mendatangkan ketentraman dan kenikmatan dan menangkal kita dari godaan setan.

Iman kepada sesuatu yang ghaib adalah salah satu ciri dari orang yang bertaqwa, sebagaimana dalam Alqur’an Allah berfirman : “Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka." [Q.S. Al-Baqarah: 2-3”]

Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat buat semua sahabat dimanapun berada. Bulan sya'ban telah datang dan bulan Ramadhan akan tiba. Mari kita tingkatkan amal ibadah kita. Jikalau saya ada salah dalam kata dan ucapan, saya mohon maaf pada semua sahabat.


Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh