Kamis, 15 Juli 2010

Kerinduan Akan Surga


“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuautu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabb-nya yang paling besar.” (QS An Najm [53]:13-18)

Dalam sebuah perjalanan menyusuri pesisir Banten, Hamba itu berteduh sebentar di sebuah masjid tua yang terlihat indah dari kejauhan. Saat itu waktu dhuhur telah lama berlalu dan waktu ashar masih sepantaran dikejauhan untuk ditunaikan. Masjid terlihat sepi dari pengunjung tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Ketika hamba itu mendekat, terdengar lantunan ayat-ayat suci yang menggetarkan jiwa. Ayat-ayat surah An Najm diatas dilantunkan dengan begitu indah dari sebuah suara di dalam masjid. Hamba itu mendekat dengan perlahan tanpa ingin membuat sang pemilik suara terusik dengan kedatangannya. Terlihat dari sebuah jendela masjid berjeruji kuno, seorang pemuda dengan wajah yang begitu teduh. Jauh dari kesan lusuh. Sejenak ia terhenti dengan qira’ah Quran-nya yang melantun begitu indah. Terusik dengan kedatangan hamba itu. Ia tersenyum dan menyapa dengan salam seraya berucap, “Tempat wudhu pria ada di sebelah sana, Pak dan kamar mandi ada di belakang masjid.” Sambil menunjukkan arah dengan tangannya yang terbuka penuh keramahan.

Sekembalinya dari tempat wudhu, hamba itu melihatnya telah selesai melantunkan ayat-ayat yang begitu indah tadi. Saat ini ia telah berganti peran. Dengan sebuah sapu yang sederhana, ia menggerakkannya kesana kemari untuk membersihkan lantai beranda masjid yang tidak terkesan kotor. Ia kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Hamba itu bertanya kepadanya untuk menghilangkan rasa penasaran yang ada di pikiran, apa yang menyebabkannya memilih ayat-ayat surah An Najm diatas sebagai Qira’ah Quran-nya ditengah siang itu. Sepenggal ayat-ayat suci yang bercerita tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Hamba itu menduga, hal itu ia lakukan karena beberapa hari lagi orang-orang akan memperingati peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang di negara ini menjadi hari libur nasional dan memperingatinya menjadi sebuah ritual tahunan yang selalu dilakukan. Bisa jadi masjid ini juga akan melakukannya, dan pemuda tadi sengaja menghapalnya untuk melantunkannya pada malam peringatan Isra’ dan Mi’raj nanti.

Ketika hamba itu bertanya, pemuda itu sedikit kaget dan berusaha untuk tersenyum sembari berkata, “Saya hanya seorang marbot (penjaga masjid), Pak! Saya bukanlah Qari (pelantun ayat-ayat al Quran). Tugas saya hanya membersihkan masjid dan menjaganya dari gangguan anak-anak yang suka bermain disini. Saya suka akan ayat-ayat Surah An Najm, karena ada kisah yang teramat indah disana.” Ia untuk kemudian terdiam sembari memandang ke dalam masjid. Terlihat matanya berkaca-kaca. Lama keheningan itu berlalu dan hamba itu mencoba untuk sabar menanti kisahnya. “Saya selalu merindukan surga dan pertemuan dengan Allah kelak, Pak! Saya amat yakin bahwa surga itu telah ada jauh sebelum bumi ini diciptakan dan surga itu berada di dekat Sidratil Muntaha.” (Sidratil Muntaha: tempat dimana Allah Azza wa Jalla bersemayam di atas arsy-Nya Yang Maha Agung). “Setiap kali saya membaca-nya, keyakinan itu bertambah kuat dan kerinduan itu semakin dalam. Saya memilih pekerjaan ini karena saya melihat diluar sana penuh dengan hiruk pikuk kehidupan yang melalaikan. Saya tidak akan kuat menghadapinya. Disini saya dapat merindukan surga dan pertemuan dengan Allah setiap saat dan jika kerinduan itu memuncak, saya membaca surah An Najm ini sebagai pengobat rindu saya.”

Sungguh sebuah jawaban yang begitu indah dan tulus yang memaksa keadaan itu berbalik. Kini hamba itu tidak kuasa menahan air mata nya yang menggenang dan mencari jalan keluar untuk membasahi wajahnya. Anak muda tadi terlihat tegar dan kembali tersenyum. Tanpa menunggu lama, ia kembali menganyunkan tongkat sapunya untuk membersihkan lantai yang belum sempat ia bersihkan.

Lama hamba itu terdiam. Disebuah desa yang jauh dari peradaban, disebuah dusun kecil pesisir pantai yang selalu terdengar derai ombak nya, Allah telah mempertemukan hamba itu dengan seorang hamba pilihan-Nya yang penuh dengan keshalihan. Memilih untuk menjauh dari hiruk pikuk dunia demi mengharap surga yang kekal nan abadi dan pertemuan yang agung kelak dengan-Nya. Hamba itu berkata dalam hatinya, “Maha suci Engkau ya Allah yang telah memberi pelajaran bagi hamba Mu ini. Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku hidayah agar selalu merindukan surga-Mu dan lindungi aku dari hiruk pikuk dunia ini yang dapat menghalangiku dari bersimpuh dihadapan-Mu kelak dalam keadaan Engkau ridha kepadaku.”

Suatu malam Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya sedang berada diluar kota Madinah. Ketika itu terlihat jelas bulan purnama. Nabi saw menatapnya sambil berkata:
“Kamu akan melihat wajah Tuhan mu sebagaimana kamu melihat bulan itu, tidak silau memandangnya dan tidak pula terhalang karena sesuatu. Sedapat mungkin kamu melakukan shalat sebelum terbit matahari (shubuh) dan sebelum terbenamnya (ashar). Cepatlah kamu kerjakan.” (HR. Muslim)


Yang fakir kepada ampunan
Rabb-nya Yang Maha Berkuasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar