Kamis, 19 Agustus 2010

Menyikapi Sebuah Musibah


Oleh Endang TS Amir


Dua hari yang lalu, ba’da Maghrib, sepulang dari bekerja, masih dengan tas yang melingkar di bahunya, suamiku berkata,”Mi, kena musibah!”

“Kenapa?” tanyaku penasaran
“Laptop hilang!” jawab suamiku
“Innaa Lillaahi…gimana ceritanya?”

Kemudian, mengalirlah dari mulut suamiku, kronologis kejadian. Ia mampir untuk shalat sekaligus berbuka di sebuah masjid di daerah warung buncit ketika menuju ke rumah. Ketika hendak shalat, disandarkan tasnya yang berisi laptop di dinding mesjid sebelah kiri di area shalat. Ia shalat dengan posisi sejajar dengan tasnya. Usai shalat, dilihatnya posisi tas sudah berubah dengan resleting yang telah terbuka, dan dilihatnya laptopnya sudah tidak ada.

“Jadi, gimana dong?” Tanya si sulung yang berusia 6 tahun, yang ikut antusias mendengar cerita Abinya.
“Ya, nggak gimana-gimana, khan sudah hilang!” jawab suamiku
“Insya Allah, Allah akan ganti dengan yang lebih baik.” Jawabku
“Jadi, nanti Abi dapet laptop yang lebih bagus lagi?” tanyanya kemudian

Belum sempat kami jawab, anak kami yang kedua bertanya,” Abi, laptop Abi nggak ada?”
“Nggak, diambil orang!” jawab Suamiku
“Kenapa diambil sama orang?” Tanya anakku lagi
“Mungkin orang yang ngambil, nggak punya laptop, atau nggak punya uang.”

Aku beranjak ke dapur untuk menyiapkan makanan. Abinya anak-anak masih “berdiskusi” dengan anak-anak tentang “musibah” yang baru saja dialaminya. Ku dengar suamiku berkata kepada anak-anak agar sebaiknya mendo’akan orang yang mengambil laptop itu agar diberi hidayah oleh Allah.

….

Para ulama mendefinisikan musibah sebagai “segala apa yang tidak disukai yang terjadi pada manusia”. Musibah, sekecil apapun tidak akan terjadi kecuali dengan izin Allah. Karena Allah berfirman dalam Q.S At-Taghabun : 11, “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Karenanya, musibah apapun yang menimpa kita, harus disikapi dengan cara yang benar. Musibah, apapun bentuknya, adalah bagian dari ketetapanNya. Yang harus kita lakukan adalah tetap berprasangka baik kepada Allah dan yakin bahwa Allah Swt TIDAK AKAN PERNAH berkehendak buruk kepada hamba-hambaNya.

Islam mensyariatkan kepada umatnya apabila tertimpa musibah, baik besar maupun kecil untuk ber-istirjaa’- pernyataan kembali kepada Allah, yaitu mengucapkan “Innaa Lillaahi wa Innaa illaihi raaji’uun” yang artinya “Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.”

Kalimat ini, memiliki makna teologis yang mendalam. Kalimat ini menyiratkan ketauhidan, bahwa kita milik Allah dan segala sesuatu adalah milikNya. Karenanya, sesungguhnya kita tidak akan pernah kehilangan, karena kita tidak pernah memiliki. Jadi, sebuah kehilangan, bukanlah kehilangan, tapi kembali kepada Sang Pemilik. Jika Sang Pemilik masih berkehendak, sesuatu yang hilang itu “diamanahkan” kepada kita, bagaimanapun caranya Insya Allah akan kembali. Jika tidak, Insya Allah ada banyak hikmah dibalik segala bentuk kehilangan.

Hikmah yang paling besar adalah peluang terhapusnya dosa asbab musibah yang menimpa kita, jika diterima dengan ikhlas dan sabar. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu rasa sakit dengan duri atau apa saja, kecuali Allah menggugurkan dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daun.” (HR. Bukhari)

Maka, kata syeikh Islam Ibnu Taimmiyah, bencana-bencana yang menimpa manusia adalah kenikmatan, karena terhapusnya dosa dan kesalahan asbab musibah yang menimpa adalah kenikmatan yang besar. Dan Allahpun berfirman,”…Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka berkata “Innaa Lillaahi wa Innaa illaihi raaji’uun” (Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Al-Baqoroh : 155-157).

Jadi ada 3 hal yang dijanjikan Allah kepada hamba-hambaNya, bilamana tertimpa musibah kemudian bersabar; Allah akan memberi Ampunan, Rahmat dan PetunjukNya.

Di malam harinya, kulihat suamiku di pembaringan menatap langit-langit.
“Lagi mikir apa Abi?” tanyaku
“Mencari hikmah dari peristiwa tadi. Apakah ini teguran atas banyaknya kelalaian, apa pengingat atas kurangnya ibadah, atau petunjuk untuk sesuatu yang lebih baik.”
“Jika pikiran kita tertuju kepada materi, maka pola pikir kita sama dengan Ali (nama anak sulung kami), bahwa Allah akan memberi ganti yang lebih baik berupa laptop yang lebih bagus. Padahal kesempatan menuai pahala dari musibah ini, sesungguhnya merupakan pengganti yang lebih baik-karena pahala adalah investasi ukhrawi-“ lanjut suamiku.

Aku jadi ingat sebuah hadist dari Rasulullah,”Sungguh menakjubkan keadaan orang mukmin, karena semua keadaan baik baginya, dan itu tidak terjadi pada siapapun kecuali orang mukmin. Jika ia mendapat kelapangan dia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika dia ditimpa kesulitan dia bersabar, maka itupun baik baginya.” (HR. Muslim)

Mudah-mudahan, di bulan yang penuh berkah ini, Allah cucurkan RahmatNya kepada kita semua. Mudah-mudahn Allah menjadikan kita sebagai mukminin dan mukminat yang senantiasa berada dalam dua keadaan, yaitu bersyukur dalam kelapangan dan bersabar dalam kesulitan. Aamiin.

Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar