Kamis, 23 September 2010

BUAH KESABARAN SEORANG SUAMI

Dan bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kalian TIDAK MENYUKAI mereka (maka BERSABARLAH) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menJADIkan pada dirinya KEBAIKAN yang BANYAK."

(QS : An-Nisa ayat 19)

Sahabat Hikmah…

Allah telah menakdirkan pasangan sesuai dengan kehendaknya.

Kadang, suami dan istri yang sholih telah dijodohkan-Nya, tapi ada juga hanya suami atau istrinya saja yang sholih.

Dan sehubungan dengan ayat tersebut di atas, Al Imam Al Hafizh Adz Dzahabi menghikayatkan satu kisah dalam kitabnya Al Kabair yang mungkin bisa menjadi renungan dan pelajaran bagi para suami:

Disebutkan ada seorang yang shalih memiliki saudara fillah (seagama) dari kalangan orang shalih pula.

Saudaranya ini menziarahinya setahun sekali.

Suatu ketika saudaranya ini mengetuk pintu rumahnya.

Berkatalah istri orang shalih tersebut : “Siapa”?

“Saudara suamimu fillah datang untuk menziarahinya,” jawab si pengetuk pintu.

“Dia pergi mencari kayu bakar, semoga Allah tidak mengembalikannya (ke rumah ini), semoga dia tidak selamat,” kata istri orang shalih tersebut dan wanita ini terus mencaci-maki suaminya.

Ketika saudara fillah ini tengah berdiri di depan pintu, tiba-tiba orang shalih itu datang dari arah gunung dalam keadaan menuntun singa yang memikul kayu bakar di punggungnya. Orang shalih ini pun mengucapkan salam dan menyatakan selamat datang (marhaban) kepada saudaranya fillah. Setelahnya ia masuk ke dalam rumah dan memasukkan pula kayu bakarnya. Lalu Ia berkata kepada singa tersebut : “Pergilah barokallohu fiik (semoga Alloh memberkahimu).”

Lalu saudaranya dipersilakan masuk ke rumahnya sementara istrinya masih terus mencaci-maki dirinya. Namun tak satu kata pun terucap darinya untuk membalas cercaan istrinya.

Pada tahun berikutnya, sebagaimana kebiasaannya saudara fillah ini kembali menziarahi orang shalih tersebut.

Ia mengetuk pintu dan terdengar suara istri orang shalih tersebut : “Siapa di balik pintu?”

“Fulan, saudara suamimu fillah,” jawabnya.

“Marhaban, ahlan wa sahlan, tunggulah. Silakan duduk di tempat yang telah disediakan, suamiku akan datang insya Allah dengan kebaikan dan keselamatan,” kata istri orang shalih tersebut.

Saudara fillah ini pun kagum dengan kesantunan ucapan dan adab istri orang shalih tersebut.

Tiba-tiba orang shalih tersebut datang dengan memikul kayu bakar di atas punggungnya, saudara fillah ini pun heran dengan apa yang dilihatnya. Orang shalih itu mendatanginya seraya mengucapkan salam dan masuk ke rumahnya beserta tamu tahunannya.

Istrinya lalu menghidangkan makanan bagi keduanya dan dengan ucapan yang baik ia mempersilakan keduanya menyantap hidangan yang tersedia.

Ketika saudara fillah ini hendak permisi pulang ia berkata,

“Wahai saudaraku, beritahulah kepadaku tentang apa yang akan kutanyakan kepadamu.”

“Apa itu wahai saudaraku?” tanya orang shalih tersebut.

Saudara fillah ini berkata, “Pada tahun yang awal ketika aku mendatangimu, aku mendengar ucapan seorang wanita yang jelek lisannya, mengucapkan kata-kata yang baik dan kurang adab. Wanita itu banyak melaknat. Dalam kesempatan itu aku juga melihatmu datang dari arah gunung sementara kayu bakarmu berada di atas punggung seekor singa yang tunduk di hadapanmu. Pada tahun ini aku mendengar ucapan yang bagus dari istrimu, tanpa ada celaan dari lisannya, namun aku melihatmu memikul sendiri kayu bakar di atas punggungmu. Apakah sebabnya?

Orang shalih ini berkata, “Wahai saudaraku, istriku yang jelek akhlaqnya itu telah meninggal. Aku dulu bersabar menerima akhlaqnya dan apa yang muncul darinya. Aku hidup bersamanya dalam kepayahan namun aku sabari. Karena kesabaranku menghadapi istriku, Allah menundukkan untukku seekor singa yang engkau lihat ia memikulkan kayu bakarku. Ketika istriku itu meninggal, aku pun menikahi yang shalihah ini dan hidupku bahagia bersamanya. Maka singa itu tidak pernah datang lagi membantuku hingga aku harus memikul sendiri kayu bakar di atas punggungku, karena aku sudah hidup bahagia bersama istriku yang diberkahi lagi taat.”

(Al Kabair, hal. 195-196)

Sumber : abuthalhah.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar