Senin, 14 Juni 2010

Allah Maha Melihat


Allah Maha Melihat

Oleh Muhammad Rizqon

Seiring Waktu Berlalu, Tangis Tawa Di Nafasku
Hitam Putih Di Hidupku, Jalani Takdirku

Tiada Satu Tersembunyi, Tiada Satu Yang Terlupa
Segala Apa Yang Terjadi, Engkaulah Saksinya

Kau Yang Maha Melihat, Kau Yang Maha Melihat
Kau Yang Maha Pemaaf, Padamu Hati Bertaubat
Kau Yang Maha Pengasih, Kau Yang Maha Penyayang
Kau Yang Maha Pelindung, Pada-Mu Semua Bertekun

Yang Dicinta ’Kan Pergi, Yang Didamba ’Kan Hilang
Hidup Kan Terus Berjalan, Meski Penuh Dengan Tangisan

(Opick, Amanda-Maha Melihat)

***

Ada keprihatinan yang sangat mendalam akan kesemarakan perselingkuhan, pertemanan tapi mesra, dan pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim akhir-akhir ini. Tidak hanya menimpa kalangan yang awam dan tidak paham, namun juga menimpa kalangan berpendidikan dan paham.

Ini adalah kisah tetangga saya. Seorang perempuan yang namanya kian harum sejak ia terlibat dalam aktivitas dakwah, namun belakangan ia terlibat perselingkuhan dengan orang yang tak dikenal, yang “nyasar” mengirim SMS. Tidak berat sih, tidak sampai pada tindakan zina secara fisik. Namun apapun motifnya, karena mereka sering mengelabui demi untuk bisa ngobrol berdua ditempat tertentu, berbocengan berdua ke tempat tertentu, dan banyak berbohong menghabiskan waktu bertelepon kepada “dia” sebagai bertelepon kepada suami–maka sudah cukuplah dikatakan bahwa mereka telah berbuat kefasikan yang dilarang.

Ia memiliki strategi cukup jitu untuk menghindari kecurigaan orang tatkala ia ingin “kopi darat”. Ia pergi sendirian ke tempat tertentu dengan alasan untuk mengajar. Lantas mereka janjian bertemu di tempat tertentu. Di kedai bakso, di warung minuman air kelapa, dan di mana saja mereka suka. Namun malangnya, ada saja satu tetangga atau kenalan yang memergoki mereka. Kemudian ia konfirmasi ke keluarganya dan akhirnya hal yang awalnya berusaha disembunyikan pun menjadi tersingkap.

Kesalahan tidak bisa sepenuhnya ditimpakan kepadanya. Bagaimanapun, suami sebagai pemimpin tetaplah bertanggungjawab. Bukankah ia seharusnya membimbing isteri kepada jalan yang benar? Kenapa perilaku isteri ini sampai terjadi diluar pengawasannya?

Sang suami memang orang seadanya. Tidak banyak penghasilan yang diperoleh darinya. Sebagai tukang sapu sekolahan, ia hanya digaji sekitar tiga ratusan ribu rupiah. Namun yang menjadikan sang isteri itu berani berselingkuh bukanlah itu. Tetapi faktor kepemimpinan suami. Sebagai suami seharusnya ia lebih paham dan bijak. Namun ia merasa sang suami susah sekali diajak musyawarah dan sering tidak nyambung karena perbedaan pemahaman.

Ia merasa sudah capai berurusan dengan keluarga suami yang suka menyalahkan dan terkesan iri kepadanya. Sementara sang suami tidak bisa memberikan penjelasan yang memadai dan membela isterinya itu.

Rumah mereka sudah berpisah satu sama lain, dalam arti tidak satu atap. Namun mereka hidup berdekatan. Ketika sang isteri aktif dan banyak keluar rumah, ia disalahkan. Kata mereka anaknya tidak diurus. Ketika ia bangun siang karena malamnya aktif dalam satu kegiatan yang melelahkan, mereka pun menyalahkan dirinya yang dianggap suka malas-malasan.

Intinya, keluarga sang suami suka menyalahkan dirinya. Sementara sang suami tidak mampu membela dan memberikan pengertian. Padahal keaktifan isterinyalah yang menghantarkan mereka pada kehidupan yang relatif lebih baik secara ekonomi untuk saat ini. Sang isteri adalah guru TPA, guru privat baca Quran, pemimpin kelompok rumah ketrampilan dan aneka jabatan lainnya. Bahkan untuk menunjang aktifitasnya itu, ia sudah berani membeli sepeda motor secara kredit. Rumahnya yang dulu tidak terurus pun sudah mulai bisa dibenahi sedikit demi sedikit.

Ia sering kesal dengan suaminya yang susah untuk maju seperti dirinya. Misalnya dengan ikut kegiatan yang serupa atau terlibat dalam taklim-taklim yang bisa membuka keawamannya. Agar cara pandang melihat permasalahan pun menjadi sama sehingga masalah mudah untuk diselesaikan.

Namun yang disayangkan, kenapa justru dirinya yang selangkah lebih maju dan lebih paham, yang terjebak dalam kasus perselingkuhan, bukan suaminya yang masih awam.

Saya berpandangan, inilah cara Allah SWT menunjukkan kesejatian seorang hamba. Boleh jadi Allah hendak menunjukkan bahwa sebenarnya keterlibatan dia dalam aktivitas dakwah bukanlah didasari oleh ketulusan hati yang mendalam. Bisa jadi karena suntuk menghadapi suami yang suka “tidak konek”, capai menghadapi keluarga yang banyak bicara menyalahkan, tergoda untuk meraih sesuatu untuk maksud riya', dan segala macam motif yang tidak lahir dari ketulusan hati namun sekedar lari dari permasalahan yang membelenggu atau demi meraih materi tertentu.

Allah Maha Melihat, bukan berarti yang namanya kebusukan tidak akan tersingkap di dunia ini dan hanya akan tersingkap di akhirat nanti. Allah Maha Melihat hamba-Nya, artinya Allah SWT akan memberikan balasan kepada sang hamba baik di dunia ini maupun diakhirat kelak sesuai dengan amal baik/buruk yang dilakukannya, tanpa terlewat sekecilpun. Balasan yang Allah tampakkan di dunia ini, boleh jadi menjadi peringatan bagi manusia untuk tidak sombong dan angkuh. Antara lain, angkuh bahwa perbuatan kejinya pasti tidak akan dilihat orang. Justru dengan ditampakkannya itu, Allah SWT hendak menyadarkan bahwa keagungan dan kesombongan itu hanyalah milik Allah SWT, tidak pantas disandang oleh makhluk-Nya.

Hendaknya atas tersingkapnya kesalahan sang hamba, ia harus bertaubat dengan sebenarnya, bukan dengan menambah dosa lainnya.

Tersingkapnya aib sang isteri itu juga merupakan tersingkapnya air suami dan keluarganya. Mereka pun hendaknya bertaubat dan mulai meniti jalan untuk kebaikan bersama.

***

Kisah perselingkuhan tetangga saya saya itu bukanlah kisah perselingkuhan yang heboh layaknya kisah perselingkuhan terjadi dan menimpa orang besar yang videonya merambah kemana-mana. Kisah tetangga saya itu hanyalah kisah kecil yang belum menggumpal menjadi kasus perzinahan. Meski demikian, ada kesamaan esensi. Tidak sepantasnyalah kita merasa besar kemudian dengan dengan kebesaran itu kita merasa bisa berbuat apa saja (yang berkonotasi negatif tentunya). Ada rambu-rambu yang harus diperhatikan. Ingatlah bahwa Allah Maha Melihat, hanya Dialah yang berhak berselendangkan keangkuhan. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar